Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kenapa Kita Membenci Koruptor?

18 Oktober 2015   14:58 Diperbarui: 18 Oktober 2015   17:49 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Inilah ironi negeri kaya yang di dalamnya penuh segala kemunafikan. Lalu juga, negeri yang kaya ini terus terusan dipenuhi oleh kematian orang-orang karena kemiskinan yang menggigit dan membelenggu. Kekayaan negeri dihisap mentah-mentah oleh para koruptor. Kewarasan mulai menghilang meninggalkan jejak-jejak ketidakpedulian dan sikap tamak. 

Kejahatan ini tidak pandang bulu. Sekali ia datang menghinggap, penyakitnya akan amat sangat sulit disembuhkan. Bahkan penjara pun tak bakalan sanggup ‘menyembuhkan’ mereka.

Percayalah, penjara itu bukan momok menakutkan bagi koruptor. Saya bilang, “jeruji emas” ini mungkin justru akan jadi tempat persembunyian aman mereka. Lalu dari sana, mereka bisa terus melakukan kejahatan yang sama, dengan lebih teroganisir dan canggih. Apa sih yang tidak bisa lagi dibeli dengan uang? Sipir penjara? Polisi? Aparat? Ah, itu perkara kecil!

Semoga memang masih ada nurani yang tak terbeli uang!

Itulah sedikit alasan dari berjuta alasan kenapa banyak yang membenci dan muak terhadap para koruptor ini. Memang, para koruptor ini layak dibenci. Sikap yang wajar dan manusiawi. Justru kalau umpamanya ada yang tidak membenci koruptor, berarti ada kemungkinan dia mencintai korupsi. Kalau tidak benci ya cinta, iya kan?

Saban hari kita lihat berita tentang koruptor yang ditangkap. Namun saban hari juga kita kaget mendengar koruptor bebas, merdeka, atau sengaja dibebaskan, dan dimerdekakan. 

Nah, kalau hukum masih saja bisa dibeli, kepada siapa lagi kita dapat berharap dan menaruh rasa percaya? 

Catatan pinggir: Mengapa Hellen Keller berhasil dalam studinya padahal ia itu orang yang bisu dan tuli? Kenapa pula Ototake yang tidak punya kaki dan tangan bisa amat berhasil dalam pendidikan, dan ia lantas menjadi seorang professor terkenal di Jepang? Mengapa juga Lena Maria yang hanya mempunyai satu kaki namun bisa bertahan hidup dengan kelebihan-kelebihan serta talenta yang tak dipunyai orang kebanyakan? Mereka bangkit dari kekurangan. Mereka bukan siapa-siapa yang akhirnya menjadi siapa-siapa. Mereka adalah manusia-manusia yang bersyukur.

Lalu kenapa ada orang-orang hebat. Mereka sempurna secara fisik. Orang-orang pintar. Bahkan ada di antara mereka yang sudah kaya, pintar, bergaji besar, punya kekuasaan melimpah, tetapi ujung-ujungnya masih tetap korupsi besar-besaran? Ini adalah manusia-manusia tamak dan tak tau mengucap syukur.

Korupsi itu penyakit menjijikkan. Sama menjijikkan dengan pelakunya!

---Michael Sendow--

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun