Kehadiran BPJS Kesehatan adalah bak terbitnya harapan baru dalam hidup mereka. Mereka dapat berobat, dan sambil berdoa, atas izin Tuhan mereka pun akhirnya boleh sembuh. Karena selama ini, dalam kenyataan hidup kita, siapapun dapat saja terkena sakit penyakit namun tidak semuanya dapat berobat dan bisa sembuh.Kemiskinan dan ketiadaan biaya adalah salah satu faktor utamanya. Sedangkan orang sakit yang berobat dan rajin ke dokter saja ada yang tidak sembuh, apalagi yang sama sekali tidak berobat dan tidak pernah pergi ke dokter.
Ada banyak kesaksian tentang betapa menolongnya program BPJS Kesehatan ini bagi pasien kurang mampu. Teman saya ada yang melakukan operasi kanker payudara dengan biaya yang amat fantastis untuk bisa ia bayar, sekitar 40-an juta. “Untung ada BPJS....semua biaya operasi ditanggung....saya senang banget,” katanya saat saya kunjungi. Ada juga kesaksian tentang seseorang yang adiknya kena penyakit ginjal dan tiap minggu harus menjalani cuci darah dua kali. Siapa yang tanggung biayanya? Ternyata BPJS Kesehatan. Kalau dihitung-hitung biaya untuk cuci darah sebulan itu sekitar 8 – 10 juta, mereka bayar BPJS Kesehatan hanya Rp. 180.000,- per bulan. Nah, peserta jangan lalu merasa karena membayar premi 180.000 per bulan maka dana itulah yang dipakai untuk membayar biaya cuci darah setiap bulannya. Itu tidak akan cukup kalau tidak ditanggung secara bersama-sama lewat prinsip kegotong-royongan tentunya.
Dalam kasus operasi kawan saya yang kena kanker payudara di atas , dengan biaya kurang lebih Rp. 40.000.000,- maka dana / iuran kegotong-royongannya secara ringkas dan sederhana dapat dihitung seperti ini:
Dalam perhitungan pengandaian saya, bila rata-rata peserta membayar iuran sebesar Rp. 80.000 per bulan, maka sebetulnya biaya operasi kawan saya itu ditanggung bersama oleh peserta lainnya yang tidak sakit dengan perhitungan sebagai berikut: Rp. 40.000.000 : Rp. 80.000 = 500 orang (peserta pembayar iuran). Jadi ada sejumlah 500 orang yang bergotong-royong membantu kawan saya tersebut melakukan operasi payudaranya. Tanpa ‘uluran tangan’ 500 orang tersebut bisa jadi kawan saya tidak akan sanggup membiayai operasi tersebut. Itulah sesungguhnya yang dimaksud dengan prinsip "gotongroyong" dalam Jaminan Sosial.
Bagi penderita yang dalam proses pengobatannya membutuhkan biaya besar, atau seperti kasus operasi payudara tadi, jangan lalu kemudian ia merasa bahwa biaya itu dapat tertutup hanya oleh karena membayar iuran sebesar misalnya Rp.80.000 per bulan. Tidak akan cukup. Semua biaya tersebut tertutupi karena ditanggung bersama oleh banyak orang yang menjadi peserta program BPJS Kesehatan ini, secara gotong-royong.
Dalam situs BPJS Kesehatan yang dapat di akses di sini: https://bpjs-kesehatan.go.id ada contoh biaya gotong royong yang diperlukan untuk biaya pengobatan seorang peserta yang menderita sakit. Sebagai contoh penggambaran, bahwa 1 pasien DBD dibiayai oleh 80 peserta sehat. 1 pasien kanker dibiayai oleh 1253 peserta sehat. Dengan bekerja secara gotong royong maka biaya pengobatan menjadi ringan, dan beban pasien menjadi berkurang.
Lalu bagaimana dengan mereka yang tidak sakit? Bagi peserta yang tidak pernah (baca: belum pernah) sakit, jangan lantas merasa bahwa iuran yang dibayarkan secara rutin itu adalah sia-sia (karena merasa tidak seperti kebanyakan asuransi swasta yang uangnya bisa diambil kembali kalau tidak digunakan). Jangan merasa seperti itu.
Kenapa saya bilang premi yang dibayarkan ke BPJS Kesehatan Anda tidak sia-sia? Karena iuran Anda itu di satu sisi boleh jadi adalah amal kepada mereka yang sakit, dan di sisi lain justru Anda harus bersyukur bahwa Anda diberikan kesehatan sehingga bukan Andalah yang sakit. Dan lagi, saat ini kalaupun Anda tidak sakit, belum tentu di kemudian hari Anda akan tetap sehat bukan? Sakit penyakit tidak akan pernah dapat kita prediksi datangnya. Bisa jadi hari ini Anda bergotong-royong menolong yang sakit, namun esok lusa Anda menderita sakit dan peserta lainlah yang bergotong-royong menolong Anda. Seperti itulah siklus sehat-sakit kita dalam kenyataan. Membayar iuran setiap bulan bukan merupakan kesia-siaan. Tidak ada yang sia-sia dalam hal menolong orang lain dan juga menolong diri sendiri.
Dalam sistem Jaminan Sosial Kesehatan ini berlakuapa yang saya istilahkan sebagai, “Semakin banyak tangan yang memberi semakin ringan beban, semakin banyak yang tertalangi.” Semakin banyak yang menjadi peserta BPJS Kesehatan, maka jelas akan semakin ringan dalam membiayai pengobatan dan perawatan bagi setiap warga masyarakat lain yang kebetulan mendapat ‘giliran’sakit. Bayangkan kalau di tahun 2019 nanti semua warga negara Indonesia sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan, menjadi ringanlah beban pengobatan gotong-royong bagi sesama kita warga negara yang menderita sakit.
Kesehatan memang semestinya menjadi privilege atau ‘hak istimewa’ setiap warga negara, tetapi kita wajib mendaftarkan diri dan ikut berperan aktif untuk mendapatkan hak istimewa tersebut. Oleh sebab itu maka setiap warga negara wajib mendaftarkan diri menjadi anggota program JKN – KIS BPJS Kesehatan. Mungkin kiasannya seperti itu.
Siapa Saja yang Bergotong Royong?