Untuk seorang sahabat, yang barangkali selalu akan menjadi sahabat.
Rasa-rasanya baru saja kemarin ku mengenalmu,
Ternyata belasan tahun terlewati bersamamu.
Meski tak di sampingmu.
Hanya saja ku tahu kau ada dan pastinya, kau juga tau aku ada.
Kini yang ada di dada hanya sukma tak bernyawa.
Ia dibunuh oleh ketakutan.
Memutar berbagai skenario, apa yang kan terjadi bila rasa ini tumpah meluah
Di depan hatimu yang kini sedang tak bertuan.
Ingin rasanya kutuang semua rasa ini dalam sebuah bingkisan kecil,
sebuah cinderamata dari hati mungil yang ingin tampil.
Menampilkan kebesaran rasa pedulinya, meski ia hanyalah objek yang kecil
Oh? Tak ingatkah kau tentang hadiah itu?
Yang menceritakan parasnya di pandangku?
Juga menceritakan sebegitu berarti dirinya di hatimu.
Ya. Namun, hingga kini pun aku tak tahu seberapa berarti dirinya bagiku.
Bukankah terlambat untukmu menguji hal itu?
Bukan terlambat, malah waktu yang tepat,Â
mengukur seberapa bagian diriku yang mungkin sirna bersama keberangkatannya yang tak terelakkan lagi.
Lagi-lagi, berharap pada yang tak pasti.
Berharap padanya yang bahkan mungkin tak ada rasa terhadapmu bahkan sejengkal.
Tak lelahkah engkau?Â
Lelah pun tak mengapa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H