Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Opini Menyesatkan Teror Rekayasa

17 Januari 2016   17:53 Diperbarui: 18 Januari 2016   10:14 3059
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Teror Bom Sarinah (Pic Source: Kompas.print)"][/caption]

Di beberapa tulisan blogger, begitu juga dengan beberapa status FB, serta kicauan beberapa pemilik akun twitter menurut saya sungguh amat tendensius dan bodoh. Maaf saja, tetapi memang itulah yang saya lihat. Rupanya, “kebodohan” bukan hanya milik orang orang bodoh tetapi juga milik mereka yang katanya pandai, cerdas, dan pernah mengenyam bangku sekolah setinggi langit.

Betapa tidak, di saat kita lagi diteror para teroris, dan ada korban jiwa. Hanya beberapa saat berselang ledakan bom dan aksi bak jagoan neon si teroris busuk itu, malah mereka meluncurkan status pun opini sesat yang langsung menjadi viral. Very stupid dan tidak berprikemanusiaan sama sekali.

Ada status FB yang meskipun disampaikan dengan kalimat bertanya, namun seakan hendak mengarahkan pikiran pembaca bahwa aksi dibalik teror ini adalah “ulah” pemerintah. Bahkan ada saya baca begini, menurut orang orang “sangat Pinter” itu bahwa polisi juga turut “bermain” dalam teror ini. Bukannya menulis sesuatu yang positif, juga mengutuk sepak terjang para teroris, ini malah menyebar opini sesat dan tidak berdasar fakta dan data.

Para penggemar teori konspirasi tingkat akut ini sangat senang meniup niup terompet kebencian terhadap pemerintah dengan cara cara tak wajar dan tak jujur. Mereka lebih senang hidup dalam kubangan kebencian daripada menatap hari esok yang cerah. Sungguh perlu dikasihani orang orang seperti ini. Apa bukti bahwa pemerintah dan polisi merekayasa teror ini. Sungguh keterlaluan kalau ternyata kesimpulan dibuat berdasarkan imaginasi, mimpi, dan kira kira saja.

Kalau seandainya Anda memang hebat dalam hal itu, lantas kenapa bukan Anda saja yang jadi kepala BIN? Bayangkan saja berapa banyak racun dan kebohongan yang Anda tebar sehingga orang banyak yang bisa jadi tidak sepintar Anda lalu kemudian mereka itu percaya begitu saja segala opini menyesatkan tersebut? Memang mengkritisi dan memfitnah itu beda tipis. Tetapi dalam hal ini mestinya kalian bisa sedikit lebih bijak. 

Contoh kecil lainnya. Kalian bilang bahwa pemerintah menunggangi atau bahkan merekayasa teror ini sebagai pengalih isu semata. Dasar tumpul. Apa dasarnya coba? Masalah devestasi saham? Kan setiap 90 hari akan dievaluasi dan diperiksa, lalu apa urgensinya hal ini harus ditutup tutupi. Apakah tiap 90 hari harus ada teror bom supaya isu teralihkan?

Ada juga seorang facebooker, mantan kompasianer yang berimaginasi tingkat dewa bahwa teror ini direkayasa oleh karena sudah menghebohnya kasus si Damayanti itu lho. Terlalu kerdil cara analisa seperti itu. Sosok Damayanti yang nggak terkenal, saya saja baru tau kalo ada manusia bernama siapalah itu hanya belakangan ini. Kok mesti dialiisukan? Ndak penting penting amat. Ngapain juga menutupi kasusnya dengan mengambil resiko besar membuat rekayasa teror? Kalau mungkin Jokowi yang diperiksa KPK barulah imaginasi konspirasi rekayasa itu menjadi sedikit masuk akal. Iya, sedikit masuk akal. Lha ini?

Atau kalau mau lebih berandai andai, berimaginasi lebih luas lagi, kenapa nggak dibalik-balik saja seenak-enaknya. Bahwa umpamanya teror ini direkayasa oleh DPR misalnya, karena mereka hendak menutupi banyak hal, termasuk mengalihkan isu Setya yang sudah di ujung tanduk mau masuk bui. Dan juga, karena si Fahri sudah dikuliti habis habisan oleh KPK maka isu harus segera dialihkan. Kenapa tidak begitu? Atau kita bisa menggunakan anasir politik apapun.

Atau kita berimaginasi lebih jauh lagi, bahwa teror ini direkayasa oleh pelaku pembunuhan lewat kopi yang ditaroh sianida, di Mall Grand Indonesia. Karena kan kalau alasan pemberitaan yang tiba-tiba teralihkan, ya akan banyak pemberitaan teralihkan oleh sebab adanya peristiwa teror ini. Namanya saja media. Jadi lucu kalau cara berpikirnya seperti itu. Sungguh.

Semua itu tentu menyesatkan. Makanya stop beropini sesat dan menyesatkan. Karena apa? Karena Anda sendirilah juga yang akan menanggung akibatnya.

Bisa jadi teroris justru yang menunggangi dan mengambil kesempatan melakukan teror di saat bangsa ini lagi punya banyak masalah. Di saat banyak kasus sementara mengemuka. Supaya apa? Ya supaya akan bermunculan opini yang menyalahkan pemerintah. Menuding pemerintah merekayasa, dan sebagainya. Kalau itu yang terjadi maka teror merekapun berhasil tentunya. Itulah yang diinginkan para teroris. Sementara kita semua saling curiga. Saling tuduh, dan saling ejek, mereka asik tertawa sambil menyiapkan aksi teror selanjutnya.

Untungnya aksi mereka gagal. Mungkin pertama kali dalam sejarah gerakan terorisme, terorisnya lebih banyak yang mati daripada yang diteror. Baguslah tentunya. Supaya mereka sadar dengan siapa mereka berhadapan?

Mereka berhadapan dengan manusia manusia yang tidak takut mati. Mereka mereka yang hidupnya sudah selalu “bersenggama” dengan teror setiap hari. Teror siap mati karena kelaparan. Tetor siap mati karena kemiskinan. Teror siap mati karena ditabrak di jalan umum. Teror siap mati dibacok, dipotong, dan diracun. Teror kematian sudah sangat lama menghantui banyak jiwa di Jakarta ini. Nah, “Ini Jakarta bung, tiada lagi yang harus kami takuti karena semua sudah kami jalani dan rasakan…..”

Akhirnya, mari kita lawan segala bentuk teror secara kolektive. Terorisme adalah musuh kita semua. Musuh bangsa dan musuh peradaban. Kecuali Anda tidak berkebangsaan dan tidak beradab maka silakan cintai terorisme itu dengan segenap hatimu dan dengan segenap akal budimu.

Kita memang harus “radikal” dalam mempertahankan iman kita. Dan menurut saya, keradikalan yang positif itu ada. Kalau kita radikal terhadap apa yang kita yakini dan amini maka kita harus siap mati. Jihad atas keimanan kita. Bagaimana bisa?

Kita harus siap mati dibunuh demi mempertahankan iman dan keyakinan kita (itu positif), bukan sebaliknya bahwa kita rela membunuh orang lain demi keyakinan dan keimanan kita.

Teroris itu lain. Mereka tega membunuh demi apa yang mereka yakini dan amini. Mereka harus ditangkal dan dilawan. “Membela” teroris dengan cara tak langsung, yaitu menimpakan kesalahan dan tidakan teror dengan mengatakannya sebagai rekayasa pemerintah tentu sangat tak elok. Seakan Anda mencari cari dalih untuk membenarkan teror tersebut. Jangan! // Michael Sendow//

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun