Mohon tunggu...
MICHAEL BETHRAND
MICHAEL BETHRAND Mohon Tunggu... Mahasiswa - Akademi Kepolisian

Mendukung Polri Prediktif Responsibilitas Transparansi Berkeadilan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pengendalian Massa oleh Polri Guna Menangani Unjuk Rasa di Wilayah

19 Desember 2022   16:18 Diperbarui: 19 Desember 2022   17:08 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Unjuk Rasa (Sumber: cnnindonesia.com)

Era reformasi yang penuh dengan nuansa demokratisasi, desentralisasi, dan kebebasan publik, telah mendorong bangsa Indonesia ke arah yang  lebih baik, baik ditinjau dari aspek politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan. 

Melalui reformasi, terbuka peluang setiap rakyat untuk melakukan partisipasi publik, mengekspresikan pendapat dan kebebasan berserikat serta bekumpul. Prinsip good governance yang didalamnya terdapat diharuskannya diterapkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan supremasi hukum menjadi landasan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Namun demikian, terdapat implikasi negatif dari era reformasi yang berlangsung saat ini. Reformasi dimaknai oleh sebagian kelompok masyarakat sebagai kebebasan yang tanpa batas, kebablasan, demonstrasi yang anarkis, dan pengabaian terhadap kewajiban publik.  Reformasi yang dicita-citakan untuk merubah tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara bergeser pada orientasi mengekspesikan kebebasan yang melanggar hak-hak orang lain bahkan mengabaikan toleransi antar kepentingan yang sudah terpelihara selama ini. 

Reformasi pada gilirannya mengarah pada timbulnya konflik horizontal yang berbau SARA (suku, agama, ras dan antar golongan) sehingga mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat karena tidak lagi diperhatikan nilai dan norma yang selama ini menjadi peredam terlanggarnya hak-hak azasi manusia yang sesungguhnya.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa di era reformasi justru kegiatan unjuk  rasa semakin marak terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Unjuk rasa yang dilakukan tidak jarang berujung pada perkelahian, pengerusakan, kekerasan dan anarkisme. Kondisi yang demikian tentunya akan mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat sehingga mengancam keamanan dalam negeri.

Unjuk rasa yang dilakukan oleh masyarakat, baik unjuk rasa mahasiswa, buruh, pelajar, dan elemen masyarakat lainnya yang menuntut dan mengkritik kebijakan pemerintah memang diperbolehkan dalam era demokrasi dan dilindungi oleh UU. Namun demikian, apabila unjuk rasa tersebut sudah berujung pada anarkisme, maka harus dilakukan langkah-langkah penindakan agar supaya terpelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.

Polri sebagai aparat keamanan dan ketertiban masyarakat mempunyai tugas dan wewenang untuk melakukan berbagai langkah dan tindakan untuk menangani berbagai konflik horizontal yang terjadi di seluruh wilayah hukum Indonesia. Berdasarkan UU, Polri harus melakukan antisipasi terhadap berbagai kemungkinan yang muncul dari maraknya unjuk rasa yang berujung pada anarkisme di Indonesia.

Satuan setingkat Polres, yang ada di daerah memiliki posisi strategis untuk melakukan peran sebagai aparat Kamtibmas di daerahnya masing-masing, mengingat unjuk rasa anarkis banyak terjadi dan potensial meledak di daerah-daerah. Sebagai satuan di tingkat kabupaten/kota, personil Polri harus melakukan tugasnya mengendalikan massa dalam rangka menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Personil Polri di tingkat kabupaten/kota harus memerankan fungsi Dalmas untuk melakukan langkah-langkah pre emtif dan preventif dalam menangani unjuk rasa anarkis.

Unjuk rasa yang dilakukan oleh masyarakat merupakan bagian dari proses demokrasi di era reformasi yang dilindungi oleh aturan hukum dan aturan perundang-undangan yang berlaku. Kenyataan saat ini menunjukkan bahwa proses unjuk rasa yang dilakukan oleh masyarakat dilaksanakan seolah tanpa batas dan diwarnai oleh kekerasan dan kerusuhan serta kadangkala berujung pada tindakan anarkisme, yang pada akhirnya menganggu keamanan dan ketertiban masyarakat lainnya.

Penanganan unjuk rasa yang dilakukan oleh personil Polri di tingkat kabupaten/kota masih ada beberapa kelemahan. Kemampaun personil Polri dalam melakukan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli terhadap unjuk rasa yang terjadi masih kurang optimal. Hal ini ditandai dengan masih adanya kemacetan lalu lintas, komplain masyarakat, dan pengrusakan faslitas umum ketika unjuk rasa digelar oleh masyarakat.

Upaya meningkatkan kemampuan personil Polri di tingkat kabupaten/kota dalam melaksanakan tugas pengendalian massa guna menangani unjuk rasa anarkis dilakukan dalam bidang sumber daya manusia, sarana prasarana, anggaran dan sistem metode dengan melakukan koordinasi, komunikasi, sosialisasi, pelatihan, dan simulasi penanganan unjuk rasa yang dapat diaplikasikan dalam penanganan unjuk rasa sehingga pelaksanaannya dapat terkendali dan terwujud keamanan dan ketertiban masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun