Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Popularitas Jokowi di Mata Media Asing

21 Maret 2014   01:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:41 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah Jokowi resmi ditetapkan sebagai capres PDIP, namanya kembali langsung menjadi bahan pembicaraan dimana-mana. Sama seperti ketika Jokowi pertama kali tampil untuk DKI1. Mulai dari kedai kopi tingkat desa sampai café-café mentereng di ibukota mengulas tentang dirinya. Mulai dari tingkat kecamatan sampai ke dunia internasional. Nama Jokowi memang benar-benar memberi efek yang luar biasa, makanya munculah istilah Jokowi Effect.

Media luar negeri juga tak mau ketinggalan mengulas tentang fenomena sosok Jokowi, dan segala kemungkinan menjelang pemilu Presiden dengan tampilnya sosok Jokowi ini. Media besar asal Amerika Serikat Washington Post umpamanya memuat sebuah tulisan yang isinya adalah mengenai 'Jokowi Effect'. Tulisan tersebut membahas mengenai fenomena politik di Indonesia sejak penetapan Jokowi sebagai capres oleh PDIP, tentang elektabilitasnya, dan harapan masyarakat.

Menurut Washington Post, Indonesia adalah negara yang sangat demokraris, dengan sebuah sistem yang bisa mengakodmodasi banyak partai. Sejak tahun 1999 partai di Indonesia jumlahnya tidak menentu. Partai pemenang pun tidak gampang ditentukan. Bayangkan saja, di Amerika negara yang begitu besar hanya memiliki tiga partai. Dua partai dengan kekuatan yang sangat besar serta berimbang, dan satu lagi adalah partai independen. Kita di Indonesia punya belasan partai.

Poin yang harus digarisbawahi adalah biasanya setiap partai akan menggandeng sejumlah pihak sehingga muncul kontrak tertentu yang mengikat untuk menduduki otoritas kekuasaan. Namun jika benar 'Jokowi Effect' itu ada, maka PDIP tak perlu membangun kontrak politik terlalu banyak untuk memenangkan Pemilu. Ia sudah kadung disukai dan dicintai rakyat banyak. Itu kontrak tertinggi Jokowi. Ya, mengikat kontrak dengan rakyat banyak.

Di sana tertulis demikian, “Right now the big news in Indonesia is the long-anticipated announcement that Jakarta Governor Joko Widodo will enter the race for president. Widodo — universally known as “Jokowi” among Indonesians — is by some degree the most popular of the many candidates for presidency this fall, which include a series of retired generals, businesspeople, and party apparatchiks.”

Katanya pada tataran tertentu maka Jokowi adalah calon yang paling popular dibandingkan calon-calon lainnya, termasuk di dalamnya para pensiunan jendral, pengusaha, pemimpin partai politik, dan lain sebagainya.

Mereka juga coba mencari tahu, selain penampilan pribadinya yang sederhana, kepemimpinan berbasis kerakyatan dengan selalu melakukan blusukan atau hands-on leadership, apa kira-kira dampak hadirnya Jokowi bagi perkembangan perpolitikan di Indonesia termasuk pengaruhnya terhadap partai.

Selain Washington Post, ternyata salah satu koran terbesar di Amerika lainnya, yaitu New York Posttertarik juga untuk mengulas sosok Jokowi ini. Memang benar-benar menunjukkan bahwa Jokowi dapat juga menyita perhatian dunia internasional. Bagi saya, ini wajar saja karena dunia internasional tentu sangat ingin tahu siapa yang akan memimpin Indonesia. Deal-deal politik dan ekonomi yang akan terjalin dengan Indonesia nantinya akan sangat bergantung kebijakan-kebijakan the next Indonesia’ President. Tapi Jokowi memang sudah memberi warna tersendiri di dunia perpolitikan Indonesia.

Alinea pembuka di NYP tertulis, “The opposition Indonesian Democratic Party of Struggle announced on Twitter that Mr. Joko, widely known as Jokowi, would be its presidential candidate. The announcement ended more than a year of speculation over whether the party’s chairwoman, Megawati Sukarnoputri, 67, a former president, would name herself as its candidate or support Mr. Joko, who is 15 years younger.

Kini penantian itu usai sudah. PDIP melalui Megawati, sang ketua umum legowo menempatkan Jokowi sebagai calon Presiden dari partainya. Namun Jokowi sendiri belum bisa formally nominated sebelum PILEG pada tanggal 9 April usai. Partai politik haruslah mendapatkan 20% kursi parlemen untuk dapat menominasikan kandidat mereka.

1395313704258314326
1395313704258314326

Selain ke dua koran besar di Amerika tersebut, masih ada juga banyak penulis luar lainnya yang mengupas-ulas tentang Jokowi. Termasuk site Today’s Onlinedan beberapa blog luar lainnya.

Ada beberapa diantaranya yang menulis tentang apa yang membuat para investor suka terhadap Jokowi, bila kelak ia terpilih menjadi Presiden. Beberapa alasan yang dapat saya tuliskan dan rangkumkan adalah ini.

He’s a big frontrunner – Pasar akan selalu khawatir tentang ketidakstabilan politik. Dan ternyata, pencapresan Jokowi dapat mengurangi kekhawatiran tersebut. Sebuah survey yang belum lama ini dibuat juga menempatkan Jokowi 4 kali lebih tinggi dari lawan terdekatnya, Prabowo. Ia mendapatkan sekitar 40% suara.

Infrastructure, infrastructure, infrastructure – Salah satu kendala investor mau masuk ke Indonesia adalah oleh karena infrastruktur. Kendala infrastruktur jelas sekali punya hubungan sangat erat dengan pelonjakan biaya-biaya investasi. Yang menakjubkan adalah ini. Bahwa hampir tidak ada proyek pengembangan infrastruktur baru yang siknifikan selama ini di Jakarta. Tapi dengan melihat apa yang sudah dilakukan Jokowi di Solo, serta kebulatan hati serta keseriusannya membangun metro system di Jakarta, para investor percaya bahwa Jokowi adalah orang yang tepat untuk membenahi semuanya itu, secara keseluruhan dan konsisten.

Markets have an endless supply of hope – Pemimpin berikutnya akan selalu lebih baik dari yang sebelumnya. Nah, para investor suka untuk mempercayainya. Di negara manapun tentu berlaku hal yang sama bukan? Kita memiliki ekspektasi bahwa yang baru akan selalu lebih baik dari yang lama.

They don’t understand Indonesia’s political system – Banyak investor luar negeri melihat persamaan antara munculnya of Narendra Modi di India dan Jokowi di Indonesia. Setelah bertahun-tahun mengalami frustasi tingkat tinggi akibat ribetnya proses menanamkan modal di Indonesia, mereka sangat berharap bahwa Modi dan Jokowi adalah ‘tunas baru’ yang dapat menciptakan ‘kehidupan baru’. Diharapkan Modi pun Jokowi dapat menyapu bersih semua rintangan yang sekiranya dapat mempersulit para investor tersebut. Padahal sistem politik dan pemilihan Presiden antara India dan Indonesia sangatlah jauh berbeda. Sistem kepemimpinan di dua negara ini juga berbeda. Jokowi tidak bisa berjuang serta bertindak seorang diri.

They are sick & tired of Indonesia’ BureaucracyJangankan para investor. Kadang-kadang saya juga suka gondok dengan segala macam birokrasi yang terlalu mempersulit masyarakat. Makanya jangan heran kalau istilah ‘bila masih bisa dipersulit kenapa harus dipermudah’ selalu saja dilekatkan di pundak para birokrat kita. Investor sudah pusing dengan urusan-urusan demikian. Karena melihat apa yang dilakukan Jokowi di Solo. Birokrasi dipermudah dan dipangkas. Demikian juga yang ia dan Ahok buat di Jakarta. Maka tentu para Investor melihatnya sebagai sebuah ‘keindahan’ dan ‘keajaiban’.

1395313804109808143
1395313804109808143

Demikianlah Jokowi di mata beberapa media asing. Nama Jokowi sudah begitu bergaung, sampai-sampai di Amerika pun ia menjadi topik pembicaraan. Jokowi Effect ternyata benar-benar terasa. Semoga efek-efek positiflah yang akan bermunculan dengan hadirnya Mas Jokowi. Entah ia akan terpilih nantinya atau tidak. ---Michael Sendow---

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun