Mohon tunggu...
Zulhamidi
Zulhamidi Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan; Analis; Kerja di bilangan jalan thamrin, senang traveling, adventur, membaca dan menulis

Senang menulis, karena menulis hakikatnya adalah menghimpun yang terserak dan mengabadikan maknanya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kampanye Gratis Lewat UN - Belajar dari Kasus Jokowi di UN

16 April 2014   10:35 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:37 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13976208821767321041

Ada sebuah  konsep yang menarik dalam dunia iklan, bahwa kalau mau iklan gratis, maka masuklah ke dalam buku pelajaran anak-anak sekolah, maka niscaya akan terekam kuat dalam benak rakyat indonesia.

Itu sebabnya banyak pihak yang berusaha menanamkan suatu brand image kepada anak-anak sekolah dengan harapan kelak brand tersebut akan melekat kuat hingga mereka dewasa kelak.

Lihat saja, bagaimana perusahaan besar sekelas Unilever dengan program gosok gigi dan cuci tangan dengan sabunnya menggarap anak sekolah, selain kampanye kesehatan tentu maksud lainnya adalah mencengkramkan kuat di benak para generasi muda akan brandnya.

Belum lagi iklan rokok yang mulai menyasar usia remaja, dengan harapan kelak mereka akan menjadi konsumen yang setia hingga usia tua mereka.

Nah, hal inilah yang tampaknya, dijadikan poin utama para oknum tertentu untuk memasukkan brain wash mereka ke dalam soal-soal UN.

Betapa tidak, biasanya soal-soal bahasa dalam UN lebih mengambil cerita kepahlawanan dan novel -novel legendaris, sekarang digunakan sebagai alat politik untuk mengangkat sosok tokoh politik tertentu dan menjatuhkan sosok yang lainnya.

hal ini sangat disayangkan bila terjadi dengan sengaja dan memiliki maksud di luar tujuan pendidikan itu sendiri. Tujuan ingin menanamkan suatu pencitraan, brand image, yang dalam terhadap suatu hal, maka itu akan memiliki dampak secara langsung maupun tidak langsung di masa yang akan datang.

apalagi kalau kita tahu, bahwa generasi anak sekolah umumnya sulit berpikir kritis dan cenderung menelan mentah-mentah masalah yang disodorkan kepada mereka.

Uniknya, kecenderungan penanaman brand image ini malah diabaikan oleh pemerinta untuk mensukseskan program-program pemerintahannya. Sebagaimana kita tahu, di zaman orde baru yang begitu sistematis dalam menanamkan pancasila, begitu banyak soal tentang pancasila yang masuk kedalam soal Ujian akhir anak sekolah. Begitupun program pemerintah seperti Gerakan Disiplin Nasional, Gerakan program Keluarga berencana yang begitu massif masuk kedalam kurikulum pendidikan nasional.

namun yang terjadi hari ini justru malah sebaliknya, pemerintah tidak bisa menyusun skala prioritas dalam penyusunan konten soal, dan justru terjebak ke dalam kepentingan sesaat dan mengabaikan kepentingan jangka panjang yang lebih strategis dan berdampak luas.

sungguh disayangkan bila ini terjadi, entah mungkin kita akan melihat sosok mafia hitam negeri ini menjadi pahlawan anak-anak sekolah karena mereka masuk ke dalam soal-soal UN nanti.

Salam

Zulhamidi, S.Pd

[caption id="attachment_331938" align="aligncenter" width="150" caption="Soal Jokowi di UN yang menjadi Kontroversi"][/caption]

Praktisi pendidikan, pengajar bimbel di Bekasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun