Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kalau Ada yang Lain Kenapa Harus Pilih Ahok?

12 Juli 2016   13:14 Diperbarui: 12 Juli 2016   23:10 5159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pic Source: www.temanahok.com

Rasanya sudah bosan membahas tentang Ahok, ya nggak?  Ada yang bahkan sampai bilang begini, “Please deh...stop bicara dan menulis tentang Ahok, karena dunia ini isinya banyak hal lain, dan bukan melulu soal Ahok.” Tetapi rupanya bahasan tentang Ahok selalu saja enak dan menarik untuk dikunyah. Apapun itu. Saya terus terusan melihat adanya aliran tulisan mengenai Ahok. Baik yang mendukung maupun yang menuding. Yang menyukai maupun yang membenci. Pro dan kontra. Silih berganti.

Saya punya pendapat berbeda kali ini. Melihat gejolak yang terjadi di kiri – kanan, muka – belakang, maka ada baiknya kita berpikir sesuai logika saja dan beropini sejernih-jernihnya. Saya amat mendukung apa yang dikatakan oleh Ahok sendiri dalam banyak kesempatan, yaitu “Kalau ada yang lebih baik dari saya ya jangan pilih saya, rugi kamu...”

Iya benar itu. Anda lebih baik jangan pilih Ahok kalau ada yang lebih bagus dan lebih oke dari Ahok. Memang sudah seharusnya begitu. Ahok itu keterlaluan dalam banyak hal.

Dia seolah-olah tidak punya sopan santun, padahal sejarah mencatat Jakarta dibangun di atas dasar kesopansantunan. Dan sejarah yang sama juga mencatat, Jakarta digerogoti lantas kemudian hancur oleh kesopansantunan artifisial yang acap membungkus jiwa maling dan korup para pejabat. Nah loh...

Ahok itu semena-mena dan tidak adil...

Coba, bayangkan saja bila ada gubernur yang terlalu semena-mena kayak Ahok ini, ketika dibiarkan memimpin dalam jangka waktu lama, wah bisa hancur lebur Jakarta ini dibuatnya. Penduduk miskin pinggir sungai dipindahkannya begitu saja ke rumah-rumah susun, bisa apa mereka di situ nantinya? Disediakan TV dan segala fasilitas lagi, itu kan namanya terlalu memanjakan setiap warga  yang dipindah tersebut. Tidak boleh terjadi seperti itu.

Sudah buang-buang duit, menyakiti hati warga lagi. Mendingan biarkan saja mereka tinggal di pinggir sungai itu sampai ratusan tahun kemudian, kan yang rugi mereka sendiri, dan Anda akan ‘aman’ sentosa sebagai gubernur. Tak usah menebar rasa prikemanusiaan melihat kemiskinan dan penyakit yang membelengu mereka di pinggir sungai kotor itu. Jangan mau peduli. Pikirkan saja cara untuk tetap bisa duduk di singgasana DKI I.

Akhirnya apa? Semua pada ribut kan? Bukan hanya orang miskin yang dipindahkan itu yang ribut, justru orang-orang yang kaya raya dan banyak duitnya di senayan ikut pada ribut juga, entah demi apa. Media juga tak kalah sibuk. Penggusuran dibesar-besarkan, dan pemanusiaan warga-warga itu lalu kemudian dikecil-kecilkan.

Contohilah saja gubernur-gubernur terdahulu, atau juga yang ada di luar Jakarta sana. Mereka biar pun gusur kiri kanan tak pernah ada yang musingin dan usilin. Kenapa coba? Padahal rumah susun pun tak mereka sediakan. Itu adalah oleh karena mereka membangun komunikasi amat sangat baik dengan DPRD, meski kadang kala komunikasi itu tanpa suara. Komunikasi verbal / non verbal dengan para anggota dewan yang terhormat itu adalah kunci utama. Tidak boleh tidak.  Ahok justru miskin komunikasi dengan DPRD.

Padahal kan semua sudah mahfum, bahwasanya dalam dunia politik itu, komunikasi yang bakalan bikin segalanya mulus itu adalah berbicaralah lewat lembaran uang. Itu sangat efektif, bung! Kenapa Ahok tidak ikut arus saja. Jangan terlalu percaya diri untuk melawan arus di negeri ini. Di kota ini. Ini Indonesia. Ini Jakarta, kawan. Anda akan dilibas demi apapun kalau saja dengan gagah beraninya mencoba-coba untuk melawan arus. Ketika korupsi merajalela ya jangan dilawan, ikuti saja arus permainannya seperti apa. Kan dengan begitu jabatan, posisi, kemewahan serta kemegahan niscaya mudah dipertahankan.

Banyak yang bilang, Jakarta saat ini tidak butuh Ahok. Macet dan banjir kan tetap saja ada jadi ngapain juga Jakarta punya Gubernur sekelas Ahok? Walaupun memang, sungai dan selokan bersih. Taman kota ada dimana-mana. Indah dan bagus. Jalan-jalan kompleks perumahan diaspal tebal. Tetapi rupanya bukan itu yang diharapkan. Lalu gubernur seperti apa yang benar-benar dibutuhkan? Ada deh, yang penting bukan Ahok dah. Siapa saja, asal bukan Ahok. Maka jangan heran kalau nanti akan ada koalisi sejuta partai muncul demi ‘melawan’ Ahok.

Yang dibutuhkan adalah gubernur yang tidak pernah berusaha membuat jatah preman menjadi jatah resmi dan masuk ke kantong resmi pemprov. Mestinya tetap saja berlaku apa yang sudah sekian lama berlaku. Jatah preman masuk ke kantong-kantong pribadi supaya semua aman terkendali dan tak ada ribut-ribut disana-sini. Untuk apa pula harus ada perda atau peraturan lainnya di sana-sini yang ketat mengikat, dan membatasi orang untuk korupsi? Seorang anggota dewan yang terhormat sendiri sudah pernah bersuara bahwa korupsi itu adalah oli pembangunan. Jadi untuk apa dihalang-halangi dan dibatas-batasi. Itu bukan tugas seorang Gubernur.

Kenapa juga si Ahok ini harus mengawasi para PNS secara ketat. Ini tidak boleh terjadi, cara-cara seperti itu pasti keterlaluan dan sama sekali terlihat tidak simpatik. Ibarat menumpahkan minyak panas ke tubuh sendiri. Mereka tentu akan berontak, dan jangan salahkan mereka jikalau kelak semua mereka akan memusuhi Ahok. Bisa jadi tidak akan ada suara PNS yang diberikan untuk Ahok pada pilkada 2017 nanti.

Tetapi Anda toh malah memilih jalan untuk tidak disukai seperti itu, asalkan kepentingan warga terjaga, dan kedisiplinan pegawai terkedepankan. Ini nggak cocok untuk Jakarta, Pak Ahok. Saya penasaran, terbuat dari apa sih hati Anda itu? Percayalah, banyak PNS yang belum siap, jadi biarkan sajalah mereka bermalas-malasan dan tidak bekerja profesional dulu, yang terpenting Anda disukai dan dicintai mereka. Kan begitu. Kalau sudah dapat suara dan pilkada telah usai, ya sudah terserah saja mau diapain mereka semua. Sekarang waktunya untuk ngumpulin follower sebanyak-banyaknya.

Untuk apa pula Ahok melakukan perombakan besar-besaran dalam tata pemerintahan kota. Melelang jabatan. Merestrukturisasi birokrasi. Membuat berbagai macam layanan satu pintu yang terintegrasi. Membatasi bahkan berusaha menghilangkan pungli di sana sini. Aparat diawasi dan dikontrol kinerjanya. Pengembang dimintai kontribusi demi pembangunan infrastruktur Jakarta. Untuk apa semuanya itu? Toh Ahok sendiri tetap dihujat di sana sini kok. Sekali lagi, jangan coba-coba melawan arus. Namun sepertinya ia tetap keras kepala seperti biasanya, mau saja untuk tetap ‘berenang’ ke arah yang berlawanan, melawan arus bagaikan ikan Salmon, seakan tidak peduli komentar orang. Keterlaluan banget sih jadi orang.

Contoh lain. Jangan juga mengatasnamakan kepentingan warga miskin ketika dengan penuh segala kesadaran pemprov membeli Rumah Sakit Sumber Waras. Meski untuk tujuan mendirikan rumah sakit kanker yang terjangkau dan berkualitas bagi warga, toh ujung-ujungnya banyak pihak curiga dan terus menyerang Ahok dengan mempersoalkan pembelian Sumber Waras yang katanya bermasalah itu. Walau tentu ada begitu banyak argumen yang kurang waras, tetap saja Ahok itu yang dianggap salah. Apalagi jika ia kemudian terkesan bersikap ‘melawan’ BPK. Aduuuh, jangan coba-coba. KPK saja yang sudah menyatakan tidak ada tindak pidana korupsi dalam pembelian lahan itu tidak mempan. Luar biasa kan?

Lagi-lagi sangat perlu ditegaskan di sini, bahwa BPK itu adalah lembaga ‘pengganti’ Tuhan di republik ini. Apa yang mereka katakan dan temukan, semuanya itu ya dan amin. Final dan mengikat. Bahkan sampai hari kiamat datang sekalipun, maka keputusan mereka sudah bulat tak tergoyahkan, serempak tidak dapat diganggugugat oleh siapapun di negeri ini. Isinya lembaga itu bukan manusia biasa, mereka adalah manusia-manusia super yang auditnya tidak akan pernah salah. Bener. Bayangin saja kalau sampai kiamat keputusan mereka itu mengikat, berarti hanya setelah kiamat datang barulah ikatan itu bisa diputuskan. Luar biasa kan? Tentu saja! Ada kawan saya yang berseloroh, negeri kita mestinya punya Badan Pemeriksa Kemaluan. Katanya, tugas badan baru ini ya untuk memeriksa apakah seorang pejabat masih punya rasa malu atau nggak. (Integritas Ahok dan BPK)

Contoh lain lagi. Reklamasi itu keliru berat. Untuk apa Anda susah-susah berusaha menggolkan reklamasi kalau itu hanya sekedar akan memberi tambahan daratan buatan bagi kota Jakarta sehingga dapat dimanfaatkan untuk bermacam kebutuhan. Daerah yang dilakukan reklamasi menjadi aman terhadap erosi karena konstruksi pengaman sudah disiapkan sekuat mungkin untuk dapat menahan gempuran ombak laut. Berimbas juga kepada daerah yang ketinggianya dibawah permukaan air laut, sehingga nantinya bisa aman-aman saja terhadap banjir apabila di situ dibuatkan tembok penahan air laut di sepanjang pantai. Bilapun itu akan membuat tata lingkungan yang bagus dengan perletakan taman sesuai perencanaan, sehingga tentunya dapat berfungsi sebagai area rekreasi yang sangat memikat pengunjung. Menambah pendapatan daerah, menciptakan lapangan kerja baru, dan seterusnya. Percuma semuanya itu! Ahok tetap salah dalam hal ini. Bener.

Pokoknya apapun alasannya, bila reklamasi di pantai Jakarta berlanjut, maka Ahok yang salah. Meskipun sejarah mencatat reklamasi telah terjadi di seluruh dunia dan kini adalah sebuah keniscayaan. Jakarta sudah melakukan reklamasi sejak gubernur-gubernur sebelumnya. Tetap saja, dan percayalah, bahwa Ahoklah yang salah dan akan terus disalahkan. Jadi mending berpikir 1000 kali sebelum melangkah deh.Ini bukan seperti kiri kanan oke, tetapi maju kena mundur kena.

Semuanya itu adalah politik!

Sebaik dan sebagus apapun yang Ahok buat, maka ingatlah selalu, ia tetap saja tidak akan didukung dan disukai oleh orang-orang yang terlanjur membenci dan tidak menyukai Ahok. Sangat wajar. Di dunia politik kekinian, itulah yang lumrah dan acap terjadi. Garis kepentingan yang membentang dari satu bujur ke bujur yang lainnya tak pelak memecah-mecah arah dukungan.

Kebenaran tidak akan benar benar nyata dalam dunia politik. Ketika para politisi mengatakan sesuatu, maka dibalik kata-kata yang terlontar, dan dalam senyum yang terkembang, jelas sekali mereka mengharapkan sesuatu. Dan, sesuatu itu harus memberikan keuntungan bagi mereka. Apapun bentuknya. Itulah fakta gamblangnya. Tidak ada makan siang gratis. There is no such free lunch. Tidak ada. Padahal di kampung saya, masih banyak sekali tawaran dan undangan makan siang gratis loh.

Jauh sebelum kita semua lahir, Aristoteles sudah berkata begini, Politicians also have no leisure, because they are always aiming at something beyond political life itself, power and glory, or happiness.Nah, itu dia!

Lalu, pada akhirnya, meskipun Will Roger sudah pernah mengingatkan kita semua, bahwa ada harga yang harus dibayar bila menjadi seorang politisi, apalagi bila benar benar hendak berjalan di jalan yang lurus, tetap saja banyak yang lalai dalam bersikap dan gagap dalam menanggapi. Roger juga mengatakan bahwa politik itu sudah menjelma menjadi sangat berbiaya mahal, membutuhkan banyak sekali uang bahkan untuk mereka yang kalah sekalipun. Dalam setiap pemilukada, akan ada begitu banyak uang yang diperlukan, sekalipun oleh mereka-mereka yang sudah tau dan sudah pasti kalah. Luar biasa memang. Politics has become so expensive that it takes a lot of money even to be defeated.

Saya berharap, kalau ada yang lebih baik, lebih bagus, lebih terpercaya, lebih bijaksana dari Ahok maka tidak usah pilih Ahok. Kan beliau sendiri yang bilang, “Rugi kamu...”

Namun harapan saya tentu akan sia-sia bila belum ada sosok yang seperti Ahok. Mau tidak mau, suka tidak suka, terutama bagi mereka yang nggak suka dan amat sangat membenci Ahok, ya“.......’penderitaan’ kalian masih akan bertambah lagi 5 tahun...” Hahahaha. Bro, Politics is not a game. It is an earnest business, itu kata si Winston Churchill. Cheers to you all! ---Michael Sendow---

#Jakarta Tidak Banjir Lagi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun