Pengukuran laktat biasanya digunakan untuk olahraga/ latihan dengan intensitas tinggi, namun pengukuran VO 2Â max digunakan untuk olahraga berintensitas rendah namun, berdurasi panjang.Â
Khanna & Manna (2006) menegaskan bahwa olahraga tinju hanya menggunakan 20%-30% aerob dan 70%-80% anaerob. Sehingga berpotensi menghasilkan kandungan laktat setelah bertanding, latih tanding, dan latihan dengan intensitas tinggi.Â
Sebuah studi dari Journal of Sport Science and Medicine tahun 2006 meneliti msaing-masing sebanyak tujuh orang atlet di kelas ringan, menengah, menengah - berat.
Didapatkan bahwa kelas sedang-berat memiliki kandungan laktat di dalam darah tertinggi, yaitu 6,6 hingga 9,7 mM·L-1  sedangkan kelas ringan memiliki kandungan laktat di dalam darah terendah, yaitu 4,6-6,5 mM·L-1  selama latihan. Selain itu, kandungan laktat setelah bertanding juga lebih besar didapatkan oleh kelas sedang-berat daripada kelas ringan.Â
Terdapat ketentuan terkait batas kandungan laktat dalam darah, yaitu sekitar 50-60% dari VO2 max untuk individu yang tidak terlatih dan 70-80% dari VO2 max individu terlatih (Willpowerstrength, 2023). Bila melebihi dari batas, akan menyebabkan kelelahan pada atlet.
VO2 max merupakan jumlah maksimal oksigen yang dapat dimanfaatkan oleh sel di dalam tubuh untuk menghasilkan energi. Secara umum, semakin tinggi VO2 max maka atlet akan semakin tinggi daya tahan dan bugar. Namun, hal ini berlaku sebagian besar kepada atlet yang memiliki olahraga dengan intensitas rendah, durasi tinggi atau latihan dengan intensitas rendah.
VO2 max atlet kelas menengah-berat memiliki nilai lebih kecil dibandingkan dengan atlet kelas ringan, sehingga batasan laktat / threshold, yang dimiliki atlet kelas menengah-berat juga lebih kecil. Â
Kandungan laktat yang dihasilkan oleh atlet kelas berat selama latihan lebih banyak, sehingga berpotensi mencapai ambang batas laktat lebih cepat sehingga diduga atlet tinju kelas berat lebih cepat lelah selama latihan dan bertanding karena banyaknya laktat yang terkumpul di darah.Â
 Namun, kelelahan tersebut dapat diminimalkan dengan menggunakan beberapa jenis latihan tertentu (Khanna & Manna, 2006).
Kesimpulan
Semenjak tahun 1860, pemberian batasan dalam pertandingan tinju dalam segi berat mulai diberlakukan. Sesungguhnya, terdapat dua alasan, yaitu mengurangi cedera bagi peinju dengan kelas yang lebih ringan dan petinju yang gugur, serta berbagai  divisi memiliki kecenderungan perbedaan strategi.Â