Bagi mereka yang tinggal di Provinsi Sumatera Selatan tentu sudah sangat akrab dengan jembatan yang satu ini. Ya, namanya Ampera. Jembatan yang membentang kokoh di atas sungai Musi ini punya panjang yang tak kalah hebat, yaitu 1117 meter dan sudah diresmikan pemakaiannya sejak tahun 1965. Sudah lumayan tua juga jembatan satu ini. Kemudian di Kalimantan Selatan ada jembatan Barito yang menghubungkan dua pinggiran sungai Barito. Panjang jembatan Barito tersebut adalah 1082 meter, lebarnya sekitar 10.37 meter. Membanggakan.
Itulah jembatan-jembatan yang panjangnya melebihi 1000 meter di Indonesia. Masih banyak deretan jembatan-jembatan lainnya, yang panjangnya berkisar diantara 600 – 900 meter. Tetap membanggakan.
Namun yang memiriskan adalah ini. Diantara begitu banyaknya jembatan besar, megah, dan membanggakan, kita jumpai banyaknya jembatan kecil, rapuh, rusak, tak terurus, dan sama sekali sudah tak berdaya menopang setiap orang yang melewatinya. Jembatan-jembatan ini saya sebut sebagai ‘jembatan tradisional’. Mereka bisa terbuat dari apa saja. Dari bambu, papan, kayu, tali, rantai, atau apa saja yang sekiranya dapat dipakai. Ada begitu banyak jembatan-jembatan yang membanggakan namun tak sedikit juga jembatan-jembatan yang memiriskan.
Jembatan-jembatan ini tentu saja tetaplah infrastruktur yang harus diperhatikan dan dibenahi, bukan diabaikan begitu saja atau sekedar dilirik asal tau saja “oooh seperti itu ya...”. Cuman sampai dilirik, tanpa pernah ada pembangunan atau pembaharuan. Coba bayangkan ada anak-anak sekolah dasar sampai sekolah menengah atas yang harus bergelantungan dan meniti jembatan ini, mempertaruhkan nyawa mereka demi pendidikan dan cita-cita yang terus mereka kejar. Pemerintah harus turun tangan menyambangi dan memperhatikan mereka, khususnya perhatian terhadap ‘infrastruktur kecil’ seperti itu. Ibu-ibu mau jualan ke pasar harus menyabung nyawa meniti jembatan yang sebetulnya sudah tak layak pakai. Infrastruktur harus dibangun dari pinggir sudah tepat, namun juga yang ‘tradisional’ harus lebih diperhatikan lagi. Jangan biarkan orang untuk menyambung hidup harus dengan jalan menyabung nyawa.
Jembatan-jembatan tradisional, jembatan bambu, jembatan kayu, jembatan tali, seperti yang dapat Anda lihat di bawah ini adalah realitas lapangan yang harus diselesaikan dan dibenahi. Infrastruktur tidak melulu bicara mega proyek, yang kecil-kecil begini juga kalau dibiarkan ya berbahaya dan bisa merongrong pembangunan. Bisa jadi di Indonesia ada ratusan atau ribuan jembatan tradisional seperti ini, yang mestinya semuanya didata dan lalu kemudian dibangun lebih layak lagi. Kepedulian terhadap jembatan-jembatan ini harus lebih ditingkatkan lagi. Jangan kita abai terhadap sesuatu karena terlihat hal itu sepele dan kecil di mata kita. Pembangunan infrastruktur yang merata dan adil adalah yang mencakup semuanya, bukan yang sekedar pilih-pilih sesuai selera saja. Membangun tidak cukup dari pinggiran saja, tetapi dari tempat-tempat yang benar-benar terpencil, yang aksesnya kurang banget.
Begitulah, langkah besar telah diayunkan, tetapi jangan pernah lupa terhadap yang kecil-kecil. Saya kembali tercenung dengan ujaran kawan saya yang bijak tadi itu. Oooh pantesan saja dia bisa bilang begitu, karena ternyata di kampungnya, yang juga adalah kampung saya, rupanya masih ada jembatan gantung yang tergantung-gantung tak berdaya karena bambu dan kayu penopangnya sudah amat keropos. Lalu, bagaimana bisa warga miskin di desa bisa mencapai mata air yang menyegarkan dan sumber kehidupan jikalau infrastrukturnya saja sudah tidak mendukung? Walahualam. ---Michael Sendow---
“If you are good at building bridges, you will never fall into the abyss!” ― Mehmet M
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H