Mohon tunggu...
Michael Khan Yolodi
Michael Khan Yolodi Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Siswa

Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Detoks Digital: Koneksi Kembali dengan Dunia Nyata?

8 November 2024   09:15 Diperbarui: 8 November 2024   09:16 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Koneksi dengan dunia digital dapat dikatakan sebagai akses terhadap layanan digital, aplikasi, dan platform online. Pada dunia modern ini, masyarakat sangat terkoneksi dengan dunia digital. Setiap hari, kita pasti akan membuka gadget maupun apapun yang dapat mengakses dunia digital; bisa termasuk media sosial, website berita, game online, atau mesin pencarian. Hal ini telah membuat kehidupan masyarakat lebih mudah dan nyaman, tetapi tidak tanpa dampak negatif. Akses ke dunia digital, walaupun penting, membawa tantangan cukup berat bagi kesehatan mental. Seiring berlajunya waktu, semakin banyak orang mengalami masalah pada kesehatan mental. 

Sebelum adanya internet, masalah kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi sudah ada namun seringkali kurang dikenal dan kurang dibahas. Menurut sebuah studi yang dilakukan oleh National Institute of Mental Health (NIMH), prevalensi depresi seumur hidup diperkirakan sekitar 10% pada tahun 1980an. Namun, setelah adanya internet, kesehatan mental menolak dengan cukup buruk. Hal ini menunjukkan bahwa kebangkitan internet berkorelasi dengan peningkatan tingkat kecemasan dan depresi. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa di seluruh dunia, depresi meningkat sebesar 18% dari tahun 2005 hingga 2015. Selain itu, sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Abnormal Psychology pada tahun 2019 menemukan bahwa keawanan dari episode depresi berat di kalangan remaja meningkat secara signifikan dari tahun 2005 hingga 2017, dengan angka tersebut hampir dua kali lipat di kalangan remaja berusia 12-17 tahun.

Hasil survei Rumah Tangga Nasional Australia (2020) menunjukkan bahwa akses terhadap internet lebih buruk bagi mereka yang memiliki masalah kesehatan mental (87,8%) dibandingkan mereka yang tidak memiliki masalah kesehatan mental (92,2%), dan perbedaannya lebih besar ketika ukuran kondisi kesehatan mental yang lebih parah digunakan (81,3% vs 92,2%) . Model regresi menunjukkan bahwa bahkan setelah penyesuaian dengan berbagai kovariat, orang dengan gangguan kesehatan mental secara signifikan lebih besar kemungkinannya untuk tidak memiliki akses internet karena keterjangkauan dibandingkan mereka yang tidak memiliki gangguan kesehatan mental.

Karena itu, detoks digital menjadi metode yang menarik. Apa itu detoks digital? Detoks digital dapat diartikan sebagai periode waktu di mana seseorang tidak menggunakan perangkat elektronik seperti HP atau komputer, yang dianggap sebagai peluang untuk mengurangi stres atau fokus pada interaksi sosial di dunia fisik. Hidup di dunia digital melelahkan. Selalu dikelilingi oleh standar tidak realistis, kelajuan yang begitu cepat, dan cukup banyak konten yang membuat otak kita menjadi bubur. Lewat detoks digital ini, kita dapat menerima manfaat yang membantu dalam menghadapi dunia digital yang meresahkan.

Saat ini, dengan setiap orang yang semakin terhubung secara digital, efek dari ketergantungan ini terus terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, banyak yang menghabiskan berjam-jam di dunia digital, entah itu untuk bekerja, bermain, atau sekadar menjelajah media sosial. Meskipun dunia digital menawarkan berbagai kemudahan, ada harga yang harus dibayar---yaitu kesehatan mental. Di tengah arus informasi yang tiada henti, banyak yang mulai merasakan gejala kelelahan mental yang secara perlahan menggerus ketenangan pikiran.

Jika dibandingkan dengan masa pra-internet, tekanan terhadap kesehatan mental sekarang terasa jauh lebih besar. Di era sebelum internet, sumber kecemasan cenderung bersifat lokal dan lebih terbatas, sedangkan saat ini, kecemasan bisa muncul dari berbagai sisi di dunia digital, seperti media sosial, berita, dan hiburan online. Kehidupan digital membuat seseorang mudah merasa tertekan oleh standar dan ekspektasi tinggi yang sering muncul di media sosial, sementara di masa lalu, interaksi sosial dan tekanan cenderung terbatas pada lingkaran yang lebih kecil.

Bayangkan seorang remaja yang baru bangun tidur dan segera memeriksa HPnya. Notifikasi dari media sosial, berita terbaru, dan pesan dari teman langsung membanjiri layarnya. Sepanjang hari, ia bergantung pada perangkat tersebut untuk berbagai aktivitas, mulai dari belajar hingga berkomunikasi. Saat malam tiba, HP tetap di genggamannya hingga menjelang tidur. Keterhubungan ini tanpa disadari menimbulkan stres dan tekanan mental yang berkepanjangan, membuatnya sulit untuk benar-benar beristirahat.

Contoh nyata dari efek negatif penggunaan media sosial yang berlebihan bisa dilihat dalam penelitian dari American Psychological Association, yang menemukan bahwa 45% pengguna media sosial yang aktif melaporkan tingkat kecemasan lebih tinggi dibandingkan mereka yang jarang menggunakan platform tersebut. Kasus FOMO (fear of missing out) juga semakin meningkat di kalangan pengguna internet, di mana banyak yang merasa kurang puas dengan hidup mereka setelah melihat kehidupan "sempurna" orang lain di media sosial.

Saya percaya bahwa detoks digital adalah langkah yang penting bagi semua orang, terutama bagi mereka yang mulai merasa stres akibat dunia maya. Dengan menjalani detoks digital, kita bisa sejenak menjauh dari layar dan fokus pada realitas di sekitar kita. Hal ini dapat membantu kita untuk menenangkan pikiran, menyegarkan energi, dan menciptakan keseimbangan yang sehat antara dunia nyata dan dunia digital.

Berada di dunia digital bisa diibaratkan seperti mengonsumsi makanan cepat saji; terasa menarik dan menyenangkan, tetapi jika dilakukan berlebihan, bisa berdampak buruk pada kesehatan. Sama seperti makanan cepat saji yang berpotensi merusak kesehatan fisik, paparan digital yang berlebihan dapat merusak kesehatan mental. Oleh karena itu, salah satu cara untuk menjaga kesehatan pikiran adalah dengan melakukan "diet digital"---sebuah detoks yang memberi kesempatan bagi otak untuk beristirahat dan pulih.

Detoks digital adalah periode waktu ketika seseorang memutuskan untuk tidak menggunakan perangkat elektronik seperti HP atau komputer. Tujuan utamanya adalah mengurangi paparan terhadap konten digital dan memberikan kesempatan untuk fokus pada dunia nyata. Selama detoks digital, seseorang bisa melakukan aktivitas fisik, membaca buku, menghabiskan waktu bersama teman atau keluarga, atau sekadar menikmati alam. Proses ini membantu mengurangi stres yang timbul akibat dunia digital dan memberikan kesegaran baru dalam hidup yang mungkin sulit diperoleh jika terus-menerus terhubung dengan dunia maya.

Dalam dunia yang semakin digital ini, tantangan terhadap kesehatan mental menjadi semakin nyata. Meskipun koneksi digital membawa banyak kemudahan, ada dampak sampingan yang harus diakui, terutama pada kesejahteraan psikologis. Detoks digital hadir sebagai sebuah solusi sederhana tapi efektif untuk membantu mengurangi stres, meningkatkan kepuasan hidup, dan menjaga keseimbangan antara dunia maya dan dunia nyata. Melalui detoks ini, kita tidak hanya belajar untuk lebih sadar akan penggunaan teknologi, tetapi juga menciptakan ruang bagi diri kita sendiri untuk lebih fokus pada interaksi langsung dan pengembangan diri. Pada akhirnya, detoks digital menjadi langkah penting bagi siapa saja yang ingin menjaga kesehatan mental dalam dunia yang penuh dengan konektivitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun