[caption id="attachment_326509" align="aligncenter" width="568" caption="Jokowi dan Anies Baswedan, gaya yang sama menandakan visi, misi, dan perjuangan yang sama? (Sumber gambar: www.aniesbaswedan.com)"][/caption]
Anies Baswedan, terlahir dengan nama lengkap Anies Rasyid Baswedan di Kuningan, Jawa Barat tahun 1969. Usianya masih muda. Dan dia itu adalah seorang intelektual serta akademisi hebat asal Indonesia, yang tidak diragukan lagi segala kecerdasan dan keterdidikannya. Dialah yang kemudian hari memunculkan “Indonesia Mengajar” yang sangat berdampak pada dunia pendidikan informal kita. Ia juga dinobatkan sebagai rektor termuda yang pernah dilantik oleh sebuah perguruan tinggi di Indonesia, diusia yang masih lebih muda setahun dari usia saya saat ini, yaitu 38 tahun, tepatnya di Universitas Paramadina.
Saya pernah sekali ketemu Bung Anies Bawesdan sekitar dua tahun yang lalu, sewaktu mendampingi Menlu Latvia, Konsul Kehormatan Latvia, dan rombongan Kadin serta pimpinan beberapa perguruan tinggi dari Latvia yang berkunjung ke Indonesia, dan juga berkunjung ke Universitas Paramadina tersebut. Pertama kali bertemu Bung Anies saya langsung terkesan dengan pembawaan dan juga cara bicaranya. Mesti diakui, ia adalah seorang pemimpin yang sangat humble, namun penuh inspirasi dan luar biasa cerdas. Kecerdasannya selalu memancar dari buah-buah pikiran dan kecakapannya berbicara. Saya sepenuhnya sadar, bahwa Indonesia juga punya orang-orang cerdas dan memiliki kharisma persis seperti Anies Baswedan ini. Selama di Amerika, saya pernah bertemu dengan banyak tokoh intelektual muda dan cerdas, mata saya kemudian terbuka amat jelas, bahwa kita tidak kalah dari mereka.
Mendapatkan beasiswa Fulbright dari AMINEF, Bung Anis melanjutkan kuliah masternya dalam bidang keamanan internasional dan kebijakan ekonomi di School of Public Affairs, University of Maryland, College Park pada tahun 1997. Setelah lulus dari Maryland, Anies Baswedan kembali mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliahnya dalam bidang ilmu politik di Northern Illinois University. Disertasi doktoralnya berjudul Regional Autonomy and Patterns of Democracy in Indonesia mempelajari tentang efek dari kebijakan desentralisasi terhadap daya respon dan transparansi pemerintah daerah serta partisipasi publik, ia pun lulus pada tahun 2005.
--Pemimpin Pembaharu--
Melihat arah perkembangan zaman, bahwa bangsa yang besar ini kedepannya membutuhkan pemimpin yang baru, dengan ide-ide baru, gaya bekerja yang baru, dan pendekatan baru, maka iapun menetapkan hatinya untuk mendukung Jokowi – JK. Menjadi semacam salah satu ‘ujung tombak’ pemenangan Jokowi – JK. Juru bicaranya Jokowi – JK. Apakah Bung Anis benar-benar sudah mantap mendukung Jokowi – JK? Dan kira-kira apa alasan utamanya mendukung Jokowi – JK? Ini jelas terjawab sudah, terutama melalui pernyataan-pernyataannya yang cerdas dan terukur pada saat diundang menghadiri acara Mata Najwa, yang dapat kita saksikan kembali rekamannya di Youtube.
Di acara Mata Najwa itu, kepada kita dipertontonkan sebuah pertunjukkan yang luar biasa. Tentang seorang dengan kecerdasan mumpuni, dengan ketenangan terjaga, dengan emosi terukur, berkata-kata dan bersuara tentang Jokowi, dan tentang apa harapan bangsa ini kedepannya. Tentang betapa bangsa ini mestinya dipimpin oleh sosok baru dan pembaharu, yang mengerti apa itu bekerja. Pemimpin yang tidak terpaku pada jorgan dan slogan pembaharuan semata, namun yang sanggup bekerja untuk pembaharuan itu sendiri. Melaksanakannya di lapangan sebagai legitimasi antara sinkronnya perkataan dan perbuatan.
Mbak Najwa yang selalu tajam dan “ganas” dibuatnya hampir tidak berkutik kala itu, saya teringat ketika Jokowi – Ahok tampil di acara yang sama ini, dimana dengan lugasnya mereka ‘melahap’ semua pertanyaan Mbak Najwa, demikian pun Bung Anies Baswedan memberi jawab. Tampil dengan penuh ketenangan, ia mampu mejawab semua pertanyaan tajam yang diarahkan ke dirinya, dan di samping itu juga serempak ia memunculkan beberapa pendapat briliannya tentang pemimpin muda Indonesia yang penuh pembaharuan bernama Jokowi itu. Secara gamblang dan eksplisit ia menjelaskan kenapa ia akhirnya “turun tangan” mendukung Jokowi. Harapan yang sama juga, berupa ajakan untuk semua pencinta pembaharuan untuk turun tangan juga, mendukung tokoh muda yang sama itu.
Apapun itu, di acara yang berlangsung cukup lama itu, Bung Anies masih tetap menaruh respek terhadap “lawan” Jokowi. Tidak ada ucapan asal jadi dan yang menistakan, sebagaimana yang sering tertampil di layar kaca oleh banyak politikus negeri ini. Ia dengan penuh rasa hormat, mengatakan bahwa kedua capres ini tentu memiliki hal yang baik, dan berusaha yang terbaik untuk Indonesia yang lebih baik. Dua-duanya berusaha menjadikan negeri ini lebih baik.
Bung Anies, menyatakan bahwa ia tidak memiliki beban apapun bila harus mendukung orang baik. Hanya sesederhana itu. Just as simple as that. Tidak perlu galau dan berpikir panjang bila harus mendukung orang baik. Mendukung sesuatu yang baik itu justru harus menjadi sebuah keniscayaan. Dan mendukung sebuah perubahan dan pembaharuan adalah kemestian. Apalagi, bila itu demi mencapai Indonesia Baru dan Indonesia Maju.
Anies Baswedan mengatakan bahwa siapapun bisa membuat visi dan misi yang sangat bagus dan elok, namun apa sebetulnya yang terpenting dari semuanya itu? Apakah pembuat visi dan misi itu mau dan mampu bekerja mewujudkannya? Visi dan misi itu penting. Namun ada nilai utama yang mesti melandasi semuanya itu, yaitu kerelaan bekerja dan kemauan bekerja di lapangan untuk mewujudkannya. Mampu mebuat visi dan misi yang sangat hebat dan bagus tidak serta merta mampu juga mewujudkannya di lapangan bukan?
Kita sudah terlalu lama termakan dengan visi dan misi yang sangat melangit, dan begitu meroket, tapi kenyataannya hampir tidak pernah ada visi dan misi yang benar-benar terjadi dan terwujud, setelah yang membuat visi dan misi itu terpilih. Dan jarang ada visi misi selangit itu yang lantas “turun” menyentuh masyarakat paling bawah di negeri ini, dan yang akhirnya mampu menyejahterakan mereka semua. Mengentaskan mereka dari kemiskinan secara paripurna. Negeri ini butuh pemimpin yang tahu bekerja dan melakukan apa yang terbaik bagi kalangan kelas bawah itu. Sumpah, tanpa itu semua, maka visi, misi, dan semua jargon apapun yang digaung-gaungkan hanya akan kembali dengan sia-sia. Hanya akan terlihat hebat dan manis di atas kertas saja, percayalah.
Ada salah seorang pengurus Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) yang melayangkan kritiknya terhadap sosok bakal calon presiden Joko Widodo yang olehnya dianggapnya tidak berwibawa dan lemah. Hal itu diutarakan pada saat Anies Baswedan berbicara di hadapan puluhan pengurus KAHMI, di Jakarta, Kamis (29/5/2014) yang lalu (Kompas.com)
Menurut Anies, hanya sosok Jokowi dan JK-lah yang bisa membawa perubahan. Namun, sejumlah pengurus KAHMI yang hadir saat itu merasa tidak setuju dengan pandangan Anies itu. Menanggapi kritikan tersebut, Anies pun berujar, "Saya rasa capres yang kuat dan gagah sekarang memang ada. Tapi ingat, ada yang difoto tampak gagah sekali, tapi ternyata tidak punya nyali. Makanya jangan terpesona dengan foto, kita punya pengalaman dengan foto," disambut tawa seisi ruangan.
Dalam sebuah catatan, saya pernah membaca tentang perspektif Anies Baswedan terhadap Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 negara ini, yang menurutnya tidak hanya sedang bercita-cita, melainkan sedang berjanji. Apa sebab? Karena menurutnya Republik Indonesia ini dibangun dengan ikatan janji, ia menyebutnya sebagai Janji Kemerdekaan. Lantas apa sebetulnya janji kemerdekaan itu?
Nah, menurut Bung Anies diantaranya adalah janji perlindungan, janji kesejahteraan, janji pencerdasan dan janji peran global pada setiap anak bangsa. Menurutnya masih banyak masyarakat yang belum dilunasi janji kemerdekaannya. Baginya pelunasan janji itu tidak hanya tanggung jawab konstitusional negara dan pemerintah, melainkan juga tanggung jawab moral setiap anak bangsa yang telah mendapat pelunasan janji yakni telah terlindungi, telah tersejahterakan, dan telah tercerdaskan. Adakah di antara kita yang sudah mendapat pelunasan janji-janji tersebut? Bila iya, maka kita dituntut untuk mewujudkannya bagi mereka yang belum memperolehnya.
Kalau saya boleh menyambung lidah dan ‘menyumbang lidah’, maka ingin saya katakan, semua janji itu dapat diwujudkan apabila semua turun tangan. Siapapun kita, sebagai seorang anak bangsa, sebagai apapun kita terlahir ke dunia ini, maka di tangan kitalah perubahan dan kemerdekaan itu dapat terwujud. Gerbong pembaharuan itu harus kita dorong bersama, dan kalau boleh menelisik lebih lanjut, Anies Baswedan menaruh harapan bahwa ‘masinis’ yang akan menggerakkan seluruh gerbong pembaharuan itu adalah Jokowi. Sosok masinis itu tidak boleh diukur dari hanya melihat tampang dan ukuran badannya saja. Tapi lihat dari isinya. Lihat dari karakternya juga. "Oleh karena itu, jangan lihat perawakan seseorang, tapi lihat karakternya," demikian ia berpesan.
Di acara Mata Najwa, ia juga sempat ‘ditembak’ oleh Mbak Najwa dengan sebuah pertanyaan menusuk, yaitu apakah maksud semua dukungannya terhadap Jokowi adalah supaya mendapatkan posisi menteri? Dengan tenang ia menjawabnya, bahwa kalau itu niatannya maka adalah lebih baik kalau ia bersikap netral, tidak memihak salah satu, dan berbaik-baikkan dengan kedua capres demi mengamankan posisi, sehingga dengan demikian maka siapapun yang jadi ia bisa saja ditarik sebagai menteri. Namun bukan itu tujuannya. (Padahal, menurut pendapat saya pribadi, seorang Anies Baswedan adalah lebih dari sekedar layak dan pantas untuk duduk di pemerintahan. Bangsa Indonesia butuh orang cerdas, berintegritas tinggi dan santun seperti Bung Anies ini.)
Menutup tulisan ini, saya hendak menyitir perkataan seorang mantan Presiden Amerika Serikat, Franklin Roosevelt, bahwa untuk sebuah ambisi pribadi, kita adalah masing-masing kita, namun untuk mencari dan menciptakan progress ekonomi dan politik ke arah yang lebih baik sebagai sebuah bangsa, maka kita adalah (atau semestinya) menjadi satu. ---Michael Sendow---
In our personal ambitions we are individualists. But in our seeking for economic and political progress as a nation, we all go up or else all go down as one people --- Franklin D. Roosevelt
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H