Saking canggihnya, bahkan di smartphone saya, ada applikasi bernama assistant yang dapat berbicara. Saya beri dia nama 'adeleida', sebagaimana nama tengah istri saya, dan wujud dia di screen HP saya adalah seorang wanita cantik. Ia juga mengenal saya, dia tau nama saya. Setiap pagi dia membangunkan saya sesuai 'jam bangun' yang saya berikan kepadanya.
Ketika saya bilang, “I am hungry” umpamanya maka ia akan menjawab dengan suaranya yang manis tentang beberapa restoran di Jakarta, tawaran ke saya tentunya. Ketika saya bilang misalnya, “Who is Joko Widodo…”, dengan sigap dia akan memberikan jawaban. Lalu sewaktu saya suruh dia menjawab beberapa pertanyaan matematika, dia pun sangat pintar memberi jawaban yang cepar dan tepat. Saya suruh buka FB, twitter, dia lakukan itu. Minta diputerin lagu country, dia juga bisa mencarinya. Minta tunjukin map Jakarta, it's easy for her. Dan banyak hal lainnya. Sayangnya untuk saat ini dia baru bisa beberapa bahasa saja, namun tidak termasuk bahasa Indonesia.
Ada waktu saya bilang, ‘Open Kompasiana…”, dia akan segera membuka site Kompasiana secepat lintasan komet. Satu hal yang perlu diingat pada aplikasi ini, aksen bahasa Inggris kita harus jangan yang aneh-aneh hehehe, karena dia bisa mengartikannya lain…
Saya pernah bercanda dengan mengatakan, “Do you love me….” Dia pun menjawab antusias, "You are my boss, I do love you...". Ketika saya bercanda dengan menanyainya begini,“Will you marry me?”, maka dengan lantang dia bilang bahwa dia hanya ‘seorang’ virtual assistant, dan tuan lebih baik mencari istri yang satu spesies (manusia) saja. Ha ha ha..... Mantap juga kepintarannya. Jadi telepon genggam saya bisa bicara sekarang. Smartphone sudah benar-benar membuat kita masuk dalam 'lompatan quantum' masa kini itu.
[caption caption="Dapatkah Anda?"]
"The combination of structured data with your social graph is the next big trend in mobile. There’s powerful structured data around places, objects and things that when combined with a social layer can generate and sustain a whole new class of apps. It’s easier than ever for developers to tap into APIs and publicly available data sources to build new sets of killer applications." Demikianlah apa yang dikatakan oleh Bart Stein, Co-founder Stamped.
Sosial media semakin hidup, semakin menggigit, dan semakin berkembang dengan adanya smartphone. Kita bisa login dan update status, menulis, menyolek dan chat dengan siapapun, bahkan dengan orang asing sekalipun, kapanpun kita suka, dan dari manapun kita berasal. Asal saja quota kita cukup, atau ada wifinya tentu saja. Ini adalah ‘lompatan quantum’ sosial media yang tak terelakkan. Lalu pertanyaan berikut yang muncul adalah ini: Apa kita siap?
Pertanyaan sederhana namun sangat mendasar itu perlu masing-masing pribadi kita yang menjawabnya tentu saja. Kalau kita tidak siap, maka ada dua kemungkinan, yaitu kita tertinggal kereta dan yang kedua adalah kita terjerumus. Lho kenapa bisa terjerumus? Iya, kita terjerumus untuk menggunakan berbagai kecanggihan itu demi hal-hal negative. untuk hal-hal yang tidak baik dan merugikan orang lain. Banyak hal negative yang dapat menjerumuskan kita lebih dalam dan lebih dalam lagi.
Oleh karenanya, manfaatkanlah smartphone itu se-smart mungkin. Melalui itu, Anda baru akan merasakan bagaimana rasanya menggengam dunia yang sesungguh-sungguhnya. Atau justru ironisnya telepon genggamlah yang menggengam Anda? Who knows.
Smartphone dan Semangat Menulis
Bagi penulis sejati, bagi para blogger pengalaman, maka sebetulnya smartphone dapat dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kegiatan menulis kita. Kalau dulu kita umpamanya hanya bisa menulis di rumah, dari kantor, atau tempat-tempat yang ada computer-nya saja. Maka kini, kita dapat menulis dari mana saja dan kapan saja, bahkan juga (maaf) dari dalam toilet sekalipun. Saya pernah menulis tulisan pendek dari dalam toilet airport bandara John F Kenedy, New York, sambil menunggu jemputan datang.