BANYUWANGI - Jelang dini hari, sekelompok pengendara motor trail menembus hitamnya malam di Taman Nasional Alas Purwo. Ragam cerita angker yang membalut ujung timur pulau Jawa ini, tak nampak di wajah mereka, mungkin sudah terbiasa. Saling berkejaran, motor-motor trail terus dipacu menuju pantai Trianggulasi, sebuah kawasan yang menjadi zona konservasi penyu sejak tahun 1983 lalu.
Seluruh pengendara motor trail adalah petugas di Taman Nasional Alas Purwo, kecuali saya dan seorang rekan wartawan. Malam itu, kami memang menerima ajakan dari kepala seksi wilayah 1 Taman Nasional Alas Purwo, Noviyani Utami. Wanita lulusan Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta yang akrab disapa Novi itu, menawarkan liputan patroli telur penyu, atau dalam bahasa setempat disebut "nglalar".
Patroli telur penyu pun dimulai, pantai Trianggulasi kami susuri secara perlahan, sambil mengawasi kalau-kalau ada penyu yang naik ke daratan untuk bertelur. Keberuntungan datang menyapa, saat tepian pantai telah kami lintasi sejauh lima kilometer, menuju arah barat. Seekor penyu jenis abu-abu terlihat tengah menggali lubang, tanda akan bertelur.
Selaku ketua kelompok, Novi meminta kami tidak langsung mendekati penyu, hingga satwa reptil itu benar benar bertelur dan menimbun telur-telurnya di pasir. Sebelum penyu kembali ke laut usai bertelur, Novi bersama rekannya mengukur panjang serta lebar penyu, dan memasang cincin nomor di badannya. Sementara, telur-telur penyu yang telah ditinggalkan induknya, diambil dan ditimbun kembali di pusat penetasan tukik (bayi penyu) Taman Nasional Alas Purwo.
"Kami sengaja patroli untuk mencari telur penyu. Telur-telur yang didapat, kemudian diamankan ke pusat penetasan tukik di Kaliagung, agar bisa dilepasliarlan ke laut. Telur-telur ini diamankan, agar tidak dimakan predator alami, atau diambil manusia," ujar Novi.
Pusat penetasan bayi penyu berada di Dusun Kaliagung, Desa Kendalrejo, Kecamatan Tegaldlimo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Meski dibangun di tepi pantai, namun lokasinya berada tepat di dalam kawasan Taman Nasional Alas Purwo, sehingga aman dari gangguan satwa liar maupun manusia.Â
Di dalam sebuah bangunan yang dikelilingi tembok, dengan satu akses pintu keluar dan masuk, ratusan lubang telah disiapkan untuk menampung telur-telur penyu yang diselamatkan dari tepi pantai Trianggulasi.
Setiap lubang diberi keterangan tulisan, mulai dari jenis penyu, tanggal perkiraan penyu bertelur, zona telur ditemukan, hingga jumlah telur. Setelah menetas dari cangkangnya, sebagian bayi penyu langsung dilepasliarkan ke habitat aslinya di laut, namun sebagian lagi ditampung dalam bak khusus berisi air. Bayi penyu yang ditampung ini, diperuntukkan untuk kegiatan wisata edukasi konservasi penyu.Â
"Tukik sengaja disimpan dan belum dilepasliarkan, karena untuk keperluan wisata edukasi konservasi penyu. Tapi paling lama disimpan selama tiga bulan, karena harus segera dilepasliarkan," kata Novi.
Mendekati waktu subuh, patroli telur penyu kami tuntaskan. Novi bersyukur, karena jumlah telur-telur penyu yang mereka kumpulkan sejak awal tahun hingga akhir bulan Juli 2023 telah lebih dari seratus lima puluh ribu butir. Seluruh telur-telur penyu itu diamankan dari seribu lima ratus sarang (lubang). Novi menyebut, catatan tahunan ini adalah yang terbanyak sepanjang sejarah konservasi penyu di Taman Nasional Alas Purwo.Â
"Teman-teman rekor tahun 2023 ini, baru sampai pertengahan tahun sudah dapat seribu lima ratus sarang," pungkas Novi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H