Kemajemukan Penduduk dan Peradaban New York Sebagai Pembelajaran Jakarta
[caption id="attachment_198984" align="aligncenter" width="632" caption="NYC (Manhattan) Malam Hari (Dok.Pribadi)"][/caption] New York adalah kota terbesar di Amerika Serikat. Luasnya kota ini adalah dua kali lipat kota terluas kedua, Los Angeles (LA). Di samping itu juga, New York telah menjelma menjadi kota terpadat penduduknya dan dihuni hampir setengahnya (40%) justru oleh para pendatang (immigrant), yang datang dari berbagai ragam bangsa dan etnik. Kota New York adalah tempat tinggal untuk tidak kurang dari 8 juta orang. Keseluruhan negara bagian New York jumlah penduduknya lebih dari 20 juta orang.
Ada beberapa bagian di kota New York ini yang membuat tempat ini diistilahkan sebagai ‘Melting Pot’, merupakan bentuk penggambaran betapa padat dan beragamnya kota ini. Bagaimana dengan bahasa? Menakjubkan. Sekitar 800 bahasa dipakai dan dipergunakan di New York, menjadikannya sebagai kota yang memiliki bahasa paling beragam di dunia. Walaupun tentu saja bahasa Inggris tetaplah menjadi bahasa utama di sana, bahasa kedua terbanyak digunakan (bahasa resmi kedua) adalah Spanish. Bahasa Cina, Jepang, Italia, dan Perancis juga cukup banyak digunakan. Lantas apa kabar Bahasa Indonesia? Jangan kaget, untuk beberapa lokasi apartement dan perumahan, serta pertokoan di daerah China Town atau Queens misalnya, Anda dapat mendengar percakapan-percakapan dalam bahasa Indonesia, “Eh, di mana kedai kopi sekitar sini yah….” Tanya seorang warga New York asal Surabaya. “Oh, Anda dari Indonesia toh?...Saya dari Manado…” Jadi, ternyata ada juga lingkup keIndonesiaan yang punya andil menyemaraki kemajemukannya New York. Paling tidak, kalau di sorot dari satelit, batang hidung keIndonesiaan masih muncul di tengah kepadatan New York itu.
Perkembangan penduduk di New York memang terlihat cukup drastis. Lihat saja data statistik mereka,populasi penduduk pada tahun 1990 adalah sekitar 7 juta orang, hanya berselang 10 tahun (2010) sudah bertambah sebanyak 1 juta orang menjadi lebih dari 8 juta orang. Penambahan penduduk secara eksponensial ini tentu meningkatkan densitas ‘kota termahal’ di dunia ini. New York adalah kota multiethnic dan multicultural. Hampir 40% penduduknya adalah kumpulan para pendatang. Menjadikan kota ini sebagai salah satu di antara beberapa kota di Amerika yang dihuni oleh bangsa pendatang terbanyak. Di banding kota-kota lain di Amerika, New York bertengger di nomor urut satu sebagai kota dengan terbanyak pendatangnya. Para pendatang yang mendominasi New York antara lain datang dari China, Jamaica, Mexico, Russia, Ecuador, Haiti, dan masih banyak lagi. Kehidupan Keagamaan di New York Lalu bagaimana tentang keberagaman keagamaan di New York? Menurut data statistik yang ada di departemen kependudukan New York , terlihat jelas bahwa jumlah penduduk Muslim di Amerika Serikat meningkat tajam dalam satu dekade tarakhir. Jumlah umat Muslim di negeri Paman Sam itu bahkan mengalahkan jumlah pertambahan warga Yahudi untuk kali pertama di sebagian besar daerah Midwest. Saya sendiri pernah tinggal di West Coast dan East Coast. New York memiliki mesjid dengan jumlah terbanyak dibanding kota-kota lain di Amerika yaitu sekitar 250-an Mesjid, California menyusul di tempat kedua dengan 240-an Mesjid. Salah satu penulis kajian tentang Islam di Amerika yang juga adalah guru besar kajian Islam di Universitas Kentucky, Ihsan Bagby, seperti yang pernah dimuat di TribunNews.com mengatakan bahwa komunitas Muslim di Amerika berkembang secara sehat, bersemangat, dan semakin menyatu untuk menjadi bagian dari Amerika. Nah, dalam pengamatan saya ada salah satu Mesjid di New York yang rupa-rupanya menjadi tempat favorit bagi para pendatang dari Indonesia, yaitu Mesjid Al-Hikmah. Bulan lalu ada bazaar dari Indonesian Islamic Community dari Mesjid Al-Hikmah tersebut, bunyi pengumumannya seperti ini “Visit Masjid Al-Hikmah's Tent near the rear section of the lot for our Irresistibly Delicious & Famous Gado-Gado, made on the spot by our Sisters”. Ada gado-gadonya lho….enak pastinya! Masih menurut survei yang sama, ternyata ada sekitar 50-an persen pemimpin mesjid yang disurvei mengatakan bahwa mereka mengambil pendekatan yang fleksibel terhadap Al-Quran dan hadist Nabi Muhammad dengan tentu saja mempertimbangkan kehidupan modern. Maksudnya di sini tentu juga olehkarena kehidupan super modern dan majemuknya New York. Setelah peristiwa September 11, mendorong Mesjid lebih aktif lagi menunjukkan interaksi dengan agama lainnya di Amerika. Walapun ada pengketatan terhadap setiap pendatang baru dan terhadap orang-orang muslim yang mau masuk Amerika, tetapi untuk kalangan intern Amerika keeratan Islam dan agama-agama lain justru makin meningkat. Saya menyaksikan itu secara terbuka di New York City. Sekat-sekat itu sudah lambat laun terurai. Pengalaman nyata dan indah berinteraksi antara kaum Muslim dengan kelompok lintas agama lain benar-benar membangun simpati dan empati dengan orang-orang dari keyakinan lain. Saling menghargai itu ternyata bukan hanya mimpi dan fatamorgana. Rupa-rupanya itu semua masih bisa kita lihat, asal kita semua mau membuka diri dan membuka hati untuk itu. Terkecuali kita mau saja dengan sengaja membutakan hati dan mata kita untuk hal-hal seperti itu. Kita mau saja dengan sengaja mengerdilkan diri kita, agama kita, bahkan iman kita. Fakta-fakta tentang kesatuan dalam keragaman serta keberagaman yang beradab mesti dihormati dan dijaga. Perlu disyukuri dan diamini. Pembangunan Mesjid selama tahun 2011 lalu, oleh sebuah penelitian dikatakan bahwa banyak yang disponsori The Hartford Institute For Religion Research (Hartford Seminary), Badan-badan Keagamaan Amerika, kelompok sipil dari berbagai bangsa dan kelompok keagamaan, Dewan Hubungan Amerika-Islam. Mesjid yang terbesar sampai saat ini adalah Islamic Center of America yang berlokasi di Dearborn, Michigan. Mesjid ini dapat menampung lebih dari 3.000 jamaah. Asal asli jamaah, kedatangan mereka tersebar mulai yang dari Asia Selatan, Arab, kelompok African-American, Somalia, Irak, Afrika Barat dan masih banyak lagi tentunya. Populasi penduduk yang beragama Kristen di New York sendiri mencapai 70% dengan jumlah gereja diperkirakan sebanyak 2000 bangunan gereja. Tapi ada juga gereja yang ‘hanya’ menggunakan community halls atau tempat-tempat pertemuan lainnya yang jumlahnya juga sudah mencapai ribuan banyaknya. Di kota ini juga berdiri megah gereja terbesar di New York State, dan bahkan mungkin yang terbesar di Amerika yaitu the Episcopal of St John the Divine. Di tempat yang sama ini juga hidup berdampingan mereka yang beragama lainnya, termasuk Budha dan Jews.
Saya pernah melihat di depan sebuah mesjid yang sementara dibangun terpampang indah tulisan, "Help us build the House of Allah and He will build one for you in Jannah." Hanya beberapa lorong setelahnya ternyata ada gereja yang sementara membangun juga, dan ada spanduk bertuliskan, “Help us build this house of worship and He will repay you in Heaven.” Berdampingan secara rukun ternyata indah.
Perbedaan Etnis Dijadikan Kekuatan Mumpuni [caption id="attachment_198985" align="aligncenter" width="610" caption="Parade dari etnis Hispanic (Sumber:NYDailyNews.com)"]
Michael Sendow
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H