Mohon tunggu...
Michael D. Kabatana
Michael D. Kabatana Mohon Tunggu... Relawan - Bekerja sebagai ASN di Sumba Barat Daya. Peduli kepada budaya Sumba dan Kepercayaan Marapu.

Membacalah seperti kupu-kupu, menulislah seperti lebah. (Sumba Barat Daya).

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Teori Keadilan John Rawls dan Tanggapan Atas Teorinya

12 April 2019   09:49 Diperbarui: 12 April 2019   10:31 10974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

TEORI KEADILAN JOHN RAWLS

Rawls adalah seorang penganut sistem liberalisme politik. Liberalisme politik adalah sebuah hasil kontruksi dari berbagai paham politik. Pengkonstruksian itu didasarkan pada hasil pengamatan bahwa kultur politik masyarakat plural tidak hanya merupakan rajutan kesepakatan bersama beberapa keyakinan dasar, tapi juga diwarnai gejolak dan pertentangan konseptual (Bdk. Otto Gusti Madung, Politik Antara Legalitas dan Demokrasi: 2009). Sistem liberalisme politik mempunyai tiga karakter utama yaitu; 

Pertama karakter non konvensi. Affirmasi karakter ini adalah negara tidak boleh mengintervensi ruang privat warganya. Negara tidak boleh memaksa warganya untuk menganut satu kepercayaan (agama), yang dianggap benar atau agama mayoritas. 

Kedua karakter supremasi hukum. Negara hendaknya bersifat netral. Netralitas menjadi patokan bagi negara dalam menjalankan fungsinya sebagai sebuah hasil kontrak sosial dari bentuk posisi asali (origin possition). Setiap warga negara mesti memperoleh perlakuan yang sama dari negara. 

Ketiga karakter argumentarisme. Negara mesti mengapresiasi setiap opini yang datang dari warganya. Di sana ada perdebatan dan diskusi untuk mencapai kosensus bersama.


Wajah pulang Rawls sebagai seorang penganut sistem liberalisme politik melatar belakangi pencetusan teori keadilannya. Dalam bukunya The Theory Of Justice, yang terbit tahun 1971, ia katakan bahwa teori politik terjebak di antara dua ekstrim; di satu pihak utilitarianisme, dan di pihak lain campuran berbagai gagasan dan prinsip yang tidak koheren yaitu yang di sebutnya 'intuisionisme'.

Utilitarianisme dikembangkan oleh Jeremy Betham dan muridnya John Sturt Mill. Utilitarianisme disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest happines theory). Kebahagiaan menjadi landasan moral utama kaum utilitarianisme, walau kemudian konsep ini direkonstruksi oleh Mill menjadi bukan kebahagiaan pelaku saja, melainkan juga demi kebahagiaan semua. Kritik terhadap kaum ini yaitu pada posisi ekstrimnya utilitarianisme dapat berlaku sebagai kaum komunis di mana setiap individu tidak dihargai kebebasannya demi kemajuan kelompok.

Intuisionisme merupakan alternatif yang tidak memuaskan bagi utilitarianisme. Intuisionisme hadir sebagai teori alternatif yang membuat intuisi itu masuk akal. Rawls mendeskripsikan teori-teori intuisionis sebagai mengandung dua ciri:

Pertama, teori-teori intuisionis dibentuk oleh pluritas prinsip-prinsip pertama yang mungkin bertentangan, yang memberikan petunjuk-petunjuk yang tidak masuk akal dalam kumpulan-kumpulan kasus-kasus khusus; dan kedua teori-teori intuisionis tidak mengandung metode yang eksplisit, tanpa prioritas aturan-aturan, untuk mempertimbangkan prinsip-prinsip ini satu sama lain; kita hanya menyetujui keseimbangan dengan intuisi; dengan sesuatu yang bagi kita nampak hampir benar. Atau jika terdapat prioritas aturan-aturan, ini dianggap lebih kurang sepele dan tidak banyak membantu dalam mencapai sebuah keputusan (1971: 34).

Rawls menawarkan  solusi melalui teori keadilan yang ia cetuskan. Ada tiga poin besar yang dapat kita simak: 

pertama, prinsip kebebasan yang sama (equal liberty of principle). Prinsip-prinsip keadilan diurutkan dalam tertib leksikal dan karena itu kebebasan hanya dibatasi demi kebebasan itu sendiri. Setiap orang memiliki hak yang sama atas kemerdekaan berpolitik (political of liberty), kebebasan berpendapat dan mengemukakan ekspresi (freedom of speech and expression), kebebasan personal (liberty of conscience and though), kebebasan untuk memiliki kekayaan (freedom to hold property), kebebasan dari tindakan sewenang-wenang. 

Kedua,prinsip perbedaan (differences principle). Ketidaksamaan sosial dan ekonomi diatur sedemikian rupa, sehingga diperoleh keuntungan terbesar bagi anggota masyarakat yang paling tidak diuntungkan. 

Ketiga, prinsip persamaan kesempatan (equal opportunity principle). Jabatan-jabatan dan posisi-posisi harus dibuka bagi semua orang dalam keadaan di mana adanya persamaan kesempatan yang adil.

Rawls lalu menegaskan bahwa Equal liberty principle harus diprioritaskan dari pada prinsip-prinsip yang lainnya. Dan, Equal opportunity principle harus diprioritaskan dari pada differences principle.

TANGGAPAN PRIBADI

Ada beberapa hal yang dapat dikritisi dari konsep teori keadilan Rawls:

Pertama,Rawls melihat intuisionisme sebagai suatu  paham yang timpang. Namun, ketika ia mengeritik intuisionis sebagai sesuatu yang timpang sebenarnya ia telah menghadirkan kontradiksi dalam teorinya sendiri. Dalam bagian lain teori keadilannya yaitu pada konsep konsensus tumpang tindih atau lintas batas (overlapping consensus), Rawls mengutarakan konsep nalar publik.

Konsep nalar publik berbeda dengan konsep rasionalitas publik atau konsep rasionalitas komunikatif yang dikumandangkan oleh Jurgen Habermas. Nalar publik mengandaikan bahwa keduanya baik hal yang rasional maupun yang irasional dapat diterima dalam ruang publik. Salah satu juga adalah intuisi dan dalam hal inilah munculnya kontradiksi.

Di satu sisi ia menolak intuisionis di sisi lain ia memberi ruang pada intuisi. Sebagaimana yang ia nyatakan dalam pandangannya bahwa justifikasi publik menyangkut perkara keadilan, dan karena tidak ada kesepakatan politik atas persoalan yang diperselisihkan itu bisa diduga secara rasional, maka kita sebaiknya berpaling kepada gagasan-gagasan intuitif fundamental yang tampaknya kita anut bersama melalui budaya politik publik.

Kedua,dalam teori keadilannya, Rawls menggagaskan tentang kontrak sosial dari posisi asali. Sebenarnya terlalu naif bagi Rawls berbicara soal posisi asali. Hal ini berdasarkan fakta dalam masyarakat bahwa tidak ada masyarakat yang benar-benar tanpa struktur yang kemudian bersepakat membentuk sebuah negara sebagai kontrak sosial. 

Setiap orang mestinya lahir pada suatu budaya atau kelompok masyarakat. Masyarakat tersebut mestinya telah mempunyai struktur yang mengatur dan membagi tugas pada setiap anggotanya. Karena itu, mestinya tidak ada suatu masyarakat yang benar-benar berada dalam posisi prastruktur (posisi asali).

Ketiga, pandangan Rawls tentang pribadi manusia sebagai makhluk berkebebasan sangat kuat. Anggapan Rawls ini dilatarbelakangi oleh pandangannya yang melihat manusia sebagai makhluk moral.

Menurut Rawls, manusia sebagai makhluk moral secara alamiah akan mengejar hal-hal yang baik. Pandangan ini hemat saya mengantar kita pada pembenaran bahwa setiap individu pada dasarnya memiliki kemampuan untuk mengarahkan dirinya sendiri untuk berjuang memenuhi tujuan bersama. Di sini, kita terjebak lagi dalam alur ketidakaturan masyarakat. Masayarakt menjadi kacau dan tidak harmonis. Sebab, setiap individu akan bertindak dengan cara apa saja untuk memenuhi keadilan bersama seturut nalar pribadinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun