Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berpaling Dari Ruang Casino

20 Desember 2015   23:23 Diperbarui: 21 Desember 2015   00:39 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Amerika adalah negara yang berkelimpahan "susu dan madu". Lalu kemudian New York menawarkan segalanya. Very good! Apa yang Anda cari dapat ditemui. Sementara itu kota Manhattan menghadirkan kilauan barang-barang branded bagi kaum terpelajar dan yang kantongnya penuh uang.

Nah, saya punya beberapa pengalaman nyata yang telah menampar sisi kamanusiaan saya begitu rupa,  secara telak. Dan hal ini, kelak yang membuat saya dikemudian hari harus kembali mereview perjalanan hidup saya berulang-ulang, sampai pada suatu titik yang sungguh berbekas dalam hati. Tak pelak, ini jugalah yang akhirnya mengubah banyak hal dalam hidup saya, termasuk tentang cara pandang saya memaknai tujuan hidup yang sesungguhnya.

Kalau New York dan Manhattan menawarkan banyak hal luar biasa, maka bagi saya pribadi, kota pinggir pantai  Atlantic City tetaplah menjadi pilihan utama dan 'surga' saya selama bertahun-tahun.

Seperti yang sudah pernah saya tuliskan lama sebelumnya, bahwa Atlantic City (AC) di NJ adalah tempat gambling nomor dua 'terlaris' di Amerika setelah Las Vegas tentunya. Bagi saya tempat ini ajaib.

Di dalam gedung-gedung bertingkat seperti Taj Mahal punyanya Donald Trump, juga Ceaser Palace dimana pertandingan tinju tingkat dunia sering diadakan, termasuk ketika masa jayanya Mike Tyson, di sana itu hadir berbagai macam ragam casino kelas atas sampai kelas kuli. Menawarkan segala macam daya tarik magis yang membuat siapapun yang berani masuk bakalan lupa keluar. 

Ruang-ruang casino megah itu seakan sengaja dibangun tanpa  jendela, juimlah pintunya sedikit, dan tidak ada jamnya. Supaya apa? Sangat bisa jadi supaya yang datang bermain lupa waktu dan lupa pulang, lalu terus menyetorkan pundi-pundi dolar mereka seakan tanpa batas.

Saya menjadi 'pelanggan setia' tempat-tempat ini selama dua tahun pertama. Menjadikan hidup saya seakan bergelimang kebahagiaan, serempak merasakan penghargaan amat tinggi, padahal sama sekali tidak. Semuanya itu semu belaka.

Saya menghamburkan ratusan dolar dalam semalam. Pernah beberapa hari tidak pulang, bersama kawan-kawan yang lain kita terus 'berburu' kemenangan. Mengadu keberuntungan di jalan yang (ternyata) salah. Begitu seterusnya. Brain washed itu ternyata memang nyata adanya.

Jujur ini adalah manifestasi kebiasaan mempelajari hal baru secara serampangan. Saya yang tadinya coba-coba akhirnya ketagihan.

 Tamparan Sisi Kemanusiaan

Semenjak bergaul di lingkungan yang salah, saya menjadi begitu tertutup untuk mengambil peran pada kegiatan sosial dan kemanusiaan. Saya tidak mau tau lagi, yang penting enjoy. Take good care your own bussiness.

Hingga tibalah pada suatu saat dimana saya tak bisa menolak. Oleh perkumpulan sekampung saya 'dipaksa', mereka itu  mengajak saya untuk bergabung dalam organisasi yang mereka bentuk.

Lambat laun saya mulai aktif, dan eh ternyata malah menjadi keasyikan. Kegiatan ke Atlantic City masih jalan terus namun sudah mulai jarang. Saya sudahj menemukan 'ladang' baru.

Saya punya tekad, yang lama sudah berlalu dan yang baru sudah datang. I was blind but now I see!

Di suatu sore organisasi ini ada perkunjungan orang sakit di daerah Avenel, saya diminta ikut. Mulanya enggan dan malas untuk ikut sih, tapi akhirnya pergi juga. Itu oleh karena orang yang sakit saya kenal. 

Kami pun berangkat. Masuk ke ruangan sempit itu, ada  seorang kakek renta yang lagi terbaring sakit. Saya sungguh terenyuh. Opa ini terbaring tinggal kulit bungkus tulang. Di meja kecil dekat tempat tidur ada beberapa kue kecil yang sudah dikerubuti semut. Ada sepiring nasi tanpa lauk. Ia tidak punya keluarga lain yang tinggal serumah. Saya sebetulnya kenal dekat si opa ini, tapi tak pernah punya waktu lagi mengunjunginya.

Kita lalu berbincang-bincang dan menghibur opa. Apalagi ia sudah terlihat begitu lemah, dan jelas menderita.

Opa lalu berkata dengan suara parau serta lirih, "Saya sudah terbiasa seperti ini. Bagi saya, apapun dalam hidup ini harus saya syukuri." Ternyata, kota megah ini tidak sepenuhnya memberi 'susu dan madu' baginya. Namun apapun itu, ia toh tetap mensyukurinya.

Saya merasa seperti ditampar keras. Orang yang 'satu kampung' hidup seperti ini lalu ada dimana saya? Saya membuang-buang duit di casino. Tanpa pernah mengucap syukur atas nikmat yang sudah Tuhan berikan.

Saya benar-benar merasa menjadi orang yang tidak bersyukur, dan tidak tau diri. Besoknya saya berikan setengah gaji saya ke opa yang sakit itu. Saya ikhlas. Apalagi mengingat sewaktu saya belum mengenal New York, Opa inilah yang banyak membantu saya. 

Saya juga mulai rajin mengunjunginya. Ada saat dimana nurani saya benar-benar berontak, bahwa ada banyak hal besar yang sesungguhnya  dapat saya lakukan untuk orang lain, daripada sekedar menghabiskannya di ruang-ruang casino. Someday you'll do better than you ever imagine. Saya percaya kata hati saya.

Ada istilah dalam Bahasa Inggris bilang begini;  monkeys see, monkeys do. Ini menunjukkan betapa hebatnya pengaruh teladan apa yang sekiranya mau kita tunjukkan supaya orang lain meneladani kita. Karena kenapa? Karena orang lain lebih melihat perbuatan kita daripada perkataan kita.

Satu tindakan nyata jauh lebih berarti daripada seribu ucapan-ucapan 'kosong'.

Akhirnya, saya sangayt bersyukur saya bisa mengubah diri, dan memilih jalan hidup yang sesungguhnya. Maka, tak berapa lama setelah itu, saya kemudian mencetuskan dan memprakarsai berdirinya Kerukunan Keluarga Nusantara, terdaftar resmi di NJ, yang juga sudah mengangkat anak asuh di Indonesia.

Itulah sepenggal pengalaman saya, yang bisa dibagikan malam ini, semoga bermanfaat. Have a nice dream.

Saya ingin menutup tulisan ini  dengan sebuah kalimat populer yang mudah-mudahan dapat memberi kita inspirasi:

"Jagalah pikiranmu, karena itu akan menjadi perkataanmu. Pilihlah perkataanmu, karena itu akan menjadi tindakanmu. Pahami tindakanmu, karena itu akan menjadi kebiasaanmu. Pelajari kebiasaanmu, karena itu akan menjadi karaktermu. Kembangkanlah karaktermu, karena itu akan menjadi takdirmu." --Michael Sendow--

---Kehadiran kita di tengah-tengah masyarakat seharusnya menjadi teladan, dan menjadi perwujudan lahirnya kedamaian serta kesejahteraan--- (Mich)

Cat: Maaf kalau banyak salah ketik, karena nulisnya pake HP standard hehehe...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun