Digital Media kini memegang peranan amat penting dalam hidup kita. Gaya hidup bahkan berubah total oleh karena akselerasi luar biasa dunia informasi dan teknologi. Berbagai gadget, dan utamanya Smartphone kerap kali sudah benar-benar menguasai hidup kita. Ini nggak bisa kita sangkal.
Di ujung pedesaan Lopana, desa di mana ibu saya tinggal dulu. Tadinya anak-anak di sana bermain dan becanda di atas ‘roda sapi’, pedati, dan di pinggir-pinggir sungai. Kini? Ya mereka tetap masih terlihat melakukan aktivitas yang sama, namun yang membedakan adalah di tangan mereka sekarang masing-masing menggengam smartphone. Dunia digital adalah dunia kita kini. Tak pandang bulu dimanapun kita berada, gadget ini sudah betul-betul menjadi ‘barang primer’.
Di Amerika, termasuk juga Amerika Latin banyak sekali peluang untuk menciptakan bisnis, dan tentu saja mengumpulkan pundi-pundi uang dari ‘kemeriahan’ dan ‘kehebohan’ dunia digital media.
Digital media kini memegang peranan sangat penting dan vital. Paradigma pengguna dan pembaca perlahan namun pasti mulai swifting dari conventional paradigm, yaitu yang berbasis cetak, menuju ke sesuatu yang lebih cepat, lebih praktis, dan lebih gampang digunakan, yaitu berbasis online, semuanya mesti serba digital. Ini sesuatu yang niscaya akan ‘merombak’ tatanan pemberitaan dan lebih luas lagi, dunia periklanan tentunya.
Mariano Blejman adalah orang yang membuat sebuah kontes inovasi berita pertama di Amerika Latin, karena ia melihat betapa dahsyatnya media digital kalau disikapi secara benar. Pada tahun 2011 ia mendirikan Hacks / Hacker Buenos Aires, kumpulan sekelompok hacker lokal. Dari situ ia kemudian mengumpulkan para hacker, penyuka teknologi dan juga wartawan untuk bersama-sama menemukan solusi dunia informasi. Anggotanya tak kurang dari 1.700 orang. Antusiasme menyeruak muncul dalam kontes yang ia adakan itu.
Blejman berpendapat bahwa semenjak menurunnya bisnis media konvensional di Amerika Latin, penurunan jumlah iklan, jumlah pembaca, jumlah penjualan, dan sebagainya yang menurun dan terus menurun itu, maka perlu ada inovasi baru. Inovasi berani. Inovasi yang mampu menjangkau apa yang belum terjangkau selama ini. Ia berhasil.
Kuncinya sebetulnya adalah pengembangan, penyempurnaan, dan pembangunan menyeluruh bisnis digital media yang sementara kita jalankan. Sebab, kini digital media bukan hanya sebagai ‘king’ (raja) lagi, namun ia sudah menjadi ‘god’ (tuhan). Pebisnis media yang tidak melirik digital media, cepat atau lambat mereka akan ‘mati tersiksa’.
Untuk meraih kesuksesan dan tujuan ‘mulia’ tersebut, paling tidak dibutuhkan tindakan inovatif pada area-area vital dalam bisnis digital media. Apa itu? Banyak. Namun beberapa yang penting diperhatikan namun kerap diabaikan misalnya saja pada area-area internal workflow, content production, distribution channel, serta tentu tak boleh dilupakan --- audience generation.
Analisa Setelah Konten Dipublish
Adalah sangat penting bagi penerbit media digital setelah ia melepas sebuah konten, untuk langsung dilanjutkan dengan analisa mendalam terhadap sebuah konten yang sudah disajikan atau disebar itu. Kenapa? Tentu saja amat perlu, oleh sebab kalau tidak begitu bagaimana Anda tahu ‘tingkat kesuksesan’ dari hasil penayangan konten tersebut? Sebetulnya sederhana, hanya saja banyak yang anggap sepele.
Misalnya saja, harus ada analisa atau dibuatkan matriks analisa per tulisan atau konten. Lalu kemudian ditindaklanjuti dengan menganalisa, mengumpulkan data sebaran konten, juga umpamanya tentang apa kira-kira yang terpicu setelah konten tulisan ditayangkan. Apakah konten tersebut ‘mengigit’ dan daya jualnya tinggi? Apakah ada dampak signifikan yang ditimbulkan setelahnya?
Setiap artikel tentu mempunyai ‘trigger’ dan dampak sendiri-sendiri setelah ia ditayangkan atau dipublish. Semuanya mesti dicatat lengkap. Dianalisa lebih dalam lagi. Misalnya juga, apakah tulisan itu lalu kemudian di-share di media sosial? Oleh berapa banyak orang? Media sosial mana saja yang banyak mendapat ‘rating’ atas share tersebut? Kalau perlu dianalisa pula share melalui perangkat, BBM, WA, Line, dan sebagainya. Implikasinya akan sangat banyak dan beragam.
Lalu periksa apakah pengunjung masih tertarik untuk balik berkunjung lagi, dan berapa kali atau seberapa sering? Berapa lama ‘reading time’ atas tulisan tersebut? Apakah ia (pembaca) langsung enyah setelah membaca alinea pertama? Atau ia bertahan sampai titik terakhir tulisan tersebut. Dan seterusnya dan sebagainya.
Bagi media konvensional dan media cetak mungkin hal ini pastilah akan ‘kaku’ atau bahkan ‘mustahil’ diterapkan. Namun bagi media online, hal ini justru amat perlu dilakukan sebagai prasyarat utama dalam membuat analisa untuk berinovasi dan untuk dipakai sebagai ‘cermin diri’ media online tersebut untuk maju dan berkembang, tidak statis dan atau malah menurun drastis.
Bahaya kalau seumpamanya sebuah media online masih terjebak pada ‘rutinitas’ belaka. Begini maksud saya. Bisa jadi setelah wartawan atau penulisnya menayangkan sebuah berita dalam media tersebut, itu tak lebih hanyalah oleh karena sebuah tuntutan rutinitas kerja semata.
Setelah cerita dibuat, bahan itu lalu dilempar ke editor untuk diperiksa. Setelah itu editor lalu kemudian melakukan editing sampai tulisan itu benar-benar bagus dan pas untuk ditayangkan. Tulisan akhirnya sudah layak tayang. Mereka puas. Tulisan pun ‘naik cetak’ atau 'go-publish'. Setelah itu? Semuanya pulang rumah, mandi, bikin kopi, nonton MU Vs Barca mungkin, dan tidur. Ya wajar saja, toh mereka semua hanya pekerja yang dibayar upah mingguan atau bulanan. Pemilik bisnis atau pimpinan kuncilah yang harus menyikapi hal-hal seperti ini.
Besoknya kembali lagi untuk melakukan rutinitas yang sama. Begitu seterusmya. Bagaimana hasil tayang kemarin? Apakah sudah dilakukan pembedahan secara mendalam dan sedetail mungkin? Belum tentu. Analisa setelah konten ditayangkan benar-benar diperlukan.
Pentingnya “Audience Generation”
Audience generation sudah menjelma menjadi elemen kunci suksesnya media digital. Elemen kunci ini pada tataran tertentu dapat bekerja secara ‘ganas’ meraup dan menyedot pembaca atau pemirsa. Jangan anggap remeh.
Pernakah Anda menyimak serial video “Flip the Script,” yang dibuat oleh Mic dan dibawakan oleh jurnalis terkenal Elizabeth Plank? Serial tersebut bercerita tentang budaya dan isu-isu gender yang sangat mengundang minat. Video-video tersebut berdurasi sekitar 3 – 7 menit saja, dan ditayangkan di FB.
Bayangkan, delapan episode ditayangkan dan hanya dalam waktu 2 bulan sudah meraup 33 juta views. Salah satu episodenya meraup tak kurang dari 16 juta views (saat terakhir saya lihat). Bisa dilihat di sini: 33 juta views.
Kenapa bisa begitu? Saya yakin ini terjadi adalah oleh karena hasil dari amatan data dan analisa audiens secara mendalam, yaitu mereka telah menelusuri ‘sesuatu’ yang potensial untuk disukai dan bakalan disasar para ‘penikmat konten’. Produsernya jeli melihat dan cepat bertindak.
Ibarat penikmat kopi sejati, tentu mereka akan cari kopi yang sesuai dan pas dengan selera mereka. Para penjual kopi mesti membuat analisa mendalam, setiap pengunjung kedai kopinya datang berkunjung, telisiklah kopi apa saja yang paling disukai, seberapa sering dipesan, apakah rasa lebih berperan atau justru harga?, Demikian seterusnya dan seterusnya. Ini perlu. Ini penting.
Salah satu cara lainnya adalah dengan menciptakan site dengan banyak laman yang bisa dibuka sekaligus. Ini maksudnya tentu sederhana saja, yaitu untuk melihat performance setiap laman. Dengan demikian kita akan jadi tau, laman mana yang paling disukai, headline seperti apa yang paling digemari, bagaimana audiens berinteraksi, feedback apa yang diperoleh, dan sebagainya.
Perubahan Distribusi
Dunia masa kini adalah dunia digital. Apa-apa dapat kita peroleh hanya dari telapak tangan kita. Beli barang berharga pun dapat Anda lakukan dari dari atas tempat tidur Anda, meskipun Anda lagi mengenakan kimono atau baju tidur kesayangan Anda, belum mandi, belum cuci muka. Tidak soal dan tak menjadi masalah. Borderless. Ini adalah dunia yang benar-benar begitu memanjakan kita.
Tempoe doeloe, kios-kios Koran dan majalah pasti akan penuh diserbu pembeli. Kini banyak yang sepi. Tempoe doeloe saya mesti jalan lumayan jauh dari rumah untuk sekedar beli koran Kompas di ujung jalan. Sekarang sudah ada Kompas cetak digital, ada juga Kompas dot com, bahkan Kompasiana hehehehe. Maka tak perlu lagi saya repot-repot jalan ke ujung jalan.
Mau baca berita, mau belanja, mau apapun bisa langsung online. Jalur distribusi tulisan dan konten sekarang ada di “jalur baru” yang dikuasai oleh Facebook, Twitter, Google Plus, dan sebagainya. Berita dan tulisan-tulisan yang dishare tentu akan cepat menyebar bagaikan virus bila itu memang menarik dan powerful isinya. Kios berita kini ada di tangan setiap orang (user). Apapun itu, semuanya sudah ada dalam genggaman tangan Anda dan saya.
Belajar banyak hal dari dunia media digital di Amerika, saya menemukan banyak cerita manis, salah satunya adalah ini: Kesuksesan dunia penerbitan dan media online bergatung penuh pada teknologi dan distribusi, serta perhatian serius pada loyalitas audiens (pembaca setia).
Semakin banyak modal Anda luncurkan atau tanamkan untuk inovasi teknologi dan pelebaran jalur distribusi, maka akan semakin jelas dan kentara keberhasilan Anda.
Ini tentu diluar faktor ‘lucky’ dan ‘hoki’. Kalau sudah bicara lucky dan hoki maka itu jelas analisanya pasti akan jadi lain hehehehe.
Raja itu kini telah menjadi dewa, dan dewa baru itu bernama "Digital Media". So, be careful, and also good luck!---Michael Sendow---
“The Internet is becoming the town square for the global village of tomorrow” – Bill Gates, founder, Microsoft
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H