Abstrak
Di era digital saat ini, media sosial dan iklan telah menjadi faktor besar yang memengaruhi cara remaja memandang kecantikan. Penelitian ini menyoroti bagaimana Instagram, TikTok, dan iklan kecantikan membentuk persepsi standar kecantikan ideal di kalangan remaja perempuan Perumahan Bogor Asri. Melalui wawancara mendalam, terungkap bahwa tekanan untuk memenuhi standar tersebut berdampak pada kepercayaan diri dan pola hidup mereka. Artikel ini juga menawarkan rekomendasi untuk membantu remaja lebih kritis dan menerima keunikan diri mereka.
Abstract
In today's digital era, social media and advertising have become big factors influencing the way teenagers view beauty. This research highlights how Instagram, TikTok, and beauty advertisements shape perceptions of ideal beauty standards among teenage girls at Bogor Asri Housing. Through in-depth interviews, it was revealed that the pressure to meet these standards had an impact on their self-confidence and lifestyle. This article also offers recommendations for helping teens be more critical and accepting of their unique selves.
Latar Belakang
Media sosial kini bukan hanya tempat untuk berbagi momen, tapi juga menjadi ruang yang sering menentukan "standar kecantikan". Instagram dan TikTok, misalnya, kerap menampilkan konten yang memperlihatkan kulit mulus, tubuh ideal, dan wajah sempurna. Hal ini menciptakan tekanan besar bagi remaja untuk terlihat "sempurna". Di Perumahan Bogor Asri, fenomena ini semakin nyata, dengan banyak remaja merasa perlu mengikuti tren kecantikan agar merasa diterima di lingkungan sosial mereka.
Fenomena ini relevan dengan teori Agenda Setting, yang menunjukkan bagaimana media memiliki kekuatan untuk menentukan topik apa yang dianggap penting oleh masyarakat. Dalam konteks ini, media sosial dan iklan mengatur bagaimana remaja memandang kecantikan, sering kali dengan standar yang tidak realistis.
Kajian Pustaka
Penelitian sebelumnya, seperti yang dilakukan oleh Kenaisa (2007), menyoroti bahwa iklan kecantikan sering kali mendukung pandangan bahwa kulit putih adalah standar kecantikan ideal. Rohmah & Huda (2020) juga menemukan bahwa iklan secara aktif memperkuat pandangan ini. Namun, penelitian ini lebih berfokus pada bagaimana media sosial, bersama iklan, memengaruhi remaja secara langsung, terutama di lingkungan sederhana seperti Perumahan Bogor Asri.
Pembahasan
- Media Sosial: Penyebab Utama Tekanan Kecantikan
Instagram dan TikTok disebut semua informan sebagai platform yang paling memengaruhi cara mereka memandang kecantikan. Algoritma di platform ini terus menampilkan tren kecantikan yang seragam. Salah satu informan, Ambar (17 tahun), mengatakan, "Aku sering banget lihat konten influencer yang bikin aku ngerasa harus punya kulit cerah dan tubuh ideal biar pede." Hal ini menunjukkan bagaimana media sosial menciptakan persepsi bahwa kecantikan hanya bisa diukur dengan tampilan fisik tertentu, sering kali tanpa mempertimbangkan keberagaman bentuk tubuh dan warna kulit. - Iklan: Mendorong Keinginan untuk Mengikuti Tren
Iklan yang melibatkan influencer juga memperkuat tekanan ini. Nova (19 tahun), salah satu informan, bercerita bahwa dia membeli serum wajah viral karena melihat testimoni dari influencer. Iklan semacam ini membuat banyak remaja merasa perlu membeli produk tertentu agar merasa lebih percaya diri atau terlihat seperti orang-orang di media sosial. Namun, ketika hasil yang diharapkan tidak tercapai, banyak remaja merasa kecewa atau bahkan kehilangan kepercayaan diri. - Dampak pada Kepercayaan Diri dan Gaya Hidup
Tekanan ini juga berdampak langsung pada perilaku remaja. Misalnya, Tasya (17 tahun) mengaku pernah mencoba diet ketat setelah melihat tren tubuh langsing di media sosial. Dia kemudian sadar bahwa hal tersebut tidak sehat. Banyak remaja lainnya mungkin belum mencapai kesadaran ini dan terus mengejar standar kecantikan yang tidak realistis.
Kesimpulan
Media sosial dan iklan memegang peran besar dalam membentuk cara remaja memandang kecantikan. Konten yang sering kali menampilkan kulit cerah, tubuh ideal, dan gaya hidup "sempurna" menciptakan tekanan yang nyata, terutama di kalangan remaja perempuan. Akibatnya, banyak dari mereka merasa tidak cukup baik dengan diri mereka sendiri dan terjebak dalam pola pikir bahwa mereka harus selalu terlihat sempurna.