Kita sudah terlalu lama termakan dengan visi dan misi yang sangat melangit, dan begitu meroket, tapi kenyataannya hampir tidak pernah ada visi dan misi yang benar-benar terjadi dan terwujud, setelah yang membuat visi dan misi itu terpilih. Dan jarang ada visi misi selangit itu yang lantas “turun” menyentuh masyarakat paling bawah di negeri ini, dan yang akhirnya mampu menyejahterakan mereka semua. Mengentaskan mereka dari kemiskinan secara paripurna. Negeri ini butuh pemimpin yang tahu bekerja dan melakukan apa yang terbaik bagi kalangan kelas bawah itu. Sumpah, tanpa itu semua, maka visi, misi, dan semua jargon apapun yang digaung-gaungkan hanya akan kembali dengan sia-sia. Hanya akan terlihat hebat dan manis di atas kertas saja, percayalah.
Ada salah seorang pengurus Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) yang melayangkan kritiknya terhadap sosok bakal calon presiden Joko Widodo yang olehnya dianggapnya tidak berwibawa dan lemah. Hal itu diutarakan pada saat Anies Baswedan berbicara di hadapan puluhan pengurus KAHMI, di Jakarta, Kamis (29/5/2014) yang lalu (Kompas.com)
Menurut Anies, hanya sosok Jokowi dan JK-lah yang bisa membawa perubahan. Namun, sejumlah pengurus KAHMI yang hadir saat itu merasa tidak setuju dengan pandangan Anies itu. Menanggapi kritikan tersebut, Anies pun berujar, "Saya rasa capres yang kuat dan gagah sekarang memang ada. Tapi ingat, ada yang difoto tampak gagah sekali, tapi ternyata tidak punya nyali. Makanya jangan terpesona dengan foto, kita punya pengalaman dengan foto," disambut tawa seisi ruangan.
Dalam sebuah catatan, saya pernah membaca tentang perspektif Anies Baswedan terhadap Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 negara ini, yang menurutnya tidak hanya sedang bercita-cita, melainkan sedang berjanji. Apa sebab? Karena menurutnya Republik Indonesia ini dibangun dengan ikatan janji, ia menyebutnya sebagai Janji Kemerdekaan. Lantas apa sebetulnya janji kemerdekaan itu?
Nah, menurut Bung Anies diantaranya adalah janji perlindungan, janji kesejahteraan, janji pencerdasan dan janji peran global pada setiap anak bangsa. Menurutnya masih banyak masyarakat yang belum dilunasi janji kemerdekaannya. Baginya pelunasan janji itu tidak hanya tanggung jawab konstitusional negara dan pemerintah, melainkan juga tanggung jawab moral setiap anak bangsa yang telah mendapat pelunasan janji yakni telah terlindungi, telah tersejahterakan, dan telah tercerdaskan. Adakah di antara kita yang sudah mendapat pelunasan janji-janji tersebut? Bila iya, maka kita dituntut untuk mewujudkannya bagi mereka yang belum memperolehnya.
Kalau saya boleh menyambung lidah dan ‘menyumbang lidah’, maka ingin saya katakan, semua janji itu dapat diwujudkan apabila semua turun tangan. Siapapun kita, sebagai seorang anak bangsa, sebagai apapun kita terlahir ke dunia ini, maka di tangan kitalah perubahan dan kemerdekaan itu dapat terwujud. Gerbong pembaharuan itu harus kita dorong bersama, dan kalau boleh menelisik lebih lanjut, Anies Baswedan menaruh harapan bahwa ‘masinis’ yang akan menggerakkan seluruh gerbong pembaharuan itu adalah Jokowi. Sosok masinis itu tidak boleh diukur dari hanya melihat tampang dan ukuran badannya saja. Tapi lihat dari isinya. Lihat dari karakternya juga. "Oleh karena itu, jangan lihat perawakan seseorang, tapi lihat karakternya," demikian ia berpesan.
Di acara Mata Najwa, ia juga sempat ‘ditembak’ oleh Mbak Najwa dengan sebuah pertanyaan menusuk, yaitu apakah maksud semua dukungannya terhadap Jokowi adalah supaya mendapatkan posisi menteri? Dengan tenang ia menjawabnya, bahwa kalau itu niatannya maka adalah lebih baik kalau ia bersikap netral, tidak memihak salah satu, dan berbaik-baikkan dengan kedua capres demi mengamankan posisi, sehingga dengan demikian maka siapapun yang jadi ia bisa saja ditarik sebagai menteri. Namun bukan itu tujuannya. (Padahal, menurut pendapat saya pribadi, seorang Anies Baswedan adalah lebih dari sekedar layak dan pantas untuk duduk di pemerintahan. Bangsa Indonesia butuh orang cerdas, berintegritas tinggi dan santun seperti Bung Anies ini.)
Menutup tulisan ini, saya hendak menyitir perkataan seorang mantan Presiden Amerika Serikat, Franklin Roosevelt, bahwa untuk sebuah ambisi pribadi, kita adalah masing-masing kita, namun untuk mencari dan menciptakan progress ekonomi dan politik ke arah yang lebih baik sebagai sebuah bangsa, maka kita adalah (atau semestinya) menjadi satu. ---Michael Sendow---
In our personal ambitions we are individualists. But in our seeking for economic and political progress as a nation, we all go up or else all go down as one people --- Franklin D. Roosevelt
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H