Untuk mempermudah kita supaya dalam diri kita tidak muncul penyakit darah tinggi akut, lantas menganggap anggota BPK tidak pernah salah. BPK sebagai lembaga itu harus kita hormati, tetapi ternyata toh anggota-anggota bahkan pemimpinnya ada yang tidak terhormat. Di bawah ini ada beberapa contoh sederhana.
Beberapa waktu yang lalu ada anggota BPK yang diperiksa bareskrim terkait kasus dugaan pemalsuan tanda tangan dan penyuapan (CNNIndonesia.com). Ada juga anggota BPK yang jadi tersangka karena kasus suap menyuap dan akhirnya mengundurkan diri. Mungkin Anda juga pernah baca berita tentang demo para mahasiswa di depan gedung BPK oleh karena dugaan korupsi yang dilakukan anggota BPK di Universitas pakuan Bogor. Yang paling ‘hot’ juga adalah ketika KPK menetapkan mantan ketua BPK Hadi Purnomo sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait permohonan keberatan pajak yang diajukan BCA. Masih ada lagi yang lain, yang masih sangat hangat yaitu tatkala Ketua BPK DKI dicopot dari jabatan setelah berseteru dengan Ahok dan dilaporkan ke Majelis Etik BPK. Entah apa alasan dicopot itu apa, yang pasti sedang aktif bertugas lalu dicopot tentu karena punya masalah. Sekarang juga Ketua BPK RI ternyata namanya ada dalam Panama Papers, yang tentu perlu dicermati dan diselidiki lebih lanjut karena bisa jadi ada upaya penggelapan pajak. Sungguh ironis. Inikah lembaga yang dibanggakan negeri ini? Jadi siapa bilang audit mereka akan selalu murni dan tanpa tendensi apapun. Belum tentu.
Kalau kita mau jujur, kenapa ada daerah yang mendapatkan WTP namun gubernur dan para pejabatnya ternyata korupsi dan harus masuk bui. Bagaimana cara ngauditnya? Salah satu contohnya di SUMUT, terima WTP eeeh Gubernur dan anggota-anggota DPRD-nya korupsi besar-besaran. Ada apa ini. Justru BPK harus berhati-hati kalau sampai ketahuan main mata dengan anggota dewan dan pejabat pemprov.
Pasal 16 ayat 4 UU No 15/2006 tentang BPK di situ tertera jelas sumpah atau janji anggota BPK. Semoga itu memang sudah dibaca baik-baik dan diamini sepenuh-penuhnya. Selanjutnya pada pasal 28 ada larangan untuk anggota BPK. Apa larangan itu? Ini menarik. Larangan itu antara lain pada poin a) menyebutkan bahwa anggota BPK dilarang memperlambat atau tuidak melaporkan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana kepada instansi berwenang.
Lalu kenapa ini kemudian menjadi menarik? Adalah oleh karena mereka melaporkan dengan segera hasil audit pemprov DKI yang nyata-nyata belum tentu ada pelanggaran pidana, tetapi kenapa daerah lain yang seperti SUMUT ini yang terang-terangan ada pelanggaran tidak dilaporkan? Kalau ada temuan dan tidak dilaporkan BERARTI mereka menyalahi aturan main pasal 28 tersebut. Namun kalau berdalih tidak ada temuan padahal jelas-jelas sekarang KPK temukan temuan tersebut berarti audit BPK ngaco. Wajar saja kalau audit yang seperti ini juga oleh Ahok dikatakan ngaco.
Kredibilitas, Integritas, dan Independensi BPK
Ketika memilih anggota BPK rupa-rupanya tidak ada proses checks and balances antara lembaga legislatif dan eksekutif. Ini tentu lari dari kenyataan pemilihan pejabat negara lainnya dimana ada keterlibatan Presiden (pemerintah) dan DPR.
Nah, berdasarkan konstitusi, pemilihan anggota BPK merupakan kewenangan DPR. Itu sudah jelas diatur dalam pasal 23 F UUD 1945 yaitu bahwa anggota BPK dipilih oleh DPR dengan mempertimbangkan masukan DPD. Ini yang menurut saya yang membuat kredibilitas, integritas dan kapabilitas anggota BPK bisa dipertanyakan.
Sebelum-sebelumnya kan umpamanya sesuai ketentuan UU No 17 tahun 65 tentang pembentukan BPK jelas terlihat kewenangan itu ada pada Presiden. Kemudian juga dipertegas dengan sedikit perubahan pada UU No 5 tahun 1973 tentang BPK. Saat itu sudah mulai melibatkan DPR. Tetapi entah mengapa kewenangan Presiden lalu kemudian beralih sepenuhnya ke DPR setelah ditetapkan UU No 15 tahun 2006 tentang BPK.
Jadi Anda nilai sendiri saja, dengan kualitas DPR kita yang seperti ini, apa mampu mereka pilih orang-orang jujur, kredibel, punya kapabilitas sebagai anggota BPK. Mudah-mudahan mereka mampu sih. Saya pesimis. Melihat banyaknya anggota DPR yangpat gulipat, menyukai permainan suap, dan sangat senang menerima uang korup tentu menjadi amat wajar rasa pesimistis saya ini.
Apakah setelah DPR memilih (siapapun yang mereka suka) sebagai anggota dan pimpinan BPK lalu lembaga ini akan bebas dipolitisasi? Entahlah. Anda saja yang jawab. Politisasi lembaga sekelas BPK ini mestinya tidak boleh terjadi. BPK harus menjadi sebuah lembaga mandiri (independen) dan bebas dari intervensi siapapun, termasuk bila ada kemungkinan hasil audit titipan (miasalnya saja lho).