Mohon tunggu...
Fahmi Awaludin
Fahmi Awaludin Mohon Tunggu... Guru, Dosen -

Guru (kelas) SD; Dosen B. Inggris Niaga; Suka buat modul; chatting; beristri dan memiliki anak cantik... hehehe

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kisah Roti Hangus

16 Oktober 2015   10:52 Diperbarui: 16 Oktober 2015   11:00 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 

 

Suatu hari ada tiga pasang suami-istri tengah sibuk dengan sarapan paginya.

Begini ceritanya…

Suatu pagi ketika mama sedang memasak roti bakar kesukaan papanya tiba-tiba telepon rumah berdering dan segera bergegas tanpa pikir panjang apa yang tengah terjadi di dapur, diangkatlah telepon kemudian kembali lagi ke dapur dengan keadaan gosong.

Dan lihatlah ke-3 aksi dan reaksi pasutri dibawah…   

Pasutri pertama.

Papa   : Mama, mana roti buat papa?

Mama : Ini rotinya, papa, tapi rotinya gosong.

Papa   : Lho kenapa rotinya hangus?

   Apa kamu tidak bisa membuatkan roti bakar yang benar sampai gosong begini?

Mama : “Ya sudah kalau begitu, papa saja yang buat sendiri”.

Ucap mama sembari memperlihatkan wajah kesal mama.

Wajah bingung dan geram papa pun tampak jelas melihat jawaban mama.

Pasutri kedua.

Papa   : Mama, rotinya sudah matang?

Mama : Ini rotinya, papa, tapi roti bakarnya gosong.

Papa   : Tidak apa-apa mama, mungkin mama kecapean pagi ini.

Mama : Terima kasih sayang sudah mengerti mama.

Pasutri ketiga.

Papa   : Mama, rotinya sudah matang?

Mama : ini rotinya, papa rotinya gosong.

Papa   : Mari ayah ajarkan membuat roti bakar buat mama tersayang.

Mama : Speechles…. Ayah mengerti banget mama. Terima kasih ya sayangku.

 

Begitu pula dengan didunia pendidikan, tak beda jauh.

Intisari ringkasan 3 dialog sederhana diatas bahwa setiap pasutri harus memiliki sikap kebutuhan dasar manusia yakni: aman (dari rasa bersalah); bernilai (tanpa mendikte); dipahami (mengerti perasaan apakah sibuk, lelah, kecapean, sakit, dll); dihargai (tanpa celaan); dicintai (kehadirannya tulus).

Semoga bermanfaat. (Fahmi Awaludin)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun