Mimpi film Indonesia meraih Oscar mungkin masih jauh panggang dari api, tapi apa salahnya bila kita punya mimpi? Bagaimana Dengan Indonesia Menuju Oscar? Jangan bilang kalau insan perfileman Indonesia tidak tertarik dengan Oscar.
Pada acara puncak ajang pemilihan Piala Oscar, hanya lima film terbaik kategori Best Foreign Language yang akan diumumkan, dan sayang sekali wakil dari Indonesia belum pernah merasakan posisi the best five tersebut.
Ada beberapa film Indonesia yang pernah diikutsertakan dalam Piala Oscar. Misalnya saja Film Sang Penari (Tiny Dancer), sebuah film yang diangkat dari Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Film ini digarap dengan sangat baik dan alhasil menyabet Piala Citra FFI 2011 sebagai Film Terbaik.
Sang Penari bercerita tentang cinta antara Rasus dan Srintil. Setting pengambilan gambarnya di desa miskin pada era 1960-an. Nah, kedua insan manusia ini saling mencinta dengan amat sangat.
Akan tetapi, Srintil yang dipercaya sebagai titisan ronggeng harus mengabdikan diri kepada seluruh warga desa. Rasus merasa betapa sakit ketika cintanya dirampas, ia akhirnya memutuskan untuk pergi dari desa dan menjadi tentara.
Rasus yang masih terus memendam cintanya memutuskan untuk kembali ke desa demi menemui Srintil. Keputusannya inilah yang menibakan ia ke sebuah persimpangan yang terasa sulit dilalui, antara membela negara atau merebut cintanya kembali.
Film yang bagus ini ternyata masih belum mampu masuk lima besar untuk kategori film luar pada pemilihan Oscar. Masih ada film-film lainnya seperti Dibawah Lindungan Kabah (Under The Protection Of Kabah), Alangkah Lucunya Negeri Ini (How Funny This Country Is), Jamila dan Sang Presiden (Jamila And The President), Denias Senandung Diatas Awan (Denias Singing In The Cloud), dan Daun Di Atas Bantal (Leaf On A Pillow), serta beberapa film lainnya yang kesemuanya belum bisa menembusi lima besar untuk kategori Best Foreign Language.
Memang untuk film Daun Diatas Bantal yang digarap salah satu maestro perfilman tanah air, Garin Nugroho, ada sesuatu yang lain. Film ini sangat bagus. Berkisah tentang kehidupan anak jalanan di kota Yogyakarta, dibintangi oleh artis kawakan yang aktingnya sudah tidak diragukan lagi, Christine Hakim sebagai ibu Asih. Film ini lain daripada yang lain. Apa yang membuat film ini menjadi unik dan terasa sangat spesial? Tidak lain adalah karena selain ceritanya yang solid, para pemerannya juga terdiri dari anak-anak jalanan sungguhan.
Dengan cerdik Garin mengarahkan mereka memerankan kisah mereka sendiri. Ini realitas yang diangkat ke dunia film, tapi realitasnya dibiarkan terkespose secara natural, dan tanpa kesan dibuat-buat. Film ini sangat kuat nilai pembelajarannya, dan apik dari cara penyajiannya. Meski tak lolos nominasi Oscar, Daun Diatas Bantal masuk Uncertain Regard section pada Cannes Film Festival tahun 1998 lalu.
Mungkin belum waktunya Film Indonesia menghiasi malam penghargaan Piala Oscar, tapi kita musti terus berharap suatu hari kelak fim Indonesia dapat berjaya. Kita berharap film Indonesia tidak sekedar bermain di Sekitar Wilayah Dada (SEKWILDA) dan Buka Paha Tinggi-tinggi (BUPATI) semata.