[caption caption="Ilustrasi: Michael/Kompasiana"][/caption]Saya setuju dan sepakat! Namun itu tidak mudah. Itu juga tidak serta merta dapat dipukul rata ke apapun yang (bisa jadi) kita anggap sebagai sebuah bentuk plagiat. Bagaimana bila umpamanya ada sebuah judul tulisan yang hampir sama atau bahkan sama persis? 'Who cares' kata orang Amerika.
Sejak jaman dulu, ketika bahkan Kompasiana masih bayi, masalah plagiarisme sudah kadung menjadi 'hot news' di rumah sehat ini. Masalah ini timbul tenggelam bagaikan tanpa akhir. Memang ini pokok bahasan enak untuk dikunyah barangkali yah?
Plagiarism atau plagiasi berasal dari bahasa latin "Plagiarius" yang berarti penculik atau "Plagium" yang berarti menculik. Plagiator adalah pelakunya. Plagiasi dapat diartikan sebagai mencuri karya orang lain dan mengakui sebagai miliknya. Namun kegiatan ini semakin meluas maknanya dan mendapat sorotan tajam dalam hal apapun.
Saya menuliskan pendapat saya tentang "persamaan" dan "plagiat murni" bertahun-tahun silam di rumah sehat ini, dapat dibaca di sini: Plagiat atau kesamaan belaka?
Di Kompasiana, plagiarisme susah dibendung apalagi diberangus. Oleh karenanya hanya dengan kesadaran Kompasianer sendirilah, yang memungkinkan hal itu untuk tidak terus terjadi. Maka, benteng pertahanan melawan ‘budaya plagiarisme’ secara utuh bukan melulu ada di pihak admin kompasiana melainkan di tangan setiap penulis.
Ada dua kelompok berseberangan dalam menilai plagiarisme. Ada yang mengatakan begini, bahwa di planet ini tidak ada satupun yang luput dari plagiarisme. Silakan cari saja kalau ada. Siapa menemukan apa. Apa ditemukan oleh siapa, lalu kemudian ada yang mengaku bahwa penemuan itu sudah ada sebelumnya. Ini menulis itu, dan yang itu ditulis oleh si anu, eh ternyata anunya yang lain sudah terlebih dahulu menulisnya, dan seterusnya dan sebagainya.
Hemat kata, di bawah kolong langit ini semua tindakan bisa dianggap sebagai bentuk-bentuk plagiasi? Baik secara halus tak kentara maupun yang terang benderang kentara banget (bahkan ada yang kebangetan). Kelompok ini mengatakan bahwa Kita tidak lahir dengan pengetahuan, kita mesti belajar dari dunia luar, dunia sekitar untuk memperolehnya, itupun adalah tindakan plagiasi. Setiap kata, setiap frase, bahkan setiap 'tarikan nafas' kita adalah plagiasi. Anda kurang percaya, silakan telusuri di google. Manusia di muka bumi ini sudah menyentuh angka 7 miliar, demikian pulalah plagiasi menjadi amat lumrah dan niscaya tak terelakkan, apapun bentuknya itu. Gampangkah membuktikan semua itu? Tentu tidak.
Kelompok satunya lagi bersikukuh bahwa plagiasi adalah 'dosa' besar. Dan, oleh karenanya, dosa itu harus dibasmi sampai ke akar-akarnya. Plagiasi dapat ditelusuri, ditelaah, diperiksa seksama, lalu 'diadili'. Ia tidak layak hidup di dunia ini, apalagi dalam dunia kepenulisan. They don't deserve any room here. Not even a tiny room. Pokoknya, basmi tuntas tas tas tas! Tidak boleh ada tawar menawar. Jangan ada yang coba-coba membelanya. No way!
Saya tidak hendak membahas kelompok mana yang paling benar. Sebab menurut Saya kedua-duanya ada benarnya, tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. Yang jelas bagi Saya, bentuk kesamaan gaya bertutur dalam menulis (similarity of writing’s style), kesamaan ide (similarity of idea) atau kesamaan karakteristik menulis (similarity of characteristic) adalah BUKAN suatu bentuk plagiasi. Demikian juga kemiripan sebuah judul tulisan.
Untuk mempermudah, ambil contoh ketika saya sedang menulis skripsi kala itu, lalu di kemudian waktu secara tidak terduga saya dipanggil sekertaris Lab. Manajemen di fakultas Saya. Kepala lab menunjukkan sesuatu yang mau tidak mau membelalakkan mata saya, bagaimana mungkin ada judul skirpsi yang sama persis dengan apa yang sudah saya ajukan. Kita tidak saling kenal, dan tidak saling tahu. Lalu kemudian siapa sebetulnya yang dapat dikatakan memplagiasi siapa? Tidak ada.
Saya juga pernah punya pengalaman yang benar-benar unik. Kala itu Saya masih bekerja di suatu perusahaan di negeri Paman Sam. Nah, kala itu saya sempat menggelontorkan ide yang intinya begini, yaitu bagaimana kalau seandainya semua perusahaan raksasa di dunia internet dan computer seperti Google, Yahoo, Microsoft, IBM, dan sebagainya itu bersatu padu menggalang dana yang super dahsyat untuk lalu kemudian dipergunakan mengentaskan kemiskinan. Fight against poverty.
Seminggu kemudian saya mendapat email yang hampir membuat saya kaget. Isi ide saya di-claim oleh seseorang dari Swedia yang mengatakan dia juga menulis ide yang sama persis! Saya jelaskan singkat, ide bisa saja sama, bung! Terus kenapa? Nothing wrong with it. Toh dunia tidak selebar daun belimbing. Itu.
Tulisan inipun saya anggap, secara jujur saya akui, adalah 'plagiasi'. Entah dari mana saya memperolehnya namun ini adalah plagiat adanya hehehe. Utamanya saya memplagiasi tulisan ini dari pikiran saya. Cinta datang dari pandangan mata bukan? Dari mata turun ke hati. Ide datang dari mata saya juga, dari apa yang saya baca dan lihat, lalu ia turun ke dalam hati, dan terus turun ke tangan yang kemudian mengerakkan jemari ini untuk ketak ketik ketuk.... lantas lahirlah sebuah tulisan aneh bin ajaib seperti ini. Siapa nyana tulisan ini terlahir melalui proses yang seperti itu. Yang pasti, tulisan ini tidak lahir oleh karena "bisikan imaginasi roh sesat penunggu makam".
Frasa itu tiba-tiba saja menggelinding dalam benak saya, tidak sekalipun saya cek di Google, atau belum saya cek sampai saat ini. Coba dicek apakah sudah pernah ada atau belum? Kalaupun sudah, apa saya dapat dikatakan memplagiat seseorang? Padahal kalimat itu terlahir secara spontan, tanpa embel-embel lain. Gila ya? Hehehe... jangan sampai gila beneran deh.
Itu bukan plagiasi. Percaya deh. Sebab ini tidak akan berujung dan susah membuktikan bahwa kita lebih orisinal dari yang lain bukan? Kalau demikian, apa bentuk plagiat yang murni tindakan plagiasi dan harus kita musnahkan dari muka bumi dunia kepenulisan? Itulah yang Saya istilahkan dengan sebutan “Naked Plagiarism”. Plagiat telanjang bulat inilah yang harus kita basmi.
Plagiat Telanjang (Naked Plagiarism) ini adalah suatu bentuk plagiasi paling sederhana, pembuatnya sangat amat malas dan paling kentara. Jalan pintas paling mudah yang menghalalkan segala cara. Itulah Copy+Paste. Hanya mencomot dari sumber berbeda dan memasangnya disini, lalu membubuhkan namanya sebagai penulisnya, membuang nama orang yang sesungguhnya penulis asli tulisan tersebut. Tidak butuh sekolah untuk melakukannya dan hanya butuh tak lebih dari 10 menit untuk mewujudkannya.
Ada lagi tingkatan dibawahnya yaitu Plagiat Setengah Telanjang (Semi Naked Plagiarism). Bentuknya sama saja Copy+Paste / salin penuh, tapi dengan sedikit perubahan dan bumbu kiri-kanan, tapi 80% hasil copy. Ini juga yang paling banyak beredar. Seperti beberapa kasus di Kompasiana ini, dimana tulisan-tulisan top markotop di sini, diambil seseorang lalu diubah dikit-dikit dan dipajang di blog lain tanpa sama sekali menyertakan nama kompasianernya pun juga nama Kompasiana. Ada juga yang memuatnya di koran-koran cetak lokal. Ini luar biasa cari gampang tentu saja.
Tulisan saya juga pernah di-semi naked-kan. Waktu itu saya dapati tulisan saya tentang “New York Kota Sejuta Pengemis” yang dirilis sebuah Majalah IndoUsa ternyata, tak lama berselang, eeh tulisan itu di muat juga di majalah lain. Isinya sama persis sampai titik-komanya. Kreatifitas sang pembajak tulisan hanyalah sekitar 5%, yaitu mengganti nama kota serta pelaku peristiwa.
Akhirnya, daripada saya berpanjang lebar menulis, sampai tangan ini terasa gatal-gatal, mulut seakan mulai berbusa, dan kepala puyeng. Saya ambil jalan pinggir saja untuk menyudahinya. Mudah-mudahan ada hikmah yang dapat kita petik, sambil meresapi apa yang dikatakan oleh Criss Jami, “When you have wit of your own, it's a pleasure to credit other people for theirs.”
Kita pelan-pelan sama-sama berjuang, lalu berperan memberantas plagiarisme. Tetapi jangan juga terlalu buru-buru dan cepat-cepat mengambil tindakan serta memberi penilaian. Orang Jawa bilang "ojo kesusu". Orang Manado bilang "ndak usah capat-capat kwa". Santai saja. Di Kompasiana ini kita sama-sama belajar kok. Marilah kita belajar untuk menghargai hasil karya orang lain, dan serempak marilah kita tidak terlalu cepat menjudge seseorang adalah plagiator. Kalau tujuannya untuk sebuah kebaikan, then why not? Iya toh?
---Michael Sendow---
“When a thing has been said and said well, have no scruple. Take it and copy it.” ― Anatole France
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H