Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Sampai Bumi Mati

4 November 2015   16:51 Diperbarui: 4 November 2015   17:36 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Hasil sensor spectometer. Nampak pohon yang kehausan (ilustrasi: mongabay.co.id)"][/caption]

Sudah sejauh mana iklim kita berubah (climate change)? Dan, sudah sejauh mana pula peran kita mengurangi pemanasan global yang terus mengancam bumi ini? Masing-masing tentu punya pendapat dan peran sendiri-sendiri. Kita memang harus punya peran.

Banyak yang mengatakan pemanasan global itu hanyalah mitos belaka, sebaliknya ada banyak juga yang justru mengakui kebenaraan pemanasan global sementara berlangsung hebat saat ini, tak tersangkali. Banyak yang kemudian ikut terlibat aktif dalam kampanye maupun dalam berbagai bentuk penelitian, demi meneropong lebih jauh keberadaan bumi yang semakin memanas ini. Namun juga, tidak sedikit pula yang apatis dan bersikap masa bodoh saja. None of our business.

***

Anda pernah membaca tentang apa yang sudah dilakukan oleh Ecologist Greg Asner beserta timnya? Para peneliti dari Carnegie Institution for Science ini telah melakukan banyak penelitian penting. Salah satu hasilnya adalah bahwa mereka dapat mengukur biomassa (biomass) sebuah hutan dari ketinggian, dari udara, atau dari atas pesawat khusus mereka.

Nah, pesawat yang mereka gunakan adalah sebuah pesawat khusus yang dilengkapi oleh semacam ‘scanning lidar’ yaitu sebuah alat yang dapat memancarkan sinar laser, berfungsi sebagaimana fungsinya sebuah radar. Dengan menggunakan imaging spectrometers (untuk merekam dan mengukur spektrum, yang juga digunakan sebagai bahan metode untuk analisis mereka). Pemetaan yang kemudian muncul di layar monitor adalah berbagai macam warna. Nah, dari warna-warna inilah mereka lalu kemudian tahu ‘isi perut’ dan ‘kesehatan’ hutan yang sementara diamati tersebut.

‘Laboratorium Terbang’ yang mereka gunakan pernah terbang di atas hutan California Amerika Serikat. Hutan yang menyimpan begitu banyak jenis pohon paling tinggi di dunia itupun diamati oleh tim ini. Apa yang teramati? Pohon-pohon dengan ‘status’ warna merah. Menurut Greg, “It was showing shocking levels of stress.” Kalau hutan sudah stress, itu tandanya alarm mesti segera dibunyikan, perhatian pun harus segera diberikan.

Jadi gambar-gambar digital hasil scanning itu masuk ke monitor mereka dalam format 3-D, tentu saja melalui hasil ‘penerawangan’ dari udara. Alat ini bekerja dengan cara menembakkan sinar laser ke berbagai kelompok pepohonan di bawah sana, ke cabang-cabang dan ranting tertinggi di setiap pohon yang ada, lalu kemudian alat ini merekam begitu banyak panjang gelombang sinar matahari yang dipantulkan.

Secara istimewa alat ini lalu mendata dan juga menganalisanya, kemudian melaporkan hasil secara detail tentang strutur kimiawi pepohonan tersebut, dari setiap jenis pohon yang ada di hutan itu. Bahkan dengan melakukan itu juga, mereka akan tau berapa banyak air yang sudah ‘diminum’ atau diserap pohon-pohon tersebut. Banyaknya penyerapan air oleh sebuah pohon tentu adalah salah satu indikator kesehatan.Semakin air terserap, maka semakin tidak sehat pohon tersebut. Semakin banyak pohon yang tidak sehat (berwarna merah) maka semakin tidak sehat pula hutan itu.

Kata Asner, “It was like getting a blood test of the whole forest.” Apa yang mereka lalukan itu bagaikan melakukan tes darah untuk seluruh rimba belantara yang diamati. Hasilnya? Mereka bisa mengetahui kesehatan hutan itu dari warna-warna yang nampak di monitor. Pohon yang berwarna merah (terlihat jelas di monitor) menunjukkan betapa ‘lapar’ dan ‘haus’nya pepohonan tersebut. Saat itu, ketika penelitian dilangsungkan, kebanyakan hasilnya adalah menunjukkan kelompok-kelompok pohon yang kehausan dan kelaparan. Merata dan meluas.

[caption caption="Pesawan Carnergie Airborne Observatory (CAO) yang dipakai para peneliti tersebut (Pic Source: ngm.nationalgeographic.com)"]

[/caption]

Teknologi memungkinkan manusia untuk belajar dari sejarah, dan demi melindungi masa depan mereka. Manusia dan planet bumi ini tidak akan ada lagi bila tidak dijaga. Ketika ulah manusia berdampak negatif, tetapi oleh karena tak pernah terkirakan sebelumnya, maka kini dengan berbagai teknologi maju, dengan mudah kita mulai dapat mengetahuinya. Setalah tau lalu apa? Tebtu jangan diam saja. Do something.

Banyak pengembangan teknologi dilakukan demi upaya dan usaha mengetahui atau membedah ‘kesehatan’ planet bumi kita ini. Pada tahun 2014 dan di awal tahun 2015 NASA meluncurkan tak kurang dari 5 misi obeservasi bumi, termasuk dua peralatan baru telah ditempatkan di ‘space station’, menjadikan total 19 buah. NASA Earth Science Director, Michael Freilich pernah mengatakan, “There’s no question we’re in a golden age for remote sensing.” Kita, manusia, memang sementara berada di dalam masa keemasan ‘remote sensing’. Sekarang kita punya berbagai sistem sensor untuk mendeteksi hampir apa saja.

Bagaimana hasilnya? Ternyata ‘berita’ yang terkirim dari berbagai macam alat sensor dari atas sana, sebagian besar adalah amat tidak baik. Artinya, ‘kabar buruk’ selalu datang menyapa Planet Bumi tercinta ini, selama sensor-sensor tersebut mengirimkan laporannya. Alat-alat ini adalah saksi sejarah tentang bumi yang semakin rusak dan terabaikan. Alat pendeteksi ini menjadi semacam ‘mata rantai penghubung’ yang menghubungkan antara prilaku manusia, dan perubahan besar yang sementara terjadi.

Alat-alat ini terus saja menyampaikan banyak kabar. Mulai dari melting glaciers yang terus bertambah parah, dan juga hutan-hutan perawan yang semakin tergerus dan menyempit, bahkan bertambahnya hutan-hutan yang kelaparan dan kehausan, sampai kepada meningkatnya level air laut, serta banyak gejala-gejala tak sehat lainnya.

Bumi kita, menurut penelitian, telah mengalami perubahan iklim secara bertahap dan berkelanjutan. Ada daerah yang tidak pernah merasakan salju, kini sudah mulai turun salju. Ada daerah yang justru mengalami penghangatan sebesar rata-rata 1,5 derajat Fahrenheit secara terus menerus.

Sebagian besar pemanasan global sebetulnya telah terjadi sejak tahun 1960. Beberapa daerah, yang berada paling dekat Antartika, menjadi semakin dingin sejak tahun 1960, sementara itu beberapa area di bagian Kutub Utara justru telah menghangat sekitar 15 derajat.

Pemanasan global terus terjadi, membuat banyak mahluk berteriak dan meronta-ronta. Kita, manusia, sebagai mahluk paling pintar, modern dan dominan, telah menciptakan banyak teknologi untuk memeriksa bumi yang ‘sakit’. Kita belum tentu punya teknologi untuk menyembuhkannya, namun paling tidak dengan mengetahui seberapa sakit bumi kita, maka secara langsung ini dapat menuntun kita untuk bagaimana bersikap ke depannya.

Umpamanya saja, kini kita tahu bahwa setiap tahun bumi kita mengalami pengurangan ketersediaan air bersih. Air bersih yang dimiliki bumi terus berkurang dan tak pernah bisa kita buat bertambah. Banyak yang khawatir, pada suatu titik nanti, bumi ini akan benar-benar kehabisan air bersih. Padahal semua mahfum, air adalah semacam ‘lifeblood’ planet bumi. Tanpa itu, maka tamatlah riwayat kita. Semua penghuni bumi hanya akan tinggal sejarah, dan bumi akan tinggal kenangan.

Marilah, kita jadikan bumi ini lebih panjang umurnya dengan bertindak nyata. Ya, tindakan apa saja yang dapat memungkinkan bumi ini menjadi lebih sehat, dan tak semakin sekarat. Pembakaran hutan, membuang-buang air bersih secara berlebihan, efek rumah kaca, dan banyak ulah lainnya manusia tentu berdampak amat besar bagi kesehatan bumi kita.

Kita mestinya mulai saja dulu dari hal-hal sederhana. Siapa bilang tindakan nyata 1 orang tidak akan berarti? Pasti ada artinya. Do something.

Kalau ada ungkapan”‘it’s never too late”, maka saya justru berani bilang, “it will be too late” kalau kita menunggu sampai bumi ini benar-benar merenggang nyawa, baru muncul keinginan untuk berbuat sesuatu dan bertindak. Jangan sampai bumi kita 'mati' sebelum waktunya.

Pantaskah kita lenyap bersama bumi yang mati? I think, we deserve it…don’t we? Iya, we deserve it kalau kita selalu saja masa bodoh dan berlagak bodoh. Cheers! ---Michael Sendow---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun