Mohon tunggu...
Michael Hananta
Michael Hananta Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Clinton vs Trump: Pemilihan Presiden yang Didasari Rasa Benci

12 Juli 2016   22:33 Diperbarui: 13 Juli 2016   12:18 2325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dukungan kaum LGBT terhadap Hillary Clinton dianggap begitu ironis. Sumber: www.newnownext.com

Entah mengapa, sampai sekarang persaingan antara Hillary Clinton dan Donald Trump masih selalu menggelitik saya. Begitu menggelitik hingga membuat saya semakin gencar mengikuti aksi jatuh-menjatuhkan satu sama lain dan semakin tidak sabar ingin mengetahui bagaimana hasil pemilihan bulan November nanti. Semakin membuat jari-jari saya gatal menulis tentang kedua orang ini.

Semakin diamati, proses kampanye keduanya bagi saya semakin menggelikan. Trump dengan jari-jarinya yang setajam mulutnya tidak takut menghajar Clinton dengan tweet-tweet pedasnya, bahkan mengundang kontroversi besar. 

Salah satunya adalah ketika ia memposting gambar Hillary Clinton, yang diambil dari akun resmi Hillary sendiri, di atas background ceceran uang dolar dengan caption "Most Corrupt Candidate Ever!" di atas bintang yang disebut-sebut merupakan Star of David. Berbagai media pun mengulas habis post tersebut sampai menuduh Trump bersikap anti-Semitik. 

Gambar yang dipost Trump di akun Twitternya yang mengundang kontroversi. Sumber: www.businessinsider.com
Gambar yang dipost Trump di akun Twitternya yang mengundang kontroversi. Sumber: www.businessinsider.com
Sementara itu, Clinton semakin dihantui oleh kasus emailnya. Republicans semakin tidak puas dengan klaim ketidakbersalahan Hillary oleh FBI dan berkali-kali menginginkan penyelidikan ulang. Sekalipun Hillary akhirnya terbukti tak bersalah, kasus ini justru akan semakin menggoyahkan Hillary, bahkan menjungkirbalikkan Hillary. 

Kasus tersebut semakin membuktikan ketidaksiapan Hillary mengambil alih posisi Obama saat ini. Kasus tersebut semakin membuktikan bahwa Hillary terlalu reckless dalam menangani hal-hal penting sekelas urusan negara yang classified, dan kecerobohan serta "hobi"nya untuk berbohong semakin mencoreng nama baik Hillary di mata publik AS. 

Sekalipun Hillary didukung politikus-politikus Obama (dan mungkin Bernie Sanders), Hillary akan tetap memiliki angka penilaian negatif yang sebegitu tingginya. Hillary akan menjadi sedemikian buruknya, sehingga satu-satunya kandidat yang (mungkin) bisa ia kalahkan dalam pilpres hanyalah Donald Trump.

Kompetisi antara keduanya bila diamati terlihat konyol. Tidak heran, deretan nama-nama yang mendukung Clinton dan (mungkin) Trump, motivasi dukungan mereka semata-mata tidak sepenuhnya merupakan suatu bentuk apresiasi atau mungkin suatu bentuk endorsement. 

Mungkin satu-satunya yang mendukung kandidat dengan "sepenuh hati" hanyalah Obama terhadap Clinton. Dalam video dukungannya terhadap Hillary dan kampanye bersama Hillary di New Hampshire kemarin, Obama menunjukkan dukungannya dengan alasan yang jelas, yakni kapabilitas Hillary yang telah ditunjukkan saat menjadi Secretary of State. Sisanya? Hanya alasan-alasan busuk.

Deretan nama-nama pendukung Clinton maupun Trump mendukung kandidat mereka hanya oleh karena alasan ingin menjatuhkan kandidat lainnya, bukan semata-mata karena percaya kandidat yang didukungnya akan menjadi presiden yang hebat. Pendukung Clinton rata-rata hanya terdiri dari para feminis, khususnya orang-orang yang menginginkan seorang wanita menjadi presiden. 

Atau, mereka yang cukup waras untuk mencegah Trump menjadi presiden. Sedangkan pendukung Trump rata-rata juga merupakan orang-orang yang tidak ingin seorang Demokrat kembali naik menjadi presiden. Termasuk juga mereka yang begitu membenci Hillary Clinton melebihi kebencian terhadap Donald Trump.

Ada dua contoh yang bisa kita lihat yang menunjukkan betapa "aneh" para pendukung Clinton maupun Trump. Pertama, banyaknya dukungan kaum LGBT terhadap Hillary. Padahal sudah jelas-jelas Hillary merupakan flip-flopper andal sepanjang karirnya, termasuk pandangannya terhadap LGBT. Hillary yang dulu menolak LGBT tiba-tiba berubah haluan mendukung LGBT. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun