Kriminologi itu apa sih?
Sebelum membahas lebih jauh tentang topik yang akan diangkat, sudah tahu belum apa itu Kriminologi? Tidak sedikit loh orang-orang di luar sana yang menganggap bahwa kriminologi adalah ilmu kejahatan atau ilmu untuk menjadi penjahat.Â
Sebenarnya, istilah Kriminologi sendiri berasal dari Bahasa Latin yaitu ‘crimen’ yang berarti kejahatan dan ‘logos’ yang berarti ilmu (Mustofa, 2010). Jadi, secara harfiah kriminologi merupakan ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang mempelajari segala aspek tentang kejahatan. Kriminologi mengkaji empat aspek pembahasan yang meliputi kejahatan, pelaku kejahatan, korban kejahatan, dan reaksi masyarakat terhadap kejahatan tersebut. Oleh karena itu, kriminolog kemudian memiliki peran dalam pengungkapan kejahatan. Guna mengungkap tindak kejahatan yang terjadi, Kriminologi sangat berkaitan dengan Ilmu Forensik dalam proses peradilan pidana.Â
Ilmu Forensik bukan hanya tentang mayat lho
Bila mendengar atau membaca istilah forensik, hal yang pertama kali terlintas dalam otak pastilah tentang mayat dan kedokteran. Hal tersebut memang tidak sepenuhnya salah.
Namun, lebih dari itu, dalam kacamata Kriminologi, forensik merupakan aplikasi keilmuan yang digunakan dalam kebijakan kriminal untuk kepentingan investigasi oleh penegak hukum dalam rangka memperoleh bukti yang sesuai dalam prosedur pengungkapan kejahatan (Meliala & Prameswari, 2021).Â
Singkatnya, forensik adalah ilmu pengumpulan fakta yang terkait dengan tugas untuk membuat terang suatu perkara. Fakta yang lengkap menjadi hal yang sangat penting dalam mengungkap kasus kejahatan agar menghasilkan putusan hakim yang berkeadilan. Jadi, perlu diingat nih bahwa ilmu forensik tidak hanya terpaku pada ilmu kedokteran tetapi juga ilmu-ilmu non-medis lainnya yang dapat mendukung dan berkontribusi nyata dalam proses pengungkapan kejahatan.
Lantas, apa itu Kriminologi Forensik?
Kriminologi Forensik dapat didefinisikan sebagai studi ilmiah tentang kejahatan dan pelaku serta korban kejahatan dalam tujuannya untuk pengungkapan kejahatan melalui kegiatan investigasi berbasis hukum (Meliala & Prameswari, 2021). Kriminologi Forensik menduduki posisi manajer pengungkap kejahatan guna mengkombinasikan pendekatan multidisiplin menjadi sesuatu yang transdisiplin. Ini berarti Kriminologi Forensik dalam upaya mengungkap kejahatan tidak dapat dilakukan sendiri oleh ilmu Kriminologi tetapi juga memerlukan disiplin ilmu lainnya, seperti:
- Keilmuan medis dan kaitannya dengan otopsi
- Keilmuan perilaku dan mental individu
- Keilmuan alam, seperti biologi, matematika, genetika dan DNA, kimia.
- Keilmuan teknikal, seperti  kebakaran, sidik jari, balistik
- Keilmuan komputer, guna melakukan/menghadapi hacking, pencurian identitas, forensik penyimpanan data digital
- Keilmuan akuntansi, guna melakukan/menghadapi kecurangan/fraud, profiling individu melalui laporan keuangan
- Keilmuan linguistik, seperti penggunaan bahasa untuk tujuan kemanusiaan dan penegakan hukum
- Keilmuan hukum pidana, seperti praktik hukum pidana
- Keilmuan kimia dan biologi, khususnya untuk mendeteksi racun
Kontribusi Kriminologi Forensik melalui Peran Psikologi Forensik
Salah satu disiplin ilmu yang akan dibahas lebih lanjut adalah Psikologi Forensik yang termasuk ke dalam disiplin keilmuan perilaku dan mental individu. American Psychological Association mendefinisikan Psikologi Forensik sebagai praktik profesional oleh psikolog mana pun yang bekerja dalam subdisiplin psikologi (misalnya klinis, perkembangan, sosial & kognitif) ketika menerapkan pengetahuan psikologi ilmiah, teknis, atau khusus pada hukum untuk membantu menangani masalah hukum, kontrak & administrasi.Â
Di Indonesia, konteks Psikologi Forensik tidak hanya terkait persidangan saja tetapi juga dalam memahami sebab terjadinya kejahatan dan pelaku kejahatan, upaya memahami aspek psikologis tiap individu yang terlibat dalam suatu proses hukum, mulai dari: saksi, korban, pelaku termasuk aparat penegak hukum.
Praktik Psikologi Forensik sendiri dapat dibagi menjadi dua, yaitu:Â (1)Â Psikolog dalam praktik Psikologi Forensik yang meliputi pemeriksaan (assessment) dan intervensi (treatment) psikologi yang berimplikasi hukum; dan (2) Ilmuwan Psikologi dalam layanan Psikologi Forensik yang meliputi psikoedukasi, pendampingan, dan wawancara forensik.Â
Seorang psikolog dengan kompetensinya melakukan pemeriksaan psikologis melalui wawancara semi-terstruktur, asesmen psikologi melalui tes, data informasi kolateral dari sumber lain, dan scientific evidence base terkait kasus yang sedang diperiksa (de Ruiter & Kayser-Boyd, 2015 dalam Sumampouw, 2021). Psikologi Forensik juga berkontribusi dalam kegiatan otopsi psikologis guna mencari jejak yang ditinggalkan oleh/ditemukan pada korban dan pelaku di TKP yang memberikan indikasi kondisi psikologis untuk memecahkan kasus.Â