Warung Bu Narsih selalu menjadi tempat yang nyaman untuk menyesap kopi. Selain karena tempatnya dekat dengan sawah yang membuat suasananya sejuk, juga karena kopi buatan Bu Narsih yang enak. Kira-kira hampir seenak kopi buatan Mia Clark dalam Novel berjudul "Sunshine Becomes You", yang ditulis oleh Ilana Tan.
Seorang paruh baya itu tiap hari mengunjungi warung Bu Narsih. Sekadar menyesap kopi dan merokok. Sambil lalu juga mengamati sawah-sawah yang amat luas di samping warung. Oh iya, ia membawa rokok, kopi dan gula sendiri dari rumah. Ke warung hanya membeli air hangat dan meminjam gelas. Lalu, ia membikin minuman kopi dengan menu sesuai seleranya.
Bu Narsih sering merasa jengkel dan menganggap ia satu-satunya pelanggan warung yang paling aneh. Apa tidak malu ia datang ke warungku hanya untuk membeli air hangat dan meminjam gelas? Apalagi ini dilakukan tiap hari. Gumam Bu Narsih. Tetapi, lama kelamaan dia menyadari bahwa orang yang sesederhana Pak Tarjo tingkahnya harus selalu dimaafkan.Â
Maklum, dia bukan orang yang menempuh pendidikan formal selama hidupnya dan memang tak pernah bermimpi untuk menempuhnya. Kerjaannya hanya ngopi, ngerokok, tidur. Jadi, kalau ia tahu tentang isu-isu yang sedang hangat, pasti itu didapatnya dari warung Bu Narsih. Oh iya, lupa. Dia juga mandi, tiga hari sekali. Lumayan tak terlalu bau kalau duduk disampingnya.
Seandainya dia menempuh pendidikan, minimal lulus SD saja, ia pasti akan gengsi melakukan hal seperti itu. Karena pendidikan, menurut Pak Tarjo, memang di-setting untuk memberi porsi besar untuk rasa "gengsi". Lihat orang-orang akademis yang bertahun-tahun bergelut dengan materi-materi, yang menurutnya lagi, murahan. Mana mungkin mereka akan percaya diri untuk berpenampilan dan bersikap seperti Pak Tarjo? Tidak ada.Â
Para akademisi sedikit banyak telah mempersempit pergaulannya. Kalau tidak dengan sesama akademisi tak mau mengobrol, semua orang dianggap rendah dan hanya dirinya yang tinggi, semoga orang itu bodoh dan dirinya saja yang pintar. Lalu apa gunanya mengobrol dengan orang bodoh? Sama sekali tak berfaedah.
Seorang Mahasiswa datang dengan memakai celana jeans dan baju almamater kampusnya. Ia tengah menjalani KKN di desa itu sejak beberapa hari lalu. Misinya adalah untuk memajukan desa dan membuang penyakit-penyakit berupa segenap permasalahan moral dan pendidikan.Â
Orang seperti Pak Tarjo bisa jadi dianggap penyakit, karena dia tidak menghargai keberadaan satuan pendidikan. Maka, ia harus diberantas. Apa iya Pak Tarjo itu adalah penyakit?
Si Mahasiswa memesan kopi dan memasukkan gorengan yang ada di meja ke mulutnya. "Berapa harga gorengan ini, Bu?" tanyanya.
Sontak Bu Narsih menoleh, "itu dua ribu, tiga, nak. Kalau satu harganya seribu"
Mahasiswa itu berpikir sejenak. Ternyata harga gorengan di  sini masih normal layaknya di borju-borju Jogja. Gumamnya. Ia kembali memakan satu per satu, lalu duduk di samping Pak Tarjo. Pak Tarjo tetap saja berasyik-asyik dengan kepul rokoknya. Sesekali berdeham. Tak ada tanda-tanda bahwa ia ingin menyambut si Mahasiswa.