"Kak Sheren...Kak Sheren...sini Kak...main sama aku..."
Suara itu samar namun jelas terdengar di kupingku. Sepertinya berasal dari luar kamarku.
Aku nyalakan lampu, keluar mencari sumber suara. Tapi hilang lagi sekarang. Tiba-tiba mataku berjalan ke arah sebuah kamar di dekat ruang makan. Pintunya tertutup. Tertulis di pintunya "Lia's Room" dari bahan kain flanel berwarna-warni.
Aku mencoba masuk, namun ternyata dikunci. Kudekatkan telingaku di daun pintunya. Hening. Tak ada suara apapun. Namun tiba-tiba...
"Lingsir wengi sliramu tumeking sirno…Ojo tangi nggonmu guling…Awas jo ngetoro…Aku lagi bang wingo wingo…Jin setan kang tak utusi…Dadyo sebarang…Wojo lelayu sebet…"
Aku terdengar lagi suara sinden tuh dan jendela ku bertuliskan " kamu akan mati sekarang !" dengan sebercak darah Aku pun kaget dan berteriak Astagfirullah!!! Dari bawah pintu aku melihat seperti darah segar mengalir ke arah luar, menyentuh kakiku. Membuat telapak kakiku seperti dilumuri darah! Rasanya dingin! Aku gemetaran. Sontak aku berlari ke kamar mandi. Segera bersihkan kakiku. Tapi...ketika di kamar mandi, kedua kakiku bersih! Tidak ada noda sama sekali! Kubolak-balik kedua kakiku. Masih sama saja. Aneh!
Aku berdoa dalam hati. Mengulang-ngulang nama Tuhan tanpa berhenti. Aku tidak boleh takut. Aku bukan orang yang penakut. Waktu kecil aku pernah mengalami hal-hal seperti ini. "Penghuni" di sini mungkin belum terbiasa dengan kehadiranku.
Aku kembali ke kamar. Lanjutkan tidurku. Berusaha melupakan apa yang kualami barusan. Sepertinya aku terlalu berimajinasi. Apalagi aku sudah lelah karena perjalanan.
***
Seminggu sudah aku berada di sini. Kejadian di malam pertama tidak pernah terulang lagi. Semua baik-baik saja. Aku memang tidak boleh jadi orang yang penakut. Hehehe, aku tertawa kecil dalam hati. Semua pasti baik-baik saja, Shera, desir hatiku.
Tapi ada yang menggangguku setiap aku melewati kamar "Lia's Room" itu. Rasa penasaranku yang mengganggu. Hingga akhirnya aku bertanya pada Mang tarnak, si penjaga rumah.
"Non lia anak satu-satunya pemilik rumah ini, Neng. Umurnya waktu itu masih lima tahun waktu hilang di hutan seberang desa ini..."
"Hah? Hilang? Trus, Mang?"