Mohon tunggu...
Michael Ugrasena
Michael Ugrasena Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Tulis-menulis serpihan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Seni

Aneka Ria safari dan Safari Golkar

17 Januari 2025   16:37 Diperbarui: 17 Januari 2025   16:37 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sri Maryati pembawa acara Aneka Ria Safari di TVRI (foto: lontarnews)

Dekade 1970an merupakan masa dimana industri permusikan Indonesia sedang tertunduk lesu akibat musik Indonesia yang kalah dalam persaingan dengan lagu-lagu Barat. Eddy Sudihardjo yang merupakan aktor kenamaan Indonesia prihatin dengan kondisi permusikan di Indonesia yang kian lesu di periode 1970an dengan latar belakangnya dibidang layar kaca ia berhasil memincut petinggi-petinggi pemerintah yang saat itu masih dikuasai oleh Golongan Karya. Keresehannya ia utarakan kepada menteri penerangan saat itu Ali Moertopo dan langsung saja ia diberi kuasa untuk membuat suatu acara yang dinamakan Artis Safari Golkar bersama teman-temannya sesama aktor (Bing Slamet dan Bucuk Soeharto). 

Konsep kegiatannya adalah mengumpulkan artis kenamaan, lalu keliling konser sambil cari suara untuk memenangkan Golkar pada pemilu 1971. Hasilnya fantastis Golkar menang pemilu 1971 dan membuat pemerintah orde baru puas dengan kinerja Eddy Sud dari sisi permusikan pun Musik Indonesia mengalami peningkatan dan mampu bersaing dengan musik barat nama-nama seperti Arie Wibowo, Meriam Bellina, Titiek Puspa, Gito Rollies, Camelia Malik, hingga "Haji oma" alias Rhoma Irama merupakan agen-agen dari kesuksesan acara ini sekaligus pemenangan Golkar 1971. 

Setelah pemilu 1971 pemerintah terus mengeratkan kerja sama antara Eddy Sud dkk terbukti Eddy diberi mandat mengepalai konsep acara Aneka Ria Safari akhir 1970an di stasiun televisi TVRI. Acara ini langsung melesat tinggi lebih-lebih dari segi rating sehingga membuat pemerintah "ketagihan" mempromosikan Golkar seperti tahun 1971. 

1977 merupakan Tahun politik bagi bangsa Indonesia dengan konsep baru dimana hanya ada dua partai dan satu Golongan Karya yang ikut berkontestasi. Golongan Karya yang notabene angkutan umum pemerintah harus mendulang suara sebanyak mungkin dan salah satu caranya adalah mempromosikan lewat TVRI dan Aneka Ria Safari sebagai mitra kerja lama. Artis-aktor dan musisi yang tampil di situ pun ikut-ikutan mempromosikan Golkar dan tentunya Golkar siap membiyai mereka dengan dana yang besar mengingat dukungan dibaliknya yang sangat kuat. Hasilnya apa? Golkar menang meyakinkan di pemilu 1977 dengan presentase 62% mengalahkan dua rivalnya PDI dan PPP. 

TVRI merupakan saluran televisi satu-satunya di Indonesia saat itu dan dikontrol langsung oleh pemerintah. Digelar menjelang tengah malam di hari sabtu hal ini menyebabkan acara Aneka Ria Safari yang didasarkan nafas musik dan artis kenamaan digandrungi muda-mudi bangsa. Terlebih rakyat saat itu untuk sarana hiburan hanyalah TVRI dan nonton TV pun harus ramai-ramai satu kampung, satu televisi dan satu rumah. Iis Sugianto, Iwan Fals, Betharia Sonatha, Vinda Panduwinata nama-nama ini menghiasi wajah Aneka ria Safari saat itu

Memasuki dekade 1990-an situasi mulai berubah semakin maraknya stasiun televisi swasta seperti RCTI, SCTV, dan Indosiar memberikan alternatif hiburan baru bagi masyarakat. TVRI yang dulunya menjadi satu-satunya saluran televisi di Indonesia, mulai kehilangan dominasi. Dengan munculnya berbagai program musik di televisi swasta yang lebih segar, dinamis, dan tidak terlalu bernuansa politik popularitas Aneka Ria Safari perlahan-lahan merosot.  

Minat terhadap musik pop Barat dan perubahan selera musik masyarakat juga berkontribusi pada kemunduran acara ini. Pada akhirnya, kebijakan reformasi politik pasca-Orde Baru di akhir dekade 1990-an yang melarang eksploitasi media publik untuk kepentingan politik tertentu menjadi pukulan terakhir bagi Aneka Ria Safari.

Acara yang pernah menjadi ikon dan saksi bisu perjalanan musik Indonesia tersebut akhirnya harus berhenti mengudara. Meski begitu, jejak sejarahnya tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari perkembangan musik dan media di Indonesia, sekaligus menjadi pengingat akan dinamika hubungan seni, hiburan, dan politik di masa lalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun