Mohon tunggu...
Michael Musthafa
Michael Musthafa Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Pengamat Budaya, Belajar di UIN Sunan Kalijaga jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam. Aktif di Organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Peace Leader Jogja. Tulisan selebihnya lihat di blognya: pojokmichaelmusthafa.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ancaman Tidak Membawa Buku

10 Februari 2019   00:09 Diperbarui: 10 Februari 2019   02:54 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: locita.co

Saya bingung. Seminggu lalu, dosen saya menginstruksi warga kelas untuk membawa buku yang berkaitan dengan sejarah dunia. Salah satunya adalah Sejarah Dunia yang Disembunyikan karya Jonathan Black yang begitu tebal. Bagi yang tidak membawa, maka tidak akan diperkenankan masuk.

Sebetulnya Perpustakaan telah menyediakan buku tebal itu untuk dijadikan bahan bacaan dan referensi artikel, tetapi tidak mungkin menyediakan dengan jumlah sebanyak mahasiswa jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam. Lagi pula, peminjaman hanya diberlakukan untuk beberapa hari saja. Selepas dipakai harus dikembalikan kalau tidak mau ditanggungkan biaya sekian ratus rupiah perhari.

Sebagai alternatif, mahasiswa harus membelinya sekitar Rp. 135.000,- di took-toko buku. Atau kalau tidak, mereka harus menggandakannya di percetakan. Dapat dibayangkan bagaimana sulitnya mengeluarkan uang sebesar itu untuk satu materi kuliah ini. Terutama, bagi mahasiswa yang tergolong miskin seperti saya, adalah sangat susah payah mendapatkan uang sebesar itu. Bagaimana akan mudah membelanjakannya?

Seumur-umur, saya tidak pernah membeli buku yang kelewat mahal seperti itu. Apalagi berbekal honor tulisan saya dari media yang tak seberapa. Kecuali dibelikan oleh kakak. Lagi pula, kenapa kita harus membawa buku setebal itu setiap kali masuk kuliah? Kenapa kita harus secara intens meminjam buku setiap kali ingin mengikuti mata kuliah ini? Mengapa mesti bersusah payah membelinya?

Saya tidak mengerti kenapa buku itu harus menjadi kunci pintu masuk kelas dalam mata kuliah ini. Apa si dosen mengira, dengan meminjam atau membeli buku ini dapat menjamin mahasiswanya membaca? Apakah ia tidak sadar bahwa tidak semua mahasiswa suka membaca? Bukankah banyak orang enggan menyentuh buku tebal, termasuk saya?

Si dosen begitu menekankan mahasiswanya untuk membawa buku itu. "Pokoknya bawa. Kalau tidak, saya akan suruh kalian mencarinya." Saya enggan untuk mengomentari walaupun semua teman kelas pasti berharap satu orang saja (kalau ada) yang dapat mematahkan instruksinya. Perintah seperti itu sangat memungkinkan memberatkan hati para mahasiswa.

Selama beberapa menit terakhir mata kuliah Sejarah Dunia kemarin, dosen itu menghabiskannya untuk membahas masalah "membawa buku wajib" itu. Kalau ternyata stok buku pinjaman di perpus-perpus terbatas, tak ada alternatif lain selain meng-fotokopi atau membelinya. "Akan lebih baik kalau kalian beli. Jangan banyak perhitungan untuk beli buku kalau ingin jadi akademisi. Untuk mengetahui apakah Anda ini akademisi atau tidak, orang akan pasti melihat pustaka-pustaka Anda," kata dosen itu.

Sekarang, dalam nasib di mana rezekinya tidak dapat dibanggakan, saya belum berpikir untuk mempunyai buku tebal itu. Akan tetapi, saya berjanji akan membelinya suatu saat kalau sudah mempunyai dana yang cukup. Pendapatan kecil saya, untuk saat ini, mesti lebih diperhitungkan untuk membeli hal-hal yang lebih urgen. Bukan ingin mengesampingkan posisi buku ini dalam "perjalanan mahasiswa" saya. Buku itu sangat penting untuk anak Jurusan Sejarah seperti saya. Tetapi, saya mesti tahu apa saja yang harus dibeli terlebih dahulu.

Sekurang-kurangnya, saya mesti memanfaatkan uang saya yang sedikit untuk membeli buku terbitan baru minimal untuk diresensi dan dikirim ke koran atau web yang memungkinkan menerima tulisan saya. Harus diingat bahwa tidak semua tulisan akan dimuat dan tidak semua tulisan dimuat yang berhonor.

Selebihnya, isi buku itu saya pergunakan untuk memperluas wawasan. Agar suatu saat jika ada orang mengajak mengobrol tentang hal-hal yang berat sekalipun, saya tidak terlalu terkejut. Yang lebih penting sebenarnya bukan bukunya, tetapi isi di dalamnya. Saya akan sangat malu untuk menggenggam buku Sejarah Dunia yang Disembunyikan jika tidak tahu apa saja di dalamnya. Tetapi, jika minggu ini buku tidak berhasil saya pegang, akan seperti apa nasib saya?

Saya tidak terlalu khawatir akan perlakuan dosen itu pada saya, semisal tidak memperkenankan saya masuk kelas. Toh, pada mata kuliah lainnya, saya tidak terlalu rajin juga. Kemarin, nilai IP saya tidak memuaskan karena banyak dikurangi oleh jumlah presensi yang bolong. Sekarang, akan diancam bolong lagi hanya karena tidak membawa buku. Saya tekankan, hanya karena TIDAK MEMBAWA BUKU, bukan tidak membaca buku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun