Mohon tunggu...
Michael D. Kabatana
Michael D. Kabatana Mohon Tunggu... Relawan - Bekerja sebagai ASN di Sumba Barat Daya. Peduli kepada budaya Sumba dan Kepercayaan Marapu.

Membacalah seperti kupu-kupu, menulislah seperti lebah. (Sumba Barat Daya).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jatuh Cinta dan Move On

22 Januari 2019   18:32 Diperbarui: 23 Januari 2019   06:37 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jatuh cinta. Mari kita lihat secara harfiah pengertian jatuh cinta. Jatuh cinta berarti keadaan di mana seseorang sangat memedulikan seseorang  yang lain. Kepedulian dari satu orang kepada orang lain sedemikian besar sehingga mengaburkan batas-batas tertentu yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Kepedulian itu kadang melampaui umur, status, kondisi fisik, egoisme, latar belakang psikologis dan lain sebagainya.

Apa yang sebenarnya terjadi pada diri seseorang yang sedang jatuh cinta. Pada diri orang yang mengalami hal ini timbul berbagai macam sensasi dalam diri seperti rasa tertarik, ingin selalu bersama, berkomunikasi terus-menerus baik secara langsung maupun tidak langsung semisal lewat FB, BBM, WA, SMS dan lain sebagainya.

Persoalan yang sering terjadi adalah lawan atau orang lain yang menjadi tempat perasaan itu dituju tidak mengalami apa yang dialami oleh orang yang sedang jatuh cinta. Sering disebut dengan istilah cinta bertepuk sebelah tangan. Akibatnya, muncullah istilah patah hati, galau, cinta ditolak dan lain sebagainya.

Bagaimana cara mengatasi hal ini? Banyak orang menjawabnya dengan menyarankan ikhlas. Orang harus merelakan seluruh perasaan yang ia rasakan pergi dari dirinya. Apakah benar semudah itu? Apakah dengan mengikhlaskan maka seluruh perasaan yang ada akan hilang?

Ketika berada di bangku pendidikan kita semua pernah diajarkan tentang bagaimana menyelesaikan sebuah masalah. Kita dilatih tentang bagaimana menemukan solusi atas persoalan-persoalan yang ada. Namun, berhadapan dengan persoalan jatuh cinta saya pikir tidak ada sekolah yang mengajarkan materi khusus tentang penanganan persoalan jatuh cinta, atau apa yang harus dibuat oleh seseorang yang cintanya ditolak. Walau tidak berkaitan langsung dengan persoalan kriminal atau lain sebagainya. Saya pikir persoalan jatuh cinta patut diberi perhatian khusus. Kita sering mendengar kasus bunuh diri seperti minum racun dan gantung diri akibat putus cinta, pemerkosaan akibat cinta ditolak, kawin lari karena cinta yang tidak direstui keluarga dan lain sebagainya.

Mari kita kembali ke persoalan bagaimana mengatasi jatuh cinta yang bertepuk sebelah tangan. Ketika satu orang jatuh cinta kepada orang lain rasa yang muncul bukan tanpa sebab. Pasti ada sebab mengapa rasa itu bisa muncul. Entah karena kedekatan, mirip sosok ibu atau ayah atau saudara atau saudari atau teman akrab, kesamaan sikap dan karakter, model istri atau suami di masa depan yang dianggap baik, merasa cocok dan nyaman, dan lain sebagainya. Ada begitu banyak sebab yang melatarinya.

Karena itu, ketika orang berkata ikhlas maka ikhlas melepaskan atau merelakan saja tidak cukup. Lebih dari itu, orang pertama-tama harus mencari tahu apa yang melatari ia jatuh cinta. Penemuan alasan jatuh cinta ini penting sehingga bisa membongkar akar persoalan jatuh cinta yang sesungguhnya.

Mari kita ambil contoh persoalan jatuh cinta yang sudah berlangsung lama namun bertepuk sebelah tangan. Kita sebut saja bahwa jatuh cinta itu muncul dari rasa kagum. Rasa kagum itu awalnya hanya sebuah kekaguman biasa. Lama kelamaan kekaguman itu kian bertumbuh melahirkan sebuah imajinasi di dalam kepala. Orang mengimajinasikan sesuatu, dan apa yang diimajinasikan itu selalu tentang sesuatu yang indah, baik, benar, nyaman, senang, bahagia dan lain sebagainya. Semua perasaan itu ditumpuk menjadi satu. Kita sebut tumpukan berbagai perasaan itu dengan nama cinta.

Cinta atau tumpukan berbagai macam perasaan tadi mulai mencari bentuk fisiknya. Hal tadi bukan lagi sekadar menjadi imajinasi, tetapi mulai mencari bentuk nyatanya. Tanpa disadari perasaan itu terus bergerak dan mulai mengidentifikasi sosok mana yang mendekati imajinasi yang ada. Akhirnya, sosok yang mendekati imajinasi itu datang. 

Semua tumpukan perasaan yang sudah diimajinasikan itu mendapat bentuk konkret dalam sosok yang datang itu. Pikiran dan perasaan mulai mudah mengidentifikasi apa yang dirasakan. 

Semakin lama, apa yang diimajinasikan dengan sosok yang menjadi figur imajinasi itu kian menyatu, berakar kuat dan tidak bisa dibedakan lagi. Alhasil, ketika membayangkan sosok atau orang yang dijatuhi cinta secara langsung tumpukan perasaan indah, baik, benar, nyaman, senang, bahagia dan lain sebagainya keluar dengan sendirinya. Ini seperti mengonsumsi narkoba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun