Mohon tunggu...
Michael Bryan Ardhitama
Michael Bryan Ardhitama Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Seminaris Medan Utama 110 Seminari St. Petrus Canisius Mertoyudan

KEKL 2024 Solisitan Serikat Yesus

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pribadi Autentik dalam Pengalaman Sulit

20 Oktober 2024   17:24 Diperbarui: 20 Oktober 2024   17:37 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi ini sekilas seperti sebuah doa yang diungkapkan seseorang untuk berkeluh-kesah kepada Tuhan. Puisi ini ingin menyampaikan pesan yang berkenaan dengan hal spiritualitas dan ekspresi diri. Judul yang dipilih oleh penulis adalah 'sepi pada malam hari'. Judul tersebut menggambarkan kegundahan hati ketika dihadapkan pada pengalaman yang tidak jelas dan sulit. Malam hari adalah waktu untuk banyak orang beristirahat setelah seharian bekerja. Oleh sebab itu, suasana pada malam hari sudah pasti sepi dan sangat sedikit aktivitas yang dilakukan. Ketiadaan aktivitas tersebut diumpamakan oleh penulis sebagai kesukaran. Sedangkan, situasi malam yang gelap sebagai pengalaman buruk yang dialami oleh seseorang.

Keseluruhan puisi ini menggunakan sudut pandang orang pertama sehingga apa yang tertulis menjadi ekspresi dari penulis. Pembaca diajak untuk merasakan disposisi batin yang dialami oleh penulis pada bait pertama. Pada baris pertama dan kedua, kesukaran hati yang dirasakan tergambarkan sebagai rasa sepi yang membuatnya bingung untuk berbuat apa. Situasi yang dihadapi sangat tidak mudah sehingga segala keputusan akan membuat situasinya semakin keruh. Jika ditimbang-timbang keputusan terbaik yang dilakukan adalah diam. Baris-baris selanjutnya menceritakan bahwa dalam situasi seburuk itu masih ada harapan yang ditawarkan Tuhan. Harapan itu diumpamakan sebagai bulan yang muncul pada malam hari. Sang tokoh yang sedang gundah mulai mengalami penghiburan setelah menatap dan memahami harapan. Pada harapan itu, tokoh merasakan kebaikan Tuhan dalam situasi yang menyesakkan itu.

Pada bait kedua, penulis mencoba merefleksikan pengalaman sulit itu dengan harapan yang membawa kegembiraan. Harapan itu membuat tokoh berani jujur dalam mengekspresikan kesulitan yang dihadapi. Situasi-situasi yang sulit menjadi instrumen yang indah untuk lebih dekat kepada Tuhan dan memahami jati diri yang sesungguhnya. Kesepian itu telah menempa tokoh sehingga ia mengenal dirinya, sesama, dan Tuhannya.

Pada bait ketiga, penulis menceritakan bagaimana pengalaman sulit telah memberikan pengaruh positif. Dampak baik dari pengalaman sulit itu membuat tokoh menjadi pribadi yang terbuka dan autentik, berekspresi dengan jujur. Pengalaman sulit telah membuatnya sadar bahwa berpura-pura itu tidak baik dan memberatkan diri sendiri. Saat ini ada kecenderungan generasi muda untuk meniru public figure sehingga ada kepalsuan jati diri. Kepalsuan-kepalsuan dalam berekspresi akan memunculkan sikap tidak puas dan sulit bersyukur. Kesenangan yang ditimbulkan merupakan kesenangan yang sementara.

Pada bait terakhir berisi kesimpulan refleksi yang bersifat teologis mengenai pemaknaan pengalaman-pengalaman sulit. Penulis ingin mengajak pembaca menemukan sudut pandang baru untuk menghadapi kesulitan. Pemahaman yang ditawarkan adalah hidup kita merupakan penggenapan dari kehendak Tuhan. Manusia memang boleh saja memiliki rencana tetapi perlu adanya ketaatan pada kehendak Tuhan ini. Sikap taat dan mau menanggapi kehendak Tuhan memberikan jaminan holistik yang menentramkan. Kita mampu bersikap tenang jika dihadapkan pada situasi sulit sehingga mampu menyelesaikannya dengan pikiran yang tenang. Pikiran yang lebih tenang memampukan kita untuk lebih menikmati kehidupan sebagai anugerah, bukan sebagai hukuman. Sikap ini akan terus diperjuangkan hingga akhir hidup manusia meskipun akan banyak tantangannya. Kita perlu percaya kepada rahmat Tuhan yang selalu memberi kesenangan yang sejati.

Sepi pada Malam Hari

 

Tuhan, ketika aku merasa sepi,

dan aku tak tahu apa yang harus aku perbuat lagi,

Kausembulkan bulan pada malam hari,

dan Kauajak aku menatap bulan yang berlari-lari,

dan dengan bahasa bulan pun

Kauajak aku mengalami terang-Mu yang tersimpan

dalam gelapnya malam.

Segera terang-Mu membuat sepi menguakkan diri,

lalu kudengar sunyinya malam menyanyikan lagu:

sepi itu jalan untuk membuka diriku kepada-Mu,

hingga aku tahu siapa sesungguhnya aku,

bagi diriku sendiri,

bagi sesama, dan bagi-Mu.

Sepi itu mengupas lapisan diriku satu per satu,

dan menanggalkan banyak hal yang tak perlu

yang selama ini hanya menjadi hiasan palsu

yang hanya memberatkan hidupku.

Dalam sepi, Kau bentangkan bagiku

rencana-Mu, bukan rencanaku,

hingga jaminan hidupku,

bukan lagi aku tapi Diri-Mu,

dan hidupku akan berjalan dengan ringan,

dan hatiku menjadi tenang,

sehingga ketika datang malam,

sepi yang menggelisahkan itu hilang,

menjadi sepi yang menenteramkan,

hingga aku dapat tertidur dengan tenang

dalam pelukan-Mu, ya Tuhan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun