Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tertawalah Selagi Bisa

29 Oktober 2015   17:59 Diperbarui: 29 Oktober 2015   18:14 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption=""Tertawalah sebelum tertawa dilarang!" (Pic Source: www.keepcalm-o-matic.co.uk)"][/caption]Tertawa itu sehat, maka tertawalah sebelum tertawa itu dilarang. Kali ini saya akan menulis sedikit (Baca: tidak banyak) tentang dua kisah lucu. Tertawa memang obat mujarab menyembuhkan berbagai macam penyakit. Termasuk penyakit sakit hati, penyakit kanker (kantong kering), penyakit kudis (kurang disukai), dan tentu saja penyakit gatel-gatel serta panu. Saya malahan merasa sudah sembuh sekarang. Semuanya berkat tertawa dan tersenyum Hehehehe.....

Kisah Nasruddin – “suap & keadilan”

Saya paling suka baca kisah-kisah lucu, cerdas, dan menusuk Nasruddin Hoja (seorang sufi yang konon hidup di Turki pada sekitar abad 13). Dia itu cerdas, 'gila', namun tetap bersahaja dan suka menolong. Terkadang prilakunya 'ajaib', namun tetap dibungkus kepolosan (bisa dibilang sedikit dungu). Dungu tapi cerdas? Itu ada dalam diri Nasruddin.

Nah, konon suatu ketika Nasrudin sedang mengurus sesuatu yang berkaitan dengan sebuah perjanjian. Perjanjian itu haruslah ditandatangani hakim. Nasruddin bolak-balik datang menhadap hakim, akan tetapi hakim ini cuek bebek saja. Nasruddin tak digubris sama sekali. Hakim bahkan selalu saja menolak untuk menandatangani perjanjian itu dengan alasan bahwa dirinya super sibuk, tidak punya waktu sama sekali. “Maklum…saya kan hakim….Pasti banyak kerjaannya…”

Melihat gelagat sibuk yang terkesan dibuat-buat itu, merasalah dan sadarlah Nasrudin bahwa sebetulnya si tuan hakim ini minta disogok dulu baru mau kerja. Hehehe tipikal sogok menyogok rupanya sudah ada sejak jaman itu yah (ratusan tahun yang lalu)?

Menyogok itu diharamkan. Nasruddin tahu betul itu. Tapi apa boleh buat. Maka ia lantas kemudian memutuskan untuk melemparkan keputusan ke si hakim sendiri. “Biarlah tuan hakim itu yang memutuskan.”

Diam-diam, di rumahnya Nasrudin sudah menyiapkan sebuah gentong lumayan besar. Gentong itu lalu kemudian diisinya dengan kotoran sapi hingga hampir penuh gentongnya. Nah, di bagian atasnya, Nasrudin mengoleskan mentega sebanyak beberapa sentimeter saja tebalnya. Gentong itu lalu dibawanya ke hadapan tuan hakim yang terhormat.

Melihat Nasruddin membawa getong besar, seketika itu juga si tuan hakim mendadak tidak sibuk lagi. Ia kini punya banyak waktu. Maka bersiap-siaplah tuan hakim untuk membubuhi tanda tangan pada surat perjanjian Nasruddin.

Nasrudin kemudian bertanya dengan lembut, “Pak Hakim, apakah pantas Pak Hakim mengambil gentong mentega itu sebagai ganti tanda tangan Pak Hakim?”

Hakim tersenyum lebar dan malu-malu kucing sembari berkata, “Ah, kau jangan terlalu dalam kau memikirkan hal ini. Santai sajalah sobat.” Ia lalu mencuil sedikit mentega dan segera mencicipinya. “Wah, enak sekali mentega ini sobat………” ujarnya lagi.

“Iya!” jawab Nasrudin, “Tetapi ingat, sesuai ucapan Pak Hakim sendiri, jangan terlalu dalam.” Setelah mengucapkan itu, maka pulanglah Nasruddin.

Tuan hakim tidak terlalu peduli apa yang diucapkan Nasruddin. Hehehehe dia malahan mencongkel mentega itu lagi, dan lagi. Lebih dalam dan semakin dalam. Yaaaah, akhirnya kita tau sendirilah rasa apa yang akan tiba di mulut si tuan hakim setelah rasa mentega itu menghilang hahahaha!

Moral of the story: Hakim, jaksa, penegak hukum, dan semua pejabat negara haruslah kalian semua bebas dari segala bentuk suap dan sogokan. Bersikap dan memutuskan secara adil itu amat penting. Seenak-enaknya ‘mentega’ itu kalian cicipi, ingatlah, bahwa semakin dalam Anda menikmatinya…heeeemmmm tau sendiri apa yang bakalan Anda makan nantinya? Hehehehe….

Kisah Orang Rakus

Ini adalah kisah di sebuah kampung nun jauh di Minahasa. Pernah dengar istilah dialek Manado yang berkata, “So smokol balolo lai”? Itu adalah idiom yang bermaksud mengatakan bahwa seseorang itu rakus. Sudah sarapan (makan) dibungkus pula makanannya untuk dibawa pulang. Makanya di setiap acara banyak pesta, pasti akan banyak kantong plastik berkeliaran mencari mangsa hehehehe…..

Nah, ada seorang bapak yang sangat rakus. Pada sebuah pesta dia makan sangat lahap. Tapi sementara makan dia juga rupanya mulai memasukkan kue, buah-buahan, ke dalam kantong baju, celana, dan tas gantungnya.

Sedikit demi sedikit dia kantongi makanan dari atas meja makan. Eh, nggak taunya anak dari si pemilik rumah yang masih kecil melihat ulah bapak ini. Anak ini terus memperhatikan gerak-gerik bapak rakus ini. Dia lalu kemudian turun dari tempat duduknya dan menghampiri bapak itu.

Bertanyalah anak ini, “Pak kok makanannya dimasukin ke kantong sih?” Bapak itu kaget bukan kepalang, namun ia tak kehilangan akal. Otaknya segera berputar untuk mengelabui anak kecil ini.

Bapak itu lalu kemudian berkata membujuk, “Nak, taukah kamu bahwa saya sudah makan kenyang, tapi kasihan baju dan celana saya ini belum makan-makan sejak kemarin. Mereka sudah kelaparan betul, makanya bapak kasih mereka makan supaya tidak mati kelaparan….”

“Oooooooh”, kata anak kecil itu. Ia kemudian berlalu untuk duduk kembali di kursinya.

Dalam hati bapak ini senang bukan main dapat mengelabui anak kecil itu. Dia masih terus makan, dan terus saja memilih kue-kue yang dia rasa enak untuk dimasukkin ke kantong-kantongnya. Anak kecil tadi rupanya terus memperhatikan bapak tua ini. Merasa tak tahan dengan apa yang dilihatnya, kembali anak ini menghampiri bapak itu.

Kali ini si anak menghampiri bapak itu sambil membawa segalon air putih. Tiba-tiba dituangkanlah air putih tersebut ke dalam kantong bapak rakus itu. Si bapak kaget bukan kepalang, “Nak kenapa kau tumpahi baju dan celana bapak dengan air…haaaa?”
Dengan kalem dan polosnya si anak lalu berkata, “Oh iya pak, soalnya dari tadi aku lihat baju dan celana yang bapak beri makan itu, mereka sudah makan begitu banyak tapi belum sekalipun minum. Aku kasihan mereka nanti keselek, pak makanya aku kasih minum…!”

Bapak itu tersedak, dan hampir saja pingsan mendengarnya…..Hehehehe….

Moral of the story: Jangat menjadi orang rakus dan tamak. Lalu, jangan juga sekali-kali membodohi anak kecil, orang-orang kecil, dan orang-orang yang mungkin selama ini kita anggap bodoh dan dapat dibodohi. Karena bisa jadi mereka itu justru lebih cerdas dan pintar dari kita.

Salam ceria selalu…Cheers! ---Michael Sendow----

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun