Perguruan tinggi sejatinya merupakan titik lontar untuk memproduksi sumber daya manusia berkualitas berdaya saing internasional, supaya bisa berdiri sejajar dengan negara-negara lain di dunia.Â
Berkaca pada laporan World Economic Forum (WEF) tahun 2019, index daya saing global Indonesia kini bertengger di urutan 50 dari 141 negara, turun dari peringkat 45 di tahun-tahun sebelumnya. Tak pelak, ini merupakan pekerjaan rumah yang harus dicarikan solusinya oleh para stake holders terkait, termasuk di dalamnya sektor swasta dan juga lembaga pendidikan tinggi nasional.Â
Makin ketatnya kompetisi global, disrupsi ekonomi akibat berbagai gejolak dan beberapa perubahan signifikan di sektor keuangan dunia, Â membuat sektor korporasi swasta kini memiliki pendekatan berbeda terhadap sektor pendidikan tinggi. Asas filantropi bukan lagi menjadi bumbu utama hubungan dua pilar penting dalam memajukan bangsa tersebut, karena korporasi kini lebih tertarik untuk menjalin hubungan strategis bersifat jangka panjang ketimbang kerjasama sporadis dalam bentuk "one time gift" untuk sebuah universitas.Â
Salah satu mega korporasi nasional yang kini getol membangun hubungan dengan lembaga pendidikan tinggi adalah PT. Bank Central Asia, Tbk. Menyandang predikat sebagai bank swasta terbesar dan terbaik di Indonesia, sejatinya BCA tidak akan kesulitan dalam menjaring tenaga-tenaga profesional untuk mendukung operasional bisnis. Apalagi bank BCA telah lama dikenal sebagai "dream destination" para pencari kerja dari seluruh pelosok negeri.Â
Terbaru, BCA di tahun 2022 membutuhkan sekitar 600 karyawan khusus untuk sektor Informasi Teknologi (IT) yang akan ditempatkan di berbagai kantor cabang di seluruh Indonesia. Jumlah ini meningkat dua kali lipat sejak pandemic Covid 19 melumpuhkan roda ekonomi global. Terakhir kali melakukan rekrutmen dalam jumlah besar (600 orang) dilakukan tahun 2019, kemudian turun menjadi 300 orang selama dua tahun berturut-turut (2020 dan 2021) akibat pandemi.Â
Ferdinan Wirawan selaku Vice President IT Management Office BCA, membuka sedikit banyak tentang kegiatan blusukannya untuk mencari kandidat kompeten. Menurutnya BCA memiliki budaya dimana sebisa mungkin setiap opportunity itu jangan sampai lepas begitu saja. Sebab itu IT BCA Â sedang membangun banyak IT office baru di luar kawasan Jabodetabek seperti Bandung, Malang, Surabaya, dan Bali.Â
"Saya sendiri turun ke lapangan supaya mendapat gambaran jelas serta get the feel, nanti kalau kantornya semua sudah jadi, saya pengen tahu seperti apa sih kerja dari daerah itu. Memang kita sering mengadakan Focus Group Discussion untuk memperoleh informasi, namun jelas berbeda jika saya berada langsung di lapangan. Pasti informasi dan keadaan sebenarnya itu akan lebih jelas."
Sementara itu terkait dengan komposisi karyawan di bagian yang ia gawangi, Ferdinan sedikit membuka "dapur" IT BCA. Ternyata ada  juga tenaga outsourcing yang bekerja di balik layar  dengan skema pekerjaan on project basis. Contoh nyata adalah program BLU BCA yang belum lama dilaunching, dimana keterlibatan tenaga outsourcing profesional dan ahli di bidangnya sangat nyata. Namun di sisi lain Ferdinan memiliki catatan penting tentang faktor accountability.Â
Menurutnya, mereka yang berasal dari internal BCA biasanya lebih memiliki sense of belonging yang jauh lebih besar dibanding dengan tenaga dari luar. Itulah sebabnya jika bisa memakai orang sendiri, maka itu akan jadi first choice. Menurut data, retention rate BCA itu sangat bagus dan bahkan merupakan yang terbaik di industri perbankan nasional.Â
Lantas apakah yang membedakan dapur pacu teknologi BCA dengan yang lain?Â
"Sebetulnya IT kita itu tidak special juga. Di "dapur" data center yang sekarang, operating system yang digunakan seperti Microsoft atau Linux, itu juga lumrah digunakan di seluruh dunia. Software nya juga tidak semua dibuat sendiri oleh IT BCA karena ada beberapa juga yang dibeli dari vendor. Â Tapi yang membedakan BCA dengan yang lain itu adalah sumber daya manusianya. Menurut data, banyak staff IT yang pensiun di BCA. Dengan kata lain mereka nyaman berkarya di BCA hingga masa purnabakti. Saya sendiri kalau ditanya ingin berkarir di tempat lain, jawabanya adalah tidak.Â
Dengan semua kriteria serta "mudahnya" BCA menemukan karyawan baru, apa masih penting melakukan blusukan ke universitas?
Laura Andiny yang kini menjabat sebagai Assistant Vice President Employee Experience & Communication BCA, mengatakan bahwa pihak perusahaan menyadari jika ada karyawan yang bisa membawa BCA hingga saat ini, itu bersumber dari universitas.Â
"Kami yakin bahwa hubungan dengan universitas itu harus dijaga, karena dari sanalah sumber utama pemenuhan karyawan BCA. Apalagi fakta bahwa dunia industriy dan universitas itu sering masih ada gap, jadi dengan "jalan-jalan" ke sejumlah universitas, kami berusaha menyamakan dan menjembatani gap yang masih ada antara dunia kerja nyata dan dunia pendidikan. Di samping itu kami juga mencari tahu updates terakhir di universitas itu seperti apa."
Sementara itu Lie Kathrin sebagai Team Leader di  IT Human Capital BCA,  memiliki pandangan praktis dari sisi human resources. Menurutnya, jika mencari fresh graduate yang siap kerja, sampai kapanpun kebutuhan karyawan ini tidak akan bisa terpenuhi.Â
"Caranya adalah memperlengkapi dan mendidik mereka supaya bisa sesuai dengan standarisasi yang ditetapkan BCA. Â Untuk itu hal penting yang harus diingat adalah kita mencari lulusan-lulusan yang memiliki kemauan keras untuk belajar serta punya desire tinggi untuk mengembangkan diri. Dengan besarnya kebutuhan, tidak mungkin kita hanya menunggu seorang fresh graduate sampai ia bisa memenuhi tuntutan perusahaan, itu adalah hal yang impossible."
Jovian Manuel misalnya. Ia baru lulus dari program probation dan mulai bekerja sejak September 202 sebagai IT Human Capital Specialist.
"Mulai berkarir sebagai seorang fresh graduate di sebuah mega korporasi seperti BCA menyimpan banyak tantangan. Kita harus mengejar apa yang menjadi keinginan perusahaan besar seperti ini. Di fase awal, kinerja saya juga belum maksimal dan boleh dibilang kerjaan itu berantakan, tetapi di sinilah letak kekuatan tim di BCA dimana saya dibantu, dibimbing dan diarahkan sehingga lama kelamaan bisa bekerja dengan profesional seperti sekarang. Karyawan baru itu tidak pernah dilepas untuk belajar berkembang sendiri tapi didampingi untuk maju bersama."
Lalu ada juga Elvin Pantowidjoyo  yang merupakan Team Leader di  IT Culture BCA dan telah bergabung sejak 2014. Bagaimana BCA memberdayakan kemampuannya?
"Saya lulusan IT Trainee 2014. Sebelum bergabung dengan BCA saya sudah bekerja di beberapa perusahaan lain, tapi memang ada perbedaan ketika bekerja di BCA dimana rekan-rekan kerja bisa sekaligus menjadi teman main dan ini membawa pengaruh positif dalam pekerjaan. Ketika hang out, kita bisa sharing pengalaman bekerja sehari-hari dan ada banyak cerita yang dibagikan untuk saling memotivasi, meskipun kita datang dari departemen atau divisi yang berbeda. Karena saya berasal dari program IT Trainee, maka setelah lulus dan mulai bekerja teman-teman itu langsung banyak dan tidak perlu lagi celingak- celinguk cari teman baru. Lingkungan kerja di BCA itu juga sangat cair, bahkan dengan atasan pun bisa saling bercanda dan ini tidak bisa saya dapat dari perusahaan lain dimana saya bekerja sebelum gabung di BCA."
Memang pada gilirannya, BCA tidak bisa menyambangi semua universitas atau lembaga pendidikan tinggi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Â Di samping standarisasi, metode lain yang digunakan untuk melakukan filterisasi kemana blusukan akan dilakukan adalah data history. Memiliki lebih dari 20 ribu karyawan, ternyata BCA memiliki data lengkap termasuk universitas asal dari masing-masing staff. Dari sana analisa dilakukan mengenai performance dan value untuk dijadikan referensi. Kalau ada univeritas baru biasanya pihak BCA akan terlebih dahulu melakukan explore dan berusaha untuk lebih kenal. Memberikan kesempatan bagi mahasiswa, juga bermanfaat untuk meraba kualitas dari sebuah perguruan tinggi.
Dari sekian banyak perguruan tinggi di seluruh Indonesia, salah satu perguruan tinggi yang menjadi tujuan favorit BCA dalam menjaring kandidat terbaik di Provinsi Jawa Barat adalah Institut Teknologi Harapan Bangsa (ITHB) yang terletak di Kota Bandung. Selain ITHB, nama-nama seperti Universitas Padjadjaran, Universitas Parahyangan, Universitas Maranatha dan Institut Teknologi Bandung juga merupakan kampus-kampus tempat BCA melakukan hunting.
"Khusus untuk ITHB kami sudah tahu track recordnya itu bagus, terbukti dari karyawan BCA yang sekarang berasal dari ITHB memiliki performance yang baik. Mereka memiliki potensi untuk menjadi leader di masa depan dan biasanya BCA akan lebih melakukan pendekatan lebih dalam lagi."
Langkah cerdas lain yang dilakukan BCA dalam membangun strategic partnership dengan pihak kampus adalah menjadi good listener. Dengarkan apa input dari universitas, kemudian melakukan tindakan cermat untuk makin menajamkan hubungan yang telah ada berdasarkan apa yang didengar dan bukan apa yang mereka pikir telah didengar. Dalam blusukan terakhir di ITHB misalnya. Ada tiga hal penting yang menjadi masukan yaitu konsep pipeline research, pipeline curriculum serta pipeline internship. Menurut Ferdinan Wirawan, ketiga hal ini sedang ditindak lanjuti oleh BCA. Adapun yang telah dilakukan adalah pipeline internship
"Usulan pipeline research, pipeline internship dan pipeline curriculum secara konsep bisa dilakukan. Hanya kembali lagi jika kita mengadakan kerja sama dalam research pasti membutuhkan effort. Jadi kami sedang menggali sebanyak mungkin informasi. Kalau untuk saat ini, BCA sudah membuka kerja sama dalam bentuk magang dan ini pastinya memberikan benefit besar untuk mahasiswa yang ada di semester 6-8. Dari pengalaman magang mereka akan bisa melihat kalau nanti bekerja di BCA itu akan seperti apa.Â
Sementara dari pihak BCA tentu akan memperoleh kesempatan untuk melihat langsung bagaimana kompetensi dari kandidat atau mahasiswa yang magang tersebut. Â Biasanya jika ada kandidat yang memang memiliki potensi besar, saya bisa rekomendasikan ke bagian HRD untuk ditindak lanjuti. Seandainya pun nanti masih ada yang belum memenuhi kriteria, mahasiswa tidak perlu berkecil hati karena mereka bisa mencari pengalaman di tempat lain kemudian apply lagi setelah 2 tahun dan banyak yang melakukan hal ini."
Last but not least, relasi antara industri dan kampus tidak bisa terbangun dalam satu malam. Ada banyak waktu dan komitmen yang harus dilakukan kedua belah pihak. Dunia kini berubah dengan begitu cepat dan kitapun harus ikut berubah atau tertinggal jauh di belakang. Menjadi hal krusial bagi universitas untuk lebih kuat dari sisi entrepreneurial karena mahasiswa milenial menuntut demikian. Di lain pihak, perusahaan membutuhkan hal tersebut, sementara masyarakat mengamati dan menunggu apa output yang dihasilkan dari kolaborasi itu sendiri.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H