Mohon tunggu...
Michael Hananta
Michael Hananta Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Clinton vs Trump: Pemilihan Presiden yang Didasari Rasa Benci

12 Juli 2016   22:33 Diperbarui: 13 Juli 2016   12:18 2325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hillary Clinton dan Donald Trump. Sumber: www.theblaze.com

Sudah bisa diduga ini cuma cara Hillary menarik dukungan kaum LGBT demi kepentingan politis semata. Namun yang aneh kaum LGBT justru mendukung Hillary. Aneh, kan? Maunya apa? Bagaimana orang-orang LGBT itu cukup "bodoh" untuk mendukung Hillary?

Dukungan kaum LGBT terhadap Hillary Clinton dianggap begitu ironis. Sumber: www.newnownext.com
Dukungan kaum LGBT terhadap Hillary Clinton dianggap begitu ironis. Sumber: www.newnownext.com
Kedua, begitu terpecahnya Partai Republican akibat terpilihnya Trump menjadi presumptive nominee. Sekalipun Trump berkali-kali berniat menjadi unifier Partai konservatif itu, kenyataannya perbedaan di antara kaum pendukung GOP semakin menajam. Beberapa congresswomen dalam Kongres AS pun sempat sepakat untuk mendukung Clinton dan menyalahi "tanggung jawab"-nya sebagai seorang Republican. 

Petinggi Partai Republican sebagian besar mau tidak mau meng-endorse Trump. Mengenai hal ini, salah satu fenomena yang paling lucu adalah mengamati Speaker of the House Paul Ryan. Ryan dulu tidak segan-segan menghajar ide-ide gila Trump, namun tiba-tiba ia memilih meng-endorse Trump. Termasuk Chris Christie yang cukup bodoh menjadi "hewan peliharaan" Trump.

Chris Christie mendukung Donald Trump. Pilihan yang tepat? Sumber: theintellectualist.co
Chris Christie mendukung Donald Trump. Pilihan yang tepat? Sumber: theintellectualist.co
Fenomena-fenomena itu semakin menunjukkan betapa sulitnya warga AS memilih antara keduanya. Problem dalam pesta demokrasi AS kali ini bukan pada para voters-nya. Kesadaran politik di AS sudah cukup tinggi sehingga angka partisipasi politik di AS tidak perlu diragukan lagi. Namun sekarang problemnya justru terletak pada kandidat yang tersedia. 

Kalau semua kandidat yang tersedia benar-benar sebegitu "buruk"nya, lantas siapa yang harus dipilih? Apakah kondisinya sedemikian memprihatinkan sehingga entah Partai Demokrat maupun Partai Republican tidak memiliki kandidat yang mumpuni? Apakah mungkin terjadi pada November nanti bahwa partai minor seperti Green Party atau Libertarian Party akan menguasai AS?

Menjadi warga negara adidaya memang tidak mudah, ya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun