Ada kerinduan kembali terjun di bidang menulis, terutama jurnalistik setelah saya resign dari media lokal di Solo 2 tahun lalu.Â
Suatu hari ibu saya protes, karena sudah 7 bulan saya tidak pulang ke kampung halaman di Grobogan, Jawa Tengah. Kala itu (2016) saya sibuk menjadi wartawan media lokal di Solo. Saat itu juga saya baru sadar bahwa saya terlalu asik bekerja sehingga melupakan orang tua. Keesokannya saya memutuskan pulang. Saya mengajukan cuti kerja selama dua hari.
Saya tak mau kualat. Jarang sekali ibu memprotes kegiatan saya. Bahkan soal kuliah, beliau tidak pernah menanyakan kapan saya wisuda. Beliau tahu, saya kuliah sembari bekerja untuk menghidupi diri sekaligus mencari biaya kuliah dengan berbagai pekerjaan. Asal halal tak perlu gengsi, begitu pesan ibu saya.Â
Saya bekerja sebagai wartawan di sebuah media lokal di Solo mulai tahun 2015 hingga 2017. Saya berhenti setelah hampir dua tahun bekerja di media itu. Menjadi wartawan memang berat. Selain menyita pikiran dan fisik juga harus pintar membagi waktu untuk orang tua, untuk keluarga. Â
Tahun pertama (2018) sejak resign saya menekuni hobi lama saya menulis puisi dan cerpen. Menginjak tahun kedua (2019) ada kerinduan kembali terjun menjadi wartawan. Tentu saya harus menimbang ulang keinginan itu. Paling tidak jika saya kembali menjadi wartawan, saya harus pintar membagi waktu agar ibu tidak memprotes saya lagi.
Berbagai situs lowongan kerja dan grup facebook info lowongan kerja saya pelototi. Saya membidik jabatan idaman sebagai editor. Berbekal pengalaman jurnalistik dan kemampuan menulis saya percaya diri bisa menjadi editor. Saya menduga menjadi editor tugasnya tidak terlalu berat. Editor termasuk kerja kantoran sehingga tidak perlu terjun ke lapangan. Saat menjadi wartawan dulu saya harus siap sedia bekerja tanpa mengenal libur. Meski ada hari libur tetapi harus siap liputan jika ada peristiwa penting yang diminta redaktur untuk meliputnya.
Jabatan yang tersedia pada lowongan kerja rata-rata posisi reporter. Dengan agak terpaksa saya melamar posisi itu. Lowongan editor hanya ada pada penerbitan buku pelajaran sekolah. Selama kurun 2019 saya telah melamar kurang lebih enam perusahaan media cetak, online, dan penerbitan buku.
Hingga, dalam waktu hampir bersamaan dua media online Kompas Gramedia membuka lowongan assistant editor Kompas.com dan reporter Tribunnews.com di situs Jobstreet. Penempatan kerjanya di Solo jika diterima. Kedua media berbeda perusahaan, namun masih satu payung naungan Kompas Gramedia.
Tribun membuka kesempatan walk in interview. Saya mendatangi kantornya di Klodran, Colomadu, Karanganyar (Solo). Ada beberapa rekan pencari kerja yang hari itu mencari peruntungan. Hampir tiga jam kami tertahan di kantor itu. Saya wawancara kerja dengan bagian HRD dan redaktur. Mereka tertarik dengan pemaparan saya dan pengalaman kerja di bidang jurnalistik yang pernah saya tekuni sejak 2008. Saya melampirkan beberapa karya jurnalistik yang terbit di beberapa media terdahulu.
Redaktur yang mewancarai tertarik dengan pengalaman kerja saya. Saya dipersilakan pulang, diminta menunggu jika ada informasi lanjutan. Saya menunggu berminggu-minggu tapi kabar baik itu tak kunjung datang.Â
Merasa tidak diterima kerja di Tribun saya melamar kerja di Kompas.com. Beberapa minggu kemudian saya dihubungi pihak kantor Jakarta melalui telepon. HP saya berdering dua kali dari sebuah telpon kantor berkode area Jakarta (021). Saat itu saya tak bisa mengangkat karena sedang perjalanan bersepeda motor. Setelah sampai indekost, saya penasaran dengan penelpon tadi. Saya googling ternyata itu nomor kantor Kompas.com. Kontan saja saya menelpon balik. Penerima telpon mengatakan jika kantor sudah tutup dan saya akan dihubungi lagi jika Kompas.com memang membutuhkan saya.Â
Esoknya saya dihubungi HRD dan diminta untuk memenuhi jadwal interview di kantor Tribunnews di Solo. Informasi lengkap dikirimkan melalui email.
Saya kembali bergairah. Segala berkas dan mental saya persiapkan. Tiba di kantor, saya dipersilakan menunggu antrian wawancara. Hampir lima jam saya melalui proses seleksi meliputi interview dan skill test. Saat itu ada tiga kandidat assistant editor. Kami dipersilakan HRD menuju ruang interview. Kami sudah ditunggu para redaktur dan direksi Kompas.com.
Saya sempat bangga dan berbunga-bunga ketika salah satu redaktur mengatakan kami kandidat yang dibutuhkan dari ratusan pelamar. Setelah mendapat arahan tahapan seleksi, test seleksi, kami menjalani skill test.
Dua kali ke kantor Tribunnews, dua kali interview, impian pekerjaan idaman di dua media Kompas Gramedia itu lepas dari genggaman.
Menulis di Kompasiana jadi semacam penawar luka karena dua kegagalan tersebut. Kompasiana tempat berlabuh sebab kerinduan menulis membuncah, tak bisa dibendung. Semoga ini bukan pelarian semata. (Miv)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H