Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop featured

Jakarta Tidak Banjir Lagi

26 Oktober 2015   14:26 Diperbarui: 3 Maret 2016   16:34 3545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption=""Penyebab Banjir" (Pic Source: Kompas.com)"][/caption]

Tahun ini Jakarta bebas banjir. Semoga saja. Ini bukan hanya sekedar harapan dan impian banyak warga DKI Jakarta, namun ini adalah sebuah kenyataan (yang belum sepenuhnya menjadi nyata). Lho kok bisa? Ya siapa tau saja sampai akhir Desember hujan tidak turun-turun, maka Jakarta akan bebas banjir bukan. Bebas banjir karena kemarau panjang.

Kemarau panjang kali ini membuat banyak orang mengeluh. Panas, kebakaran, asap ada di mana-mana. Namun, ketika hujan lebat datang dan banjir turun menyapa, pastilah orang-orang yang tadinya mengeluh akan tetap mengeluh juga. Mau kemarau panjang kek, mau musim penghujan panjang kek, banyak orang pasti akan terus mengeluh. Padahal bukankah bekerja lebih baik daripada sekedar mengeluh dan menggerutu tak putus-putusnya?

Saya juga berharap Jakarta tidak akan mengalami banjir besar seperti tahun-tahun sebelumnya. Saya berdoa panjang untuk itu. Kita yakini dan amini bahwa pemerintah DKI Jakarta sekarang sudah bekerja maksimal dan luar biasa dalam segala usaha serta upaya mereka meminimalisir kemungkinan banjir, supaya juga dapat ‘memuaskan’ hati setiap penggerutu di atas tadi.

Di samping upaya dan usaha pemerintah daerah, tentu juga masyarakat dan warga yang tinggal di Jakarta ini harus berperan aktif. Kenapa harus? Ya oleh karena jikalau warga tidak ikut membantu dan turut terlibat dalam menangani kemungkinan bencana banjir ini, maka sampai kiamat pun DKI Jakarta akan tetap banjir. Menangani banjir dan kemungkinan banjir bukan tugas satu orang saja. I kewajiban bersama.

Banyak orang berteriak-teriak dan menjadikan banjir sebagai alat dan sarana kampanye mereka. Padahal mereka sendiri tidak tahu apa penyebab banjir, bagaimana menanggulanginya, apa perannya dia di situ. Mereka pikir meniadakan banjir adalah upaya sulap sim sala bim, begitu 'tongkat ajaib' diangkat dan banjir pun serta merta lenyap. Ini cerita anak kecil di bawah lima tahun. Dalam meniadakan banjir, sulap tidak boleh dipakai. Otak yang cerdas, tenaga yang kuat, dan kerja nyata di lapangan, itulah yang dipakai.

Tidak percaya? Saya kasih contoh paling sederhana dan simple saja. Ahok itu hanya satu orang. Gubernur itu hanya 1 orang. Pemprov itu pegawainya ada berapa banyak? Ya katakanlah berapa ratus atau berapa ribu orang. Apa yang bisa mereka lakukan tanpa dukungan warga? Tidak bisa maksimal. Warga biasa DKI Jakarta ada berapa banyaknya? Jutaan orang! Jumlah yang sangat signifikan, baik dalam menanggulangi banjir, maupun dalam 'menciptakan' banjir.

Mari kita lanjut. Salah satu akibat atau biang banjir paling dominan, selain hujan yang terus menerus, dan air laut yang menguap tak terkira (tidak bisa kita taklukkan), maka biang utama lainnya adalah SAMPAH. “Buang Sampah Sembarangan” adalah ‘virus’ paling ganas terciptanya banjir. Ini bukan mimpi, tetapi kenyataan yang senyata-nyatanya. Kenyataan pahit yang harus kita hadapi dan sikapi secara serius. Kenyataan pahit yang harus kita akui, bukan sembunyikan.

Bayangkan saja berton-ton sampah yang sudah diangkat dari sungai-sungai dan selokan-selokan. Kenapa bisa begitu banyak sampah nongkrong dan ngendap di situ? Tentu itu terjadi lantaran saban hari kita buang sampah sembarangan. Selokan dan sungai menjadi TPA (Tempat Pembuangan Akhir) bagi begitu banyak orang.

Saat ini, ketika saya jalan ke mana-mana, terlihat pekerjaan nyata para pekerja mengangkat begitu banyaknya sampah di selokan, dari sungai, dan dari berbagai macam tempat. Total jumlah sampahnya tidak main-main. Bisa ratusan ton! Anda bayangkan sendiri saluran yang mampet, air sungai yang mampet, lantas ke mana air yang meluap harus mengalir? Ya sudah pasti ke jalanan dan, maaf saja, ke dalam rumah Anda sendiri. Kecuali yang tinggal di dalam apartemen lantai 2 ke atas. Itukah yang kita inginkan? Saya rasa tidak.

Sampah bukan masalah sepele. Buang sampah sembarangan juga bukan masalah sepele. Kalau kita tidak ingin banjir terus terulang di republik ini, di ibu kota ini. Mulailah dari hal paling sederhana. Jangan buang sampah sembarangan, dan bersihkan sampah dari selokan dan sungai-sungai. Jangan jadikan ungkapan-ungkapan itu slogan semata.

Ada kawan saya di Singapura, ia itu pernah ‘dikejar’ sampai ke apartemennya ‘hanya oleh karena buang pembungkus permen ukuran kecil di jalan raya, dan kebetulan ada yang melihatnya dari belakang. Ia harus bayar denda. Ini kenyataan. Di Amerika juga begitu, jangan sekali-kali Anda buang sampah sekecil apapun di jalan, apalagi buang sampah di selokan atau sungai. Sekali Anda tertangkap tangan, maka bayar denda atau masuk bui adalah upahnya.

Jangan kita menuntut banyak-banyak kalau kita belum berbuat apapun. Masalah banjir bukan hanya urusan Gubernur. Bukan hanya urusan dinas kebersihan. Bukan hanya urusan Presiden. Bukan hanya urusan menteri. Bukan pula hanya urusan Pemprov semata. Sebab terjadinya banjir bukanlah karena ulah satu dua orang saja."Pelanggaraan Berjamaah" membuang sampah sembarangan adalah ulah kita bersama.

Terjadinya banjir hanya disebabkan dua hal: ‘Kehendak’ Alam dan ulah manusia penghuni kota itu sendiri (baca: kita semua! Kecuali tidak ada di antara kita yang mau disebut manusia lagi). Itulah dua penyebab banjir. Untuk itu, bekerjalah bersama-sama menangani datangnya kemungkinan banjir. Janganlah kita hanya tau menggerutu dan menuntut. Mulut kita berteriak-teriak bagaikan “pahlawan banjir” kesiangan, sementara tangan kita terus saja membuang sampah sembarangan tanpa rasa malu dan rasa bersalah.

Kitalah penyebab banjir yang sesungguhnya, maka kitalah juga yang harus berupaya keras (dan secara bersama-sama) untuk menanggulanginya. Saya lihat saat ini, karena masih musim kemarau, di mana-mana sungai dan selokan terus dibersihkan. Berton-ton sampah yang bisa jadi sudah puluhan tahun tak pernah tersentuh kini diangkat dan disingkirkan. Pemerintah kita terus bekerja dan berupaya. Mereka tidak hanya berdiam diri.

Tapi apa yang sudah kita lakukan? Kita kerap kali terus-terusan saja membebani mereka dengan pekerjaan-pekerjaan yang justru lebih memberatkan mereka. Anda tidak percaya bahwa sikap dan ulah Anda yang tidak terpuji itu justru membebani pemerintahan kita, dan juga bangsa ini?

Silakan lihat foto di bawah ini. Ini hanya sebagian contoh kecil yang sebetulnya dapat menjadi cerminan diri kita sesungguhnya. Sungai Sunter hampir setiap hari dibersihkan. Setelah dibersihkan, indahnya pemandangan sungai itu minta ampun, bagaikan sungai pinggir kota di Singapura atau Amerika. Keesokan harinya permukaannya sudah dipenuhi lagi oleh begitu banyaknya sampah berbau busuk. Ada kardus bekas, ada sampah makanan, plastik, kipas angin rusak, bahkan entah apa lagi dapat Anda temui di sana.

[caption caption="Sungai yang sudah dibersikan di kawasan Sunter / Kelapa Gading (Dok Pribadi)"]

[/caption]

[caption caption="Sungai yang bersih tak bertahan lebih dari 24 jam (Dok Pribadi)"]

[/caption]

Setiap hari dibersihkan, setiap hari pula orang-orang membuang sampahnya secara sembarangan seenak udel mereka. Kasihan yang membersihkan. Dihajar terik matahari tiap hari, baru saja dibersihkan sehari sebelumnya, eh keesokan harinya sudah dipenuhi sampah lagi.

Apakah Anda ingin Jakarta bebas banjir? Wujudkan itu. Sederhana saja, jangan buang sampah sembarangan! Kalau Anda terus begini maka banjir akan terus begitu. Aku begini engkau begitu….kata syair sebuah lagu. Jadi, jangan sampai ‘malaikat’ dari atas sana terpaksa turun ke bumi dan membuat catatan mereka. Catatan itu berbunyi: Anda dan sayalah penyebab banjir Jakarta terus terjadi! Sungguh ironis dan memiriskan. ---Michael Sendow---

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun