Kita semua tahu bahwa tahun lalu sempat beredar di sosial media foto yang memperlihatkan seekor komodo sedang berhadapan dengan truk yang membawa tiang pancang. Truk itu menjadi salah satu bukti bahwa ada sebuah proyek besar yang sedang dikerjakan di Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur. Cagar alam yang biasa kita kenal dengan sebutan 'Pulau Komodo' ini didirikan sejak tahun 1980 untuk melindungi komodo dan habitatnya. Atas dasar itu, ketakutan yang selalu menghantui para penggiat lingkungan, pelaku wisata dan warga di dalam dan sekitar kawasan Taman Nasional Komodo adalah perubahan tak terkendali yang disebabkan oleh aktivitas pembangunan pada habitat alami ini. Karena bukan hal yang tak mungkin apabila pembangunan itu akan berujung pada kepunahan komodo.
Beberapa pemerintah, pejabat tinggi serta pengusaha berpendapat bahwa pembangunan ini tidak melanggar kaidah konservasi karena berada dalam zona pemanfaatan wisata. Padahal, pembangunan yang dilakukan saat ini seperti pembuatan 'Jurassic Park' dalam menarik wisatawan dengan investasi tinggi, justru membuat habitat asli komodo menjadi berkurang.
Pembangunan yang sekarang ini sedang dilaksanakan di Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur, akan dapat  berdampak pada dua aspek. Yang pertama yaitu aspek lingkungan, dan yang kedua terkait aspek ekonomi.
Saat ini, pemerintah sedang memproses pembangunan beberapa perusahaan untuk melakukan bisnis wisata alam. Tujuan utama perusahaan yang melakukan bisnis adalah untuk menaikkan investasi dalam bidang pariwisata. Bahkan di Pulau Rinca, tempat di mana satwa komodo juga berkembang biak, pemerintah tengah membangun sarana-prasarana wisata alam seperti jalan elevated, ruang terbuka publik, penginapan untuk peneliti dan pemandu wisata dengan tujuan menarik wisatawan asing dengan harga mahal untuk kesejahteraan ekonomi masyarakat sekitar. Padahal, justru kelestarian alam komodo-lah yang menjadi faktor kunci di balik terus meningkatnya kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo dalam beberapa tahun terakhir. Dalam hal ini, pemerintah justru merusak kelestarian alam komodo demi branding utama destinasi pariwisata Labuan Bajo di mata dunia. Pemerintah dinilai buta warna mengenai environmental ethics.
Pada akhirnya, investor yang mempunyai jalan mulus akan membuat komodo lupa jalan pulang ke sarangnya sendiri. Investor menggemukan saku namun menciptakan derita pada habitat dan populasi komodo. Dengan demikian, apabila pembangunan kontroversial di Pulau Komodo ini tetap berlangsung, pemandangan bangunan serta fasilitas yang ada hanyalah menjadi pemuas mata sesaat. Karena pada akhirnya anak cucu kita kelak hanya akan melihat komodo di museum dan buku-buku akibat dampak dari perubahan ini yang akan menurunkan populasi komodo.
SOURCE :
Haryanto, V. (2020). Taman Nasional Komodo di Ambang Bencana Ekologi dan Sosial. Flores Barat: tirto.id.
Rosary, E. d. (2019). Demi Konservasi dan Wisata, Jokowi Minta Taman Nasional Komodo Ditata, Akankah Terlaksana? Nusa Tenggara Timur: Mongabay.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H