Mohon tunggu...
Miftachul Khawaji
Miftachul Khawaji Mohon Tunggu... Seniman - Guru

Tukang gambar dan kadang suka nulis.. 👨‍🎓Islamic History and Civilization 2016

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Raden Saleh: Seorang Patriotis atau Antek Belandakah?

22 Mei 2023   09:15 Diperbarui: 22 Mei 2023   09:40 1402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertanyaan dan perdebatan mengenai identitas Raden Saleh ini, apakah ia adalah orang yang patriotis atau justru antek Belanda masih hangat diperbincangkan hingga saat ini. Untuk memecahkan permasalahan sekaligus menjawab pertanyaan tersebut, sekiranya dibutuhkan beberapa aspek, khususnya yang berkaitan langsung dengan Raden Saleh. Baik mengenai sikap dan perilaku semasa hidupnya, maupun peninggalan-peninggalan yang ia wariskan, dalam hal ini adalah lukisan-lukisan karyanya.

Untuk dapat mengetahui tentang bagaimana Raden Saleh menyikapi permasalahan tersebut semasa hidupnya, tentu diperlukan banyak sumber sejarah yang mengisahkan perjalanan hidup Raden Saleh agar dapat dijadikan sebagai bahan untuk menganalisis. Bahan-bahan ini juga akan berguna dalam upaya menginterpretasi dan menafsirkan makna-makna simbolik dalam karya-karya yang diciptakan oleh Raden Saleh.

Dalam sejarahnya, telah umum diketahui bahwa semasa kecil Raden Saleh diasuh oleh pamannya, Adipati Terboyo. Meskipun pamannya ini dekat dengan petinggi pemerintahan Hindia-Belanda, namun di tempat tinggalnya pula lah sering berdatangan tamu utusan Pangeran Diponegoro yang berasal dari Tegalreja. Di tempat itulah kemudian sering terjadi diskusi-diskusi panjang hingga larut malam untuk saling bertukar berita dan saling memberikan pandangan terhadap beberapa permasalahan. 

Tak lupa, Raden Sukur dan Raden Saleh Aria Natadiningrat, dua putra dari adipati Terboyo yang juga turut serta dalam diskusi. Dari keluarga Adipati Terboyo inilah kemudian muncul bibit-bibit patriotisme dalam diri Raden Saleh karena sang paman dan anak-anaknya tak sungkan untuk bertukar pikiran pula dengan Raden Saleh, bahkan tak jarang pula terjadi pembicaraan yang panjang di antara mereka.

Dalam perjalanan hidupnya di Eropa, Raden Saleh pernah ditugasi untuk mengidentifikasi dan memberikan penilaian terhadap salah satu keris Pangeran Diponegoro yang "disita" sebagai upeti rampasan perang. Dalam kesempatan tersebut, tentu terjadi pergolakan perasaan yang hebat dalam diri Raden Saleh, hingga akhirnya setelah memberikan ulasan singkat mengenai Keris "Kiai Naga Siluman" tersebut, Raden Saleh memberanikan diri untuk mengusulkan agar keris tersebut dikembalikan dengan hormat kepada pemiliknya.

Sebagai seorang pelukis bertaraf internasional, tentunya Raden Saleh telah melahirkan banyak karya selama hidupnya. Tak sedikit pula dari karya-karyanya tersebut yang dibumbui dengan semangat kecintaannya terhadap bangsa dan tanah air. Di antara karya yang kental dengan aroma jiwa nasionalis seorang Raden Saleh adalah karya yang berjudul "Een Strijd op Leven en Dood", sebuah karya yang menggambarkan pertempuran hidup mati antara seekor banteng liar melawan dua ekor singa. 

Lukisan ini ditafsirkan sebagai pernyataan sikap Raden Saleh sebagai seorang bumiputra yang terpaksa melawan saat diperlakukan tidak adil oleh pemerintah Belanda di Hindia. Hal ini terinspirasi dari tradisi Rampogan, di mana salah satu rangkaian acara dalam tradisi tersebut yakni dipentaskan adu kekuatan antara seekor kerbau atau banteng melawan harimau. Ujung tanduk kerbau itu dikikir tajam, sedangkan harimau yang dipilih sebagai lawan tanding umumnya berbadan kecil, sehingga jarang sekali menang melawan kerbau. 

Jikalaupun ada yang berhasil selamat, maka harimau tadi segera menjadi korban acara pelemparan tombak di sesi acara berikutnya. Raden Saleh pernah mendapat penjelasan dari pamannya mengenai simbolisme dalam tradisi tersebut. Yakni macan atau harimau itu merupakan gambaran sifat wong Londo. Perkasa, sigap, menakutkan, tetapi tidak memiliki daya tahan lama atas segela kelebihannya tadi. Sebaliknya, banteng atau kerbau itu ibarat orang Jawa. Lamban, pendiam, tetapi kukuh dan mampu bertahan dalam kesusahan. Berangkat dari simbolisme inilah Raden Saleh menuangkan gagasannya dalam karyanya tersebut.

Karya lain yang tak kalah fenomenal adalah lukisan "Penangkapan Pangeran Diponegoro", sebuah lukisan yang diakui sebagai masterpiece yang kemudian dipersembahkan kepada Raja Belanda, William III. Lukisan tersebut merupakan karya pertama Raden Saleh yang bertema sejarah, yang sejatinya merupakan upaya Raden Saleh untuk "pelurusan" sejarah yang sengaja dipelintir oleh orang-orang Belanda mengenai penangkapan Pangeran Diponegoro. 

Khususnya, lukisan ini ditujukan sebagai pembanding atas lukisan versi Belanda dengan latar dan tema sama yang dibuat oleh Nicolaas Pieneman, seseorang yang bahkan belum pernah ke tanah Jawa sebelumnya ketika membuat lukisan tersebut. Di dalam karya Pieneman itu digambarkan De Kock dengan segala kegagahannya berdiri mengacungkan telunjuk meminta Pangeran Diponegoro agar segera naik kereta yang akan membawanya menuju pengasingan. Sementara sang pangeran dengan wajah pasrah tak berdaya sedang berjalan pergi dengan wajah tertunduk menuruti perintah De Kock.

Jelas apa yang digambarkan dalam versi Belanda tersebut merupakan upaya pemelintiran sejarah yang kejam. Dalam sebuah riset pribadinya yang berjalan kurang lebih enam bulan, Raden Saleh menelusuri kembali jejak perlawanan sang pangeran, menengok desa-desa sepanjang Praga dan Bagawanta yang dahulu menjadi basis pertahanan terakhir pasukan Diponegoro. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun