Mohon tunggu...
Michael Musthafa
Michael Musthafa Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Pengamat Budaya, Belajar di UIN Sunan Kalijaga jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam. Aktif di Organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Peace Leader Jogja. Tulisan selebihnya lihat di blognya: pojokmichaelmusthafa.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perokok Jugalah Orang yang Toleran

11 Desember 2018   06:21 Diperbarui: 11 Desember 2018   06:40 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua, tidak ada peringatan "dilarang merokok" di kawasan itu. Oleh karena itu, siapapun bebas merokok di situ dan yang tidak merokok sudah mengerti itu. 

Aktivitas merokok dan tidak merokok sah-sah saja dilakukan disitu tanpa saling menuduh tidak toleran dan tidak bijak. Seandainya merokok di pom bensin yang sudah jelas-jelasan terdapat larangan merokok, boleh dianggap tidak bijak dan toleran.

Ketiga, memahami keberagaman dan perbedaan. Hal ini adalah ajaran inti dari komunitas Peace Leader. Mengamalkannya adalah tuntutan bagi saya sebagai anggota komunitas. Makanya tidak perlu teman-teman yang tidak merokok dipaksa untuk ikut merokok demi menghargai saya. Itu adalah perbedaan yang harus diterima.

Bukankah dengan membiarkan mereka tidak memaksakan kehindak untuk merokok adalah suatu bentuk toleransi? Mereka sebenarnya sudah ditawarkan oleh saya untuk merokok, tapi tidak mau karena tidak biasa. Mendengar itu, ya sudah saya hargai saja.

Masalah terganggu tidaknya, ya saya juga punya alasan merasa terganggu kalau disalahkan merokok di kawasan itu. Peraturan mana yang sudah saya langgar? Bukankah Justru yang akan mengurangi rasa toleran itu jika membatasi orang menjalankan haknya, seperti hak merokok?

Bagi saya, toleransi hanya bisa diukur dengan cara memastikan bagaimana respon kita terhadap orang lain, bukan orang lain kepada kita. 

Manusia hidup bukan untuk dituduh semena-mena. Sebelum mendapat perhatian dari orang lain, terlebih dahulu kita pastikan, sudahkah kita memperhatikan mereka? Sudahkah tingkah mereka dihargai oleh kita?

Lagi-lagi pertanyaan itu juga perlu ditamparkan sekeras mungkin pada diri saya sendiri. Kalau saya menyalahkan mereka, jelas salah. 

Begitupun sebaliknya. Kita sama-sama saling mengganggu dan harus pula saling memaafkan. Gimana enaknya biar damai seperti misi komunitas Peace Leader ini? Bicarakan dan buat kesepakatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun