DPS (Dewan Pengawas Syariah) merupakan implementasi dari syariah governance, dimana DPS ini bertugas untuk mengawasi dan memberi masukan terhadap produk produk perbankan syariah. Syariah Governance adalah konsep Good Corporate Governance yang diadopsi kedalam konsep syariah, dimana sering juga disebut sebagai Syariah Compliant. DPS dalam hal ini merupakan kunci atas keberhasilan dalam pelaksanaan Syariah Governance, atau tercapainya Syariah Compliant. Oleh karena itu DPS memegang perang yang sangat penting sebagai bagian dari internal control. DPS bukan lah lembaga independen, melainkan merupakan bagian dari manajemen perusahaan. Untuk itu muncul pertanyaan bagi saya, apabila DPS merupakan bagian dari manajemen perusahaan lalu siapa yang akan mengawasi DPS ini? Siapa yang akan memastikan bahwa DPS bekerja untuk memenuhi syariah compliant tersebut?
auditor eksternal, sejauh ini belum ada auditor eksternal yang menawarkan diri untuk mengaudit terkait dengan syariah comlpliant. Auditor eksternal lebih kepada audit keuangan dan sistem oprasional berdasarkan sertifikat ISO maupun SMK 3 saja. Untuk menjawabnya, kita bisa kembali pada sejarah praktek perekonomian Islam.
Islam merupakan agama yang paling sempurna, dimana setiap aktifitas manusia diatur dalam Al-Qur’an termasuk aktifitas ekonomi. Pada dasarnya aktivitas ekonomi merupakan aktifitas jual-beli dimana aktivitas tersebut di tuangkan dalam wadah yang disebut dengan pasar. Aktifitas-aktifitas jual beli di pasar diatur dalam Islam, dimana proses jual beli tidak boleh adanya unsur riba, gharar dan sebagainya, serta dilarangnya jual beli atau transaksi komoditas yang diharamkan. Dengan demikian untuk menjaga atau menjamin terciptanya mekanisme pasar secara sempurna dan memastikan segala aktifitas transaksi di pasar sesuai dengan syariah, maka diperlukan lembaga pengawasan yang baik.
Sejak zaman Rasulullah SAW sudah ada lembaga pengawasan yang dikenal dengan al-hisbah, dan ini menjadi salah satu karakteristik unik dan satu-satunya hanya ada di sistem ekonomi Islam, yaitu dengan eksistensi institusi pengawasan dan peradilan ekonomi, terutama eksistensi lembaga pengawas pasar.
Al-Hisbah secara etimologis berarti menghitung, berfikir, memberikan opini, pandangan dan lain-lain. Sedangkan secara secara istilah Ibnu Taimiyah mendefinisikan Al-Al-Hisbah sebagai lembaga yang bertujuan untuk memerintahkan apa yang disebut sebagai kebaikan (al-ma’ruf) dan mencegah apa yang secara umum disebut sebagai keburukan (al-munkar) didalam wilayah yang menjadi kewenangan pemerintah untuk mengaturnya, mengadili dalam wilayah umum khusus lainnya, yang tidak bisa dijangkau oleh institusi biasa. Berdasarkan kajian Hafas Furqani (2002) beberapa fungsi al-hisbah selain dari pengawasan pasar yaitu,
1. Mengawasi timbangan, ukuran, dan harga
2. Mengawasi jual-beli terlarang, praktek riba, maisir, gharar dan penipuan
3. Mengawasi kehalalan, kesehatan dan kebersihan suatu komoditas
4. Pengaturan (tata letak) pasar
5. Mengatasi persengketaan dan ketidakadilan
6. Melakukan intervensi pasar