Dahulu saya pernah mendengar orang berkata "anak cewe mesti liat figur bapaknya kalo nyari jodoh apalagi sama kakak lakinya deketnya bukan main" saya kurang percaya dengan opini itu karena saya memang dahulu tidak memiliki adik perempuan dan ayah saya sangat militer sekali (Guru militer saya pikir.) Toh selama saya menjadi kakak bagi adik lelaki saya isi hari-hari saya hanya pertengkaran adu fisik dan saling jotos layaknya lelaki kecil. Tibalah suatu masa saat pandemi menyerang ibu saya yang sudah uzur umurnya untuk mengandung diberi kesempatan oleh-Nya mengandung adik kedua saya berjenis kelamin perempuan yang jaraknya 11 tahun dengan saya pikiran saya saat itu hanyalah "cobaan opo meneh ki, wes SMP kok nduwe krucil." 2021 ia lahir dan seketika ia menjadi rebutan antara saya dan adik lelaki saya untuk beradu perhatian didepannya (sepertinya ini kelanjutan pertengkaran dahulu kala)Â
Untuk pertama kali dalam hidup saya menggendong bayi berumur tiga hari, menguburkan ari-ari seorang bayi, membuatkan susu formula, menyiapkan baju, menemani mandi, mengajari makan dan berjalan, mengajari berbicara yang runtut sudah macam ayah saja diri ini. Tetapi semua pengalaman itu saya syukuri dan selalu saya ingat sebagai bagian dari perjalanan hidup, coba saja anda bayangkan saya seorang anak SMP kelas pertama yang pembelajarannya secara online setelah selesai melakukan pjj (pembelajaran jarak jauh) harus menemani ibu mengurusi adik yang saya anggap anak saat itu mulai dari membuat susu, menyiapkan baju ataupun menggendong apabila menangis/rewel. Ada pepatah mengatakan "kebahagiaan orang tua itu ketika anaknya mampu berbicara jelas dan berjalan dengan baik" dan saya rasa tepat, mengapa? saya merasakan betul ketika adik saya belajar berdiri sendiri, mulai berjalan secara tertatih-tatih dan akhirnya mampu berjalan normal. Mulai dari sekedar menangis untuk meminta susu sampai bisa mengatakan "susu" hingga adik saya mengatakan "terimakasih mas!" ada suatu rasa yang tak mampu saya ungkapkan ketika adik saya mengatakan itu.Â
Empat tahun berlalu bayi perempuan itu bertumbuh menjadi anak kecil yang cerewetnya sampai membuat tetangga melapor kerumah saya"aduhh cerewetnya.. kalo pagi!" Suka duka saya lewati dengan dia bersama dan kini dia sudah masuk TK! hari-hari saya dipenuhi oleh curhatan hatinya tentang teman lelakinya yang berusaha mendekati dirinya (sementara saya belum dimiliki oleh wanita manapun) perkara playdate bersama teman cewek yang realitasnya adalah main disekolah sehabis pelajaran, curhatan skibidi toilet yang tiba-tiba muncul hingga curhatan tentang dia dikerjain oleh kakaknya (adik pertama saya) Memang dia belum bisa bercurhat seperti kita yang apa-apa berlari kepsikater dan muter lagu satu bulan miliki Bernadya, tetapi setiap kata-kata yang keluar darinya dan senyum manisnya menjadi pelepas dahaga dan kepenatan bagi saya. Pernah suatu hari saya rindu sekali dengan adik saya ini sejak pagi dan adik saya merasakan yang sama, apalagi kalau sudah kegiatan yang mengakibatkan saya tidak pulang berhari-hari saya terus saja ditanyai oleh adik "mas kok lama pulang.."
Akhir kata saya hanya ingin berterimakasih pada semesta, Tuhan dan orang tua yang telah menjadikan adik kedua saya ini yang bagi saya "hadiah terbaik" selama saya hidup. Adik saya kalau ditanya mau jadi apa kalau sudah dewasa jawabannya selalu sama "dokter, biar bisa nolong mas" jawaban itu selalu membekas dalam diri saya tentang adik saya. Tulisan ini mungkin bisa menjadi inspirasi bagi para bro-bro yang punya adik bayi cewe bisa jadi perasaan kita sama. Sekian cerita diminggu sore yang beratapkan air hujanÂ
Salam dingin (karena kehujanan)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI