Mohon tunggu...
Michael Anugrah
Michael Anugrah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Money is not the most important thing in the world. Love is. Fortunately, I love money.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Melemahnya Hukum Indonesia terhadap Koruptor

5 Juni 2024   18:40 Diperbarui: 5 Juni 2024   18:40 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

LEGAL OPINION 

Dalam perkembangannya, ada kejahatan lain yang dikategorikan sebagai extraordinary crimes di Indonesia sejak tahun 2002 dengan diberlakukannya UU KPK mengklasifikasikan kejahatan korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crimes), karena korupsi di
Indonesia sudah meluas dan sistematis yang melanggar hak-hak ekonomi masyarakat. Untuk itu memerlukan cara-cara pemberantasan korupsi yang luar biasa. sejalan dengan Penjelasan Umum UU KPK yang menyatakan tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena itu semua maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa. Sebagaimana 
dikutip Muhammad Hatta, menjelaskan setidaknya ada 4 sifat dan karakteristik tindak pidana korupsi sebagai kejahatan luar biasa, yaitu: 


1. Korupsi merupakan kejahatan terorganisasi yang dilakukan secara sistematis. 


2. Korupsi biasanya dilakukan dengan modus operandi yang sulit sehingga tidak mudah untuk
membuktikannya. 


3. Korupsi selalu berkaitan dengan kekuasaan. 


4. Korupsi adalah kejahatan yang berkaitan dengan nasib orang banyak karena keuangan negara 
yang dapat dirugikan sangat bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bagian dari hukum pidana khusus di samping mempunyai spesifikasi tertentu yang berbeda dengan hukum pidana umum. .seperti
adanya penyimpangan hukum acara serta apabila ditinjau dari materi yang diatur maka tindak pidana korupsi secara langsung maupun tidak langsung dimaksudkan menekan seminimal mungkin terjadinya kebocoran dan penyimpangan terhadap keuangan dan perekonomian negara. Dengan bertitik tolak pada aspek tersebut maka terhadap peraturan tindak pidana korupsi mengalami banyak perubahan.dicabut dan diganti dengan peraturan baru. Hal ini dapat dimengerti oleh karena di satu pihak perkembangan masyarakat demikian cepat dan modus operandi tindak pidana korupsi makin canggih dan variatif sedangkan di lain pihak perkembangan hukum relatif tertinggal dengan perkembangan masyarakat. 
Tindak pidana korupsi yang merupakan extra ordinary crime memiliki kompleksitas yang lebih rumit dibandingkan dengan tindak pidana 6 konversional atau bahkan tindak pidana khusus lainnya. Khususnya dalam tahap penyelidikan, tindak pidana korupsi ini, terdapat beberapa institusi penyidik yang berwenang untuk menangani proses penyidikan terhadap pelaku tindak pidana yang terkait dengan tindak pidana korupsi ini. Selain tugas kepolisian dan kejaksaan, institusi yang juga mempunyai tugas melakukan penyidikan dalam tindak pidana korupsi adalah Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) sebagaimana diatur dalam Pasal 6 sub c UU No. 30 Tahun 2002 bahwa: Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; bahkan KPK berwenang juga mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaaan, dalam hal terdapat alasan hukum sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 9 UU No. 30 Tahun 2002.

Di Indonesia lembaga yang melakukan tindakan dalam kasus korupsi adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK merupakan salah satu lembaga negara yang diberikan amanat untuk memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun, termasuk pemerintah dan lembaga negara lain. Sepanjang perjalanannya, KPK telah mengungkap dan menyelesaikan banyak kasus korupsi. Hingga Juni 2022, tercatat sejumlah upaya penanganan tindak pidana korupsi yang telah dilakukan KPK.
Dilansir dari laman resmi KPK, dalam semester pertama tahun 2022, KPK telah melakukan 66 penyelidikan, 60 penyidikan, 71 penuntutan, 59 perkara inkracht, dan mengeksekusi putusan 51 perkara. Dari total perkara penyidikan, KPK telah menetapkan sebanyak 68 orang sebagai tersangka dari total 61 surat perintah penyidikan (spirindik) yang diterbitkan. Jika dirinci,
perkara yang sedang berjalan pada semester pertama sebanyak 99 kasus yang terdiri dari 63 kasus carry over dan 36 kasus baru dengan 61 sprindik yang diterbitkan. 

Berdasarkan laporan Indonesia Corruption Watch (ICW), kerugian negara akibat kasus
korupsi mencapai Rp62,93 triliun pada 2021. 
Nilai kerugian negara tersebut pun naik 10,91% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebesar Rp56,74 triliun. Nilai kerugian negara akibat kasus korupsi pada 2021 juga menjadi yang terbesar dalam lima tahun terakhir. Sebelumnya, kerugian negara akibat rasuah paling besar pada 2020, yakni Rp56,74 triliun. Namun Demikian didalam penjatuhan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi / terdakwa, masih sering ditemui adanya putusan yang belum sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku dan mempertimbangkan nilai - nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Demikian juga dalam penjatuhan berat ringannya sanksi pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa tindak pidana korupsi. Unsur untuk dikatakan bahwa adanya perbuatan pidana korupsi adalah didasarkan pada adanya kesalahan berupa kesengajaan dollus, opzet, intention yang diwarnai dengan sifat melawan hukum kemudian dimanifestasikan dalam adanya kerugian negara atau perekonomian negara.

Maka dari itu perlu adanya pembatasan yang membedakan mengenai tindak pidana biasadan pidana luar biasa yaitu kasus korupsi. Banyak mengalami pro kontra setelah aturan baru inidisahkan karena di anggap tidak sejalan dengan aturan yang ada bahwasannya kasus tindakpidana korupsi harus dilihat lebih serius. Melemahnya aturan yang diberikan bisa saja membuatpara petinggi-petinggi di negara ini menganggap bahwa korupsi adalah hal biasa karena aturanyang ada justru tidak membuat takut para koruptor. Ini juga menjadi catatan bagi DPR selaku lembaga legislatif yang mempunyai hak dalam membuat rancangan undang-undang harus lebih memperhatikan apakah aturan yang di buat sudah sesuai dengan yang seharusnya. Karena jika pembebasan bersyarat untuk koruptor sama dengan kejahatan biasa lainnya maka dengan mudahpara koruptor bebas tanpa mendapatkan efek jera selama masa tahanan. Aturan tersebutmembuat masa tahanan bagi para koruptor menjadi lebih singkat, padahal seharusnya hukumanyang di berikan untuk kejahatan korupsi harus lebih berat karenanya menyangkut kerugiannegara yang justru uang negara terebut di dapatkan dari masyarakat. Maka dari itu kepercayaan masyarakat terhadap DPR semakin menurun karena kasus -- kasus korupsi yang terjadi justrutidak di tindak tegas malah kini para koruptor berbondong -- bondong bebas dari tahanan denganmudah. Maka dari itu aturan baru yang baru justru menjadi awal mula melemahnya aturan pemerintah terhadap tindak pidana korupsi.

Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) mengaku kecewa dengan keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang memberikan pembebasanbersyarat kepada 23 narapidana kasus korupsi. MAKI menyatakan kecewa dengan banyaknyaremisi dan bebas bersyarat untuk napi koruptor. Ini jadi pesan kepada masyarakat bahwa korupsi tidak berefek hukum yang menakutkan. Pesan efek jera tidak sampai karena hukuman sudahringan kemudian dapat keringanan-keringanan bahkan bebas bersyarat yang sebelumnyadipotong remisi. Adanya aturan remisi korupsi tersebut seolah mempermudah narapidana koruptor serta pelaku kejahatan luar biasa lainnya untuk mendapatkan remisi (pemotongan masa hukuman) dan pembebasan bersyarat. Pasal 10 Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan acapkali dijadikan alasan bagi pihak terkait danter masuk para koruptor tersebut untuk mendapatkan remisi karena dinilai telah memenuhi persyaratan,baik administratif maupun substantif.

Apakah aturan ini bisa memberikan efek jera, mungkin hanya akan membuat para narapidana tindak korupsi dengan mudah bebas. Pemberian remisi maupun pembebasan bersyarat terhadap narapidana korupsi memang salah satu syaratnya berkelakuan baik. Namun,jangan hanya dinilai ketika menjalani pidana badan ketika sudah di Lembaga Pemasyarakatan(Lapas). Bahwa pemasyarakatan itu adalah subsistem dari proses peradilan pidana. Jadi, tidak bisa berdiri sendiri bahwa seakan-akan penilaiannya hanya penilaian ketika di dalam Lapas. Pemberian remisi maupun bebas bersyarat terhadap napi koruptor jangan sampai penilaian ituluput ketika perilaku pelaku korupsi ini masih menjalani proses penyelidikan, penyidikan bahkanmasuk ke meja hijau. Akan tetapi, publik menilai kebijakan pemerintah dengan pemberian pembebasan bersyarat kepada narapidana korupsi ini tidak adil. Pemerintah dinilai tidak tegasmemberikan sanksi hukuman kepada para koruptor yang telah merugikan negara dan tentunyarakyat yang juga merasakan kerugian. Lantas, mengapa narapidana korupsi tersebut tampak bisadengan mudah bebas. Apabila kebijakan remisi dan pembebasan bersyarat yang begitu mudahdidapatkan tersebut dianggap sebagai upaya dari normalisasi kasus korupsi. Maka, pemerintah dinilai tidak punya legitimasi hukum yang tegas dan keseriusan dalam pemberantasan korupsi. Di titik ini, kebijakan remisi dan pembebasan bersyarat yang begitu mudah didapatkan para narapidana korupsi itu agaknya membuka interpretasi bahwa kasus korupsi menjadi bukan kejahatan yang serius.

MENURUT PENDAPAT PENULIS

Agar pemerintah khususnya pembuat aturan atau undang -- undang agar bisa melihat kembali bagaimana aturan baru dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 ini apakah sudah berjalan sesuai dengan yang seharusnya, karenamenurut penulis aturan baru tersebut justru membuat narapidana kasus korupsi dengan mudahnya bebas. Jika memng aturan tersebut diberikan kepada semua narapidana, saran penulis agar untuk terpidana kasus kejahatan luar biasa seperti korupsi agar harus sedikit dibedakan atau menambah aturan khusus agar terpidana kasus korupsi tersebut mendapatkan efek jera untuktidak melakukan hal -- hal tersebut lagi. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan dapat bersikaptegas dalam mengatasi kasus korupsi dengan mempertimbangkan social justice atau keadilan sosial yang mengacu pada keadilan ditingkat masyarakat. Dengan mengindahkan keadilan hukum dalam mengatasi kasus korupsi yang marak terjadi, kekhawatiran dan sentiment minor masyarakat kiranya perlahan dapat diperbaiki. Selain itu, rasa kepercayaan masyarakat kepada pemerintah sebagai aparat penegak hukum yang baik diharapkan menjadi hasil akhir yang diinginkan.

KESIMPULAN 

Bahwa Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bagian dari hukum pidana khusus disamping mempunyai spesifikasi tertentu yang berbeda dengan hukum pidana umum. Tindak pidana korupsi yang merupakan extra ordinary crime memiliki kompleksitas yang lebih rumit dibandingkan dengan tindak pidana konversional atau bahkan tindak pidana khusus lainnya. Dihilangkannya PP No 99 Tahun 2012 membuat resah masyarakat akibat bebasnya para koruptorsecara bersamaan dikarenakan adanya aturan yang baru dalam Undang -- undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang pemasyarakatan yang bahwasannya koruptor dapat bebas berssyarat denganaspek -- aspek yang telah di penuh. Namun ini justru membuat masyarakat bertanya -- tanya mengapa justru kejahatan luar biasa juga dapat bebas bersyarat dikarenakan aturan yang baru ini.Padahal kejahatan yang mereka lakukan sudah merugikan negara dan menghilangkan rasa kepercayaan masyarakat terhadap petinggi pemerintahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun