Mohon tunggu...
Michael Bram Febrian
Michael Bram Febrian Mohon Tunggu... -

Nama saya Michael Bram Febrian saya biasa di panggil bram saya kuliah di STIE Musi Palembang jurusan manajemen

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kamar Berdarah dan Lingsir Wengi

6 September 2014   22:24 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:26 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Praaaaang!!!" Duar...Duarr!!
"Maaf...maaf...saya tidak sengaja menjatuhkannya..." Aku buru-buru membungkuk hendak membersihkan pecahan pajangan kaca yang tersenggol oleh tas selempangku.

"Udah, Neng, biarin aja. Nanti biar Mamang saja yang membereskannya."

"Ini kamar utamanya...sudah dibereskan sejak tadi pagi."

Aku mengambil kunci dari si penjaga rumah. Segera masuk ke dalam kamar untuk beristirahat. Penjaga rumah yang pelit bicara itupun berlalu tanpa menitip pesan apa-apa kecuali nomor telepon yang bisa dihubungi bila membutuhkan sesuatu.

Setelah meletakkan beberapa barang bawaanku, aku keluar kamar. Mataku menyapu segala sudut di rumah ini dengan rasa penasaran.

Rumah ini terlalu besar untuk dihuni olehku sendiri. Nuansa cat broken white memenuhi hampir seluruh dinding rumah ini. Jumlah perabotannya juga banyak. Sofa sudut bermotif kembang-kembang di pojok ruang tamu terlihat lusuh, dudukan busanya mulai kempis. Sebagian benang-benang kainnya terburai, seperti bekas cakaran kucing.
Mataku berbalik arah, ke ruangan keluarga. Sebuah televisi berlayar datar ukuran 42 inch tergantung di dinding. Diapit oleh sebuah sound system yang lumayan besar speakernya.

Sofa bed berkain semi oscar berwarna dark oak terlihat santai memandang televisi seolah bebas karena tidak ada yang menidurinya. Di dinding sebelah barat, ada foto seorang anak kecil dalam berbagai pose. Manis sekali wajahnya. Ah, itu pasti anak pemilik rumah ini.

Aku ke ruang belakang. Ini pasti ruang makannya. Deretan kitchen set putih begitu serasi dengan lantainya yang berkeramik warna catur. Meja makan jati berkursi enam berwarna natural begitu terlihat klasik. Hey, aku melihat deretan cangkir-cangkir antik! Tanganku segera mengambilnya, ingin melihat dari dekat.

Tiba -tiba aku mendengar suara sinden ya sangat pelan sekali dan membuat bulu kuduk ku berdiri semua. Akhirnya aku memberanikan diri untuk melihatnya dan suara tuh semakin jelas.

"Lingsir wengi sliramu tumeking sirno…Ojo tangi nggonmu guling…Awas jo ngetoro…Aku lagi bang wingo wingo…Jin setan kang tak utusi…Dadyo sebarang…Wojo lelayu sebet…"

Aku pun ketakutan dan berteriak : "mang ...mang... Mang" . "Ada apa neng" ujarnya. "Tadi ada suara sinden mang" ujarku. "Ah mana ada neng " ujarnya. Aku pun segera bergegas ke kamarku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun