Amerika Serikat dan Tiongkok merupakan dua negara yang memiliki ekonomi yang besar dan berpengaruh secara global. Keduanya merupakan kekuatan ekonomi utama di dunia. Amerika dan Tiongkok bukan hanya menonjol dalam hal ukuran ekonomi, tetapi juga memiliki pengaruh yang sangat signifikan dalam kebijakan perdagangan, keuangan dan investasi.
Amerika Serikat dengan ekonomi pasar yang kuat dan diversifikasi sektor industri, telah lama menjadi pemimpin global dalam hal inovasi dan teknologi. Disisi lain, Tiongkok telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang luar biasaselama beberapa dekade terakhir, menjadi motor utama dalam produksi manufaktur dan perdagangan internasional.
Pertumbuhan ekonomi kedua negara ini telah memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan kesejahteraan global, tetapi juga menciptakan ketegangan dalam persaingan ekonomi.
Namun, apa yang terjadi jika dua negara dengan pengaruh ekonomi yang besar terlibat dalam konflik perang dagang?
Trade War atau Perang dagang adalah konflik ekonomi yang terjadi diantara 2 negara yang melibatkan tindakan seperti penerapan tarif  impor, kuota impor dan langkah-langkah proteksionisme perdagangan. Perang dagang yang terjadi antara Amerika dan Tiongkok yang terjadi pada pertengahan tahun 2018 dipicu oleh Presiden Trump yang merasa terancam akan peningkatan pesat ekonomi dan dugaan praktik perdagangan yang tidak adil yang dilakukan Tiongkok. Trump meningkatkan tarif bea masuk terhadap produk Tiongkok sebagai respons terhadap kekhawatirannya. Awalnya, Trump meningkatkan bea masuk sebesar 10% dan kemudian ditingkatkan lagi menjadi 25%. Langkah ini menjadi upaya Trump untuk melindungi industri dalam negeri dan mengurangi defisit perdagangan dengan Tiongkok. Namun, perang dagang ini bukan hanya tentang tarif. Konflik perang dagang ini mencakup ketegangan serius terkait dengan hak kekayaan intelektual, transfer teknologi.
Sebagai balasan, Tiongkok pun memberikan respons terhadap kebijakan Trump dengan menerapkan tarif balasan terhadap 128 produk Amerika Serikat, termasuk kedelai yang menjadi salah satu ekspor utama Amerika. Tiongkok memberlakukan tarif bea cukai sebesar 15%-25% terhadap produk-produk Amerika. Kedua negara ini saling berupaya meningkatkan bea cukai dalam bentuk retaliasi, peningkatan tarif tersebut yang berdampak negatif pada perdagangan bilateral dan ekonomi global secara keseluruhan yang menciptakan ketidakpastian global.
Peningkatan tarif ini mempersempit ruang gerak pelaku usaha di kedua negara, merugikan perdagangan bilateral yang sebelumnya berkembang. Perusahaan di Amerika dan Tiongkok pun merasakan tekanan akibat biaya tambahan yang diakibatkan oleh tarif. Retaliasi tarif ini menciptakan ketidakpastian global karena dampaknya yang meluas ke pasar-pasar internasional. Pelaku usaha diseluruh dunia harus beradaptasi dengan perubahan dalam dinamika perdagangan yang tidak pasti. Ketidakpastian global ini akan menyebabkan resesi ekonomi pada beberapa negara, dan menekan pertumbuhan ekonomi global. Pemerintah dan pelaku usaha harus mengantisipasi dampak negatif dari ketidakpastian global dan mengambil kebijakan yang tepat untuk mengurangi dampak negtaif tersebut.
Ketegangan yang terjadi antara Amerika dan Tiongkok ini memberikan dampak terhadap perkonomian global terutama bagi negara-negara yang menjadi mitra dagang Amerika dan Tiongkok. Sebagai mitra dagang kedua negara tersebut, negara-negara di ASEAN dan Jepang mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi yang diakibatkan oleh tekanan ekonomi global dan penurunan permintaan di pasar global.Â
Di Indonesia sendiri, dampak dari perang dagang ini mencakup berbagai aspek yang signifikan. Akibat dari Amerika dan Tiongkok yang saling menaikkan harga barang dan tarif impor membuat harga barang pun menjadi mahal. Harga bahan baku yang meningkat pun akan memberi dampak pada biaya produksi yang ikut meningkat. Hal ini juga menjadi tantangan khusus bagi perusahaan yang bergantung kepada bahan baku dari Amerika ataupun Tiongkok, karena akan sulit bagi mereka untuk menjual barang dengan harga yang bersaing.
Jepang sebagai mitra dangang dari Amerika dan Tiongkok juga terdampak oleh ketegangan ini. Penurunan pertumbuhan ekonomi Jepang menjadi kenyataan karena perdagangan global mengalami perlambatan, dan perusahaan-perusahaan Jepang juga menghadapi tantangan dalam rantai pasok global mereka. Dampak ini menciptakan ketidakpastian yang merayap di sektor ekonomi Jepang, yang selama ini telah terintegrasi dengan erat dalam rantai pasok global mereka.Â