Mohon tunggu...
Michael Hananta
Michael Hananta Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Jill Stein, Kandidat Alternatif Hillary Clinton dan Donald Trump?

16 Juli 2016   21:11 Diperbarui: 17 Juli 2016   10:28 886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Endorsement Bernie Sanders terhadap Hillary Clinton membuat pendukung Sanders terpecah-belah. Sumber: www.nbcnews.com

Rakyat AS sampai sekarang banyak yang masih bingung siapa yang akan mereka pilih nanti pada general election 8 November 2016 mendatang. Tampaknya rakyat AS benar-benar harus memutar otak sedemikian rupa hanya untuk menggunakan hak pilihnya. Hillary Clinton, atau Donald Trump? Banyak media membuat istilah the choice between two evils. Jelas pilihan antara keduanya tidak mudah. Trump si maniak dan narcissistic, atau Clinton si pembohong kelas kakap dan the most reckless woman?

Para pendukung mantan kandidat Partai Demokrat Bernie Sanders seolah-olah terpecah-belah setelah beberapa hari yang lalu Sanders memutuskan untuk meng-endorse Hillary Clinton sebagai Presiden Amerika Serikat. Para pendukung Sanders merasa telah dikhianati oleh kandidat yang mereka banggakan itu. Mereka tidak habis pikir, mengapa Sanders yang dianggap sebagai kandidat yang paling jujur, merakyat, dan visioner ini justru "bertekuk lutut" di hadapan Clinton yang citranya sudah begitu negatif di tengah masyarakat AS.

Para loyalis Sanders memang sebagian besar berasal dari golongan pemuda yang memiliki daya pikir dan logika yang lebih baik daripada kaum dewasa lainnya. Mereka benar-benar melek akan kenyataan bahwa Hillary adalah seorang yang begitu korup, pembohong, ceroboh, bahkan gila. Begitu buruknya citra Hillary sampai-sampai ada beberapa konspirator yang mengatakan bahwa Hillary (dan Obama) adalah tokoh di balik berdirinya ISIS sebagai kekuatan terorisme terbesar di dunia saat ini. Oleh sebab itulah banyak Demokrat yang justru memilih untuk menjagokan Sanders. Namun sekarang Sanders malah mendukung Clinton sebagai presiden. Bagaimana pendukungnya tidak sakit hati?

Endorsement Bernie Sanders terhadap Hillary Clinton membuat pendukung Sanders terpecah-belah. Sumber: www.nbcnews.com
Endorsement Bernie Sanders terhadap Hillary Clinton membuat pendukung Sanders terpecah-belah. Sumber: www.nbcnews.com
Beberapa saat setelah Sanders mengumumkan endorsement-nya secara resmi terhadap Clinton, Pew Research Center mengadakan survei/polling terhadap para pendukung Sanders. Dilansir dari The Guardian, rupanya 85 persen dari pendukung Sanders bersedia untuk memberikan suara pada Hillary Clinton pada November nanti. Sebanyak 9 persen responden bersedia untuk memilih Trump. Sementara 6 persen lainnya belum memutuskan atau akan memilih calon lain. Nah, pertanyaan selanjutnya adalah, siapakah kandidat lain itu? Satu nama muncul: Jill Stein. Siapakah Jill Stein?

Jill Stein dengan slogan kampanyenya, #ItsInOurHands. Sumber: www.huffingtonpost.com
Jill Stein dengan slogan kampanyenya, #ItsInOurHands. Sumber: www.huffingtonpost.com
Jill Stein adalah seorang dokter, aktivis, dan politikus yang bernaung dalam Green Party of The United States (atau sederhananya Green Party), sebuah third-party di Amerika Serikat. Jill Stein mengumumkan kampanyenya yang kedua kali sebagai presiden AS pada 22 Juni 2015 lalu, setelah sebelumnya gagal dalam kampanye presiden tahun 2012. Green Party merupakan "partai kecil" yang berbasiskan environmentalism, non-kekerasan, keadilan sosial, demokrasi partisipatoris akar rumput, emansipasi, perjuangan hak LGBT, dan anti-rasisme. Jill Stein pun rupanya memiliki program-program kampanye yang begitu progresif dan visioner.

Mengadopsi kebijakan New Deal yang diterapkan Presiden Franklin D. Roosevelt dalam menanggulangi The Great Depression yang melanda AS pada dekade 1930an, Stein membuat program Green New Deal yang bercita-cita meningkatkan lapangan kerja, dengan fokus di bidang energi yang dapat diperbarui sebelum tahun 2030, serta investasi pada public transit, agrikultura, dan konservasi, sesuai cita-cita Green Party. Stein juga menganggap pekerjaan, pendidikan, dan jaminan kesehatan sebagai hak wajib semua orang, dan Stein juga bercita-cita mengakhiri kemiskinan dengan menjamin hak asasi ekonomi.

Stein juga memperjuangkan keadilan sosial, perdamaian, dan hak asasi manusia. Stein bercita-cita menghilangkan segala bentuk diskriminasi, termasuk atas kaum LGBT, wanita, maupun ras tertentu. Stein ingin kembali "merebut" hak konstitusional, menutup Penjara Guantanamo, melegalisasi marijuana/hemp,  dan menghentikan segala bentuk intervensi militer AS di luar negeri, termasuk terhadap Ukraina.

Yang lebih menghebohkan lagi, sebagai presiden Jill Stein akan mengampuni Edward Snowden dan bahkan menjadikan Snowden sebagai bagian dari kabinetnya. Stein menentang privatisasi sekolah, Obamacare, dan bahkan kebijakan-kebijakan militer Israel. Stein juga ingin menghapuskan segala bentuk utan pelajar.

Bila melihat program-program Jill Stein tersebut, tampaknya sangat progresif dan berpihak kepada rakyat. Namun mampukah sebenarnya Jill Stein mengalahkan Hillary Clinton dan Donald Trump?

Mampukah Jill Stein mengalahkan kandidat dari partai besar seperti Hillary Clinton? Sumber: www.inquisitr.com
Mampukah Jill Stein mengalahkan kandidat dari partai besar seperti Hillary Clinton? Sumber: www.inquisitr.com
Perlu diketahui bahwa general election di Amerika Serikat berbeda dengan pemilihan umum di Indonesia. Pemilihan presiden di AS dilakukan secara tidak langsung, atau indirect election. Pada November nanti, rakyat AS tidak memilih Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, tetapi justru memilih para electors yang duduk dalam lembaga Electoral College, yang nantinya akan memilih presiden. Seseorang dapat menjadi elector apabila ia berasal dari suatu negara bagian di mana kandidat yang didukungnya memenangkan primary maupun caucus di negara bagian itu. Tentu saja, sebagai awal kesulitan Jill Stein, para elector sesungguhnya sudah mendukung seorang kandidat sendiri.

Masalah kedua, meskipun seorang elector mampu memilih siapa saja, termasuk mendukung Jill Stein nantinya, 24 negara bagian menerapkan hukuman tertentu bagi faithless electors, para electors yang "berkhianat", maksudnya yang tidak memilih kandidat yang dulu pernah didukungnya. Jadi, sangat tidak mungkin seorang elector akan melanggar aturan ini, bila ia tidak ingin kehilangan pekerjaannya sebagai pejabat di negara bagiannya masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun