Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Waspada, Daya Tarik Permainan yang Menguras Kocek Anda

13 Juni 2014   03:12 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:59 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aksara merupakan salah satu penemuan manusia yang paling kuno. Akan tetapi penemuan kuno tersebut ternyata memberi dampak besar bagi kehidupan manusia, bahkan di era super modern saat ini, aksara menjadi alat komunikasi utama manusia. Aksara masih terus menjadi alat komunikasi tulis dan baca yang ampuh hingga detik ini. Semua media social harus mengamini bahwa aksara adalah penyumbang utama kehidupan dan keberadaan atau eksistensi mereka.

Aksara sudah ada sejak jaman purba. Nah, kini aksara peninggalan purba itu ada yang sudah punah, dan hilang dari penggunaan, namun ada juga yang masih tetap bertahan dan digunakan hingga saat ini. Setidaknya ada enam rumpun budaya baca-tulis yang melahirkan aksara. Menurut catatan sejarah, maka yang paling tua adalah budaya baca-tulis Mesopotamia yang muncul di sekitar tahun 3500 sM. Di situ orang sumeria menoreh tanda-tanda mirip paku pada lempeng tanah liat yang masih basah dengan sejenis alang-alang tajam. Ini merupakan tulisan manusia yang pertama. Namanya kuneiform.

Selanjutnya adalah budaya baca-tulis Mesir yaitu sekitar tahun 3200 sM. Mereka menulis di atas bahan yang terbuat dari papyrus, yaitu alang-alang air. Aksara ini disebut hieroglif. Berikutnya adalah budaya baca-tulis lembah Indus di Pakistan dan India, yang muncul sekitar tahun 2800 sM. Aksaranya disebut Harappa. Lantas kemudian ada juga budaya baca-tulis Tionghoa dengan logogram, yaitu aksara berbentuk lambang yang berjumlah ribuan, dan mulai digunakan tahun 1200 sM.Ada juga budaya baca-tulis Levantin di sekitar Laut Mediterania dan Timur Tengah dimulai sejak tahun 1050 sM. Aksara ini merupakan cikal bakal sejumlah aksara modern, termasuk yang kita gunakan saat ini.

Kini, dengan kemajuan teknologi dan pesatnya perkembangan dunia informatika, aksara sudah ‘naik level’ penggunaannya. Bahasa-bahasa pemrograman komputer maupun bermacam kode canggih untuk berbagai piranti lunak sudah ditemukan, dan terus bermunculan. Bahasa-bahasa pemrograman muncul juga di setiap gadget yang ada di tangan kita. Bahkan aksara sudah banyak yang bermetamorfosis menjadi simbol-simbol, dan bahkan aplikasi-aplikasi canggih lainnya. Satu di antaranya berwujud sebagai apa yang kita kenal sekarang dengan sebutan ‘aplikasi games’.

Coba periksa Smart Phone yang ada di tangan Anda saat ini. Sangat mungkin akan ada aplikasi game terkenal semacam Angry Birds, Mafia Wars, atau Candy Crush sudah terpasang di sana. Semua game ini memang dapat diunduh secara gratis. Itu biasa dan wajar. Bukankah semua kita memang senang dan mudah terpikat dengan apa-apa yang berbau gratisan? Namun, setelah Anda menjadi begitu ketagihan, di situlah perlu kewaspadaan tingkat tinggi, karena bisa-bisa kocek Anda semakin menipis. Gratis di depan, tapi begitu Anda sampai pada level ketagihan, ya tidak ubahnya orang yang lagi fly alias overdosis alias sakaw tingkat dewa, maka Anda akan ‘tega’ menguras isi dompet untuk memuaskan hasrat Anda.

Kawan saya ada yang sudah sangat ketagihan bermain Candy Crush. Dalam hidupnya, kini tiada hari tanpa Candy Crush. Bahkan sementara rapat pun, masih sempat-sempatnya ia main game itu. Semua pikir matanya tak lepas dari HP-nya oleh karena sementara membalas email atau urusan kerja lainnya, eh ia malah sibuk “ngejar target” di Candy Crush. Itu namanya ketagihan. Bahkan ada yang sampai larut malam berkutat dengan berbagai macam game online itu. Candy Crush bahkan sudah mulai menjangkiti beberapa saudara saya. Saya hanya titip pesan, hati-hati ketagihan. Dulu ada yang namanya Farmville, di situ saya sempat hampir jadi peternak binatang paling jago, sampai-sampai gajah pun saya koleksi. Untuk saya cepat sadar, dan segera membatasi diri.

Banyak permainan yang gratisan atau ‘Freemium’. Tapi ada saat-saat Anda harus membeli sesuatu ketika Anda ingin mendapatkan sesuatu, bila Anda sudah amat ketagihan. Umpamanya ketika Anda sudah bersedia membayar, baik untuk mendapatkan nyawa tambahan, atau untuk membeli ‘permata’ untuk digunakan sebagai mata uang virtual agar supaya dapat bermain terus tanpa halangan, saat itulah permainan yang tadinya ‘freemium’ dapat menjadi mesin pemutar uang bagi para pengembang game tersebut. Dan di situ pulalah terlihat cara hebat marketing mereka.

Bayangkan, di tahun 2013 yang lalu saja, pembelian aplikasi game di ponsel telah meningkatkan pembelanjaan sebesar 16.5 miliar USD (setara Rp. 191 triliun). Luar biasa besar.

Nicholas Lovell, penulis The Curve, sebuah buku tentang cara menghasilkan uang di dunia konten digital gratis mengatakan begini, “Yang kita lakukan adalah membawa proses berpikir dan keahlian menjual dan memasarkan secara lebih jelas ke dalam game.”

Menurut Lovell, bahwa mereka yang melakukan pembelian aplikasi game biasanya adalah pemain yang paling berdedikasi. Setelah seorang pemain mengunduh game gratis, maka para perancang game harus membuatnya untuk terus bermain. Itu adalah strategi jitu ‘mempertahankan mangsa’. Pemain yang paling merasa terikat adalah pemain yang memiliki kemungkinan paling besar untuk mengeluarkan uang.

Sebagai contoh, ada seorang pemain yang tidak ingin menunggu 24 jam sebelum maju ke level selanjutnya, ia sangat mungkin untuk mengeluarkan uang. Misalnya, ketika dalam permaianan tersebut ia butuh 10.000 koin emas untuk sekedar mendapatkan satu objek penting. Ini tentu saja menuntut si pemain harus menuntaskan 1.000 perburuan yang masing-masing menghasilkan 10 koin emas. Nah, ia bisa menghabiskan waktu berminggu-minggu untuk mendapatklan apa yang ia cari, dalam hal ini 10.000 koin emas tersebut. Terkecuali bila ia rela mengorbankan sedikit rupiah miliknya. Artinya, ia akan mendapatkan 10.000 koin emas itu dengan membelinya. Memang pintar ya cara pengembang game mencari uang dari para game lovers, atau mereka yang sudah amat sangat jatuh cinta dengan permainan tersebut? Lantas bagaimana dengan Anda?

Kalau saya, lebih baik tergila-gila, serta jatuh cinta dengan model aksara ‘kuno’ seperti yang saya tulis di atas sana. Ya, apalagi kalau bukan menulis. Saya memilih untuk tergila-gila menulis di Kompasiana saja, karena alih-alih merogoh kocek, justru saya bisa dapat duit karena menulis. Dan itu sudah terbukti he he he...Cheers! ---Michael Sendow---

Sumber referensi: - Blackberry Aplication, - Dr. Andar Ismail (Selamat Berpadu), - Eureka (Waspada Daya Pikat Game).

#onlinegame

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun