Sambil mengeluarkan kantong kain yang ia bawa, berkatalah pria ini, “I want cash!”
Semua karyawan bank tertegun. Tidak ada yang bicara sampai salah satu dari antara mereka mulai angkat bicara. Dengan tenang dan kalem, ia lantas menjelaskan ke pria perampok tersebut bahwa permintaannya tidak dapat dipenuhi. Tidak mungkin dipenuhi. Oleh karena bank tersebut ternyata tidak menyimpan dan menyediakan uang cash. Tidak ada di brankas. Tidak juga di setiap laci teller. Tidak ada sama sekali. Ketika perampok tampak bingung dengan rasa penasaran mendalam, dia disuruh melihat ke poster yang ada di salah satu sudut yang menjelaskan: “cash-free” location. Manager bank lalu kemudian menjelaskan bahwa apa yang tertulis itu benar adanya. Perlahan-lahan perampok itu menurunkan senjatanya dan bersiap untuk keluar dari gedung itu. Sebelum dia beranjak keluar, dia tiba-tiba berbalik menghadap ke para teller dan bertanya, “Where else can I go?” Ke mana lagi saya bisa pergi (untuk mendapatkan uang cash)?
Sangat bisa jadi, opsi perampok ini untuk mendapatkan uang cash amat sangatlah terbatas. Mungkin orang ini tidak menyadari bahwa negaranya adalah salah satu yang paling depan mempromosikan dan mengusahakan cashless society, dan telah sangat siap memasuki pergeseran ekonomi dan sistem pembayaran dunia secara global (Global economic and financial shift). Sebagaimana lembaran-lembaran kertas mulai menghilang dari ruang-ruang kantor di seluruh dunia, maka demikian juga uang kertas (atau cash) ini mulai menghilang dari dunia keuangan modern.
Beberapa negara beradaptasi dengan keniscayaan ini lebih cepat dari negara lain. Swedia adalah yang paling moncer. Indonesia masih jauh di belakang. Amerika Serikat sudah setengah jalan, setidaknya dengan melihat apa yang disampaikan oleh Federal Reserve, bahwa orang Amerika menggunakan cash tinggal hanya 46 % saja dari semua transaksi yang mereka lakukan. Meledaknya digital finance platforms seperti Square card readers sampai kepada penggunaan jasa-jasa seperti Venmo, Apple Pay, Google Wallet, dan PayPal, menjadikan pembayaran begitu cepat dan mudah, secepat dan semudah mengirim sms. Jadi, sebetulnya cashless society cepat atau lambat akan benar-benar terjadi. Ia tak terelakkan.
Kembali ke Swedia. Negara ini memang sangat terlihat upaya dan usaha mereka menciptakan suatu masyarakat yang bebas cash. Penduduk mereka memang hanya sekitar 10 juta orang (lebih banyak penduduk Pulau Jawa), tetapi infrastruktur IT mereka sangatlah mutakhir dan luar biasa baik.
Menjadikan seluruh negeri dapat serta sanggup menjalankan percobaan sebuah sistem baru, atau melakukan pilot project untuk berbagai penemuan baru, dan lain sebagainya hanya dalam sehari. Dalam prosesnya, maka tak berlebihanlah bila kita mengatakan Swedia ini sebetulnya sudah menjelma menjadi sepotong semenanjung kecil masyarakat yang sangat terhubung, dan amat mutakhir.
Stockholm belum lama ini sudah mengumumkan bahwa mereka akan menjadi kota pertama di antara yang lainnya yang akan memiliki 5G mobile network pada tahun 2018 (Baca di sini: Stockholm Mobile 5G Network 2018). Negara ini juga sangat mungkin akan memiliki ultra-high-speed Internet pada tahun 2020 nanti.
Menariknya, lebih dari 350 tahun yang lalu, Swedia adalah negara Eropa pertama yang mencetak uang kertas dan mengedarkannya. Kini, bisa jadi mereka adalah negara pertama yang akan meniadakan dan memusnahkan uang kertas dari peredaran.
---Michael Sendow---
Source: finextra.com, computerweekly
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H