Salah satu Negara Pasifik, Vanuatu, baru-baru ini ramai diperbincangkan di media sosial mengenai tindakan menyinggung soal isu dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.
Hal ini bukan pertama kalinya Vanuatu mengungkit masalah pelanggaran HAM di Indonesia. Hampir setiap tahun (dari tahun 2016) dalam Sidang Umum PBB, Vanuatu selalu menyinggung dugaan pelanggaran HAM yang dialami masyarakat Papua yang dianggap Indonesia sengaja disuarakan untuk mendukung separatisme.Â
Tudingan yang dilontarkan Vanuatu tersebut langsung direspons oleh perwakilan diplomat Indonesia. Dengan menggunakan hak jawabnya, Silvany Austin Pasaribu, sebagai perwakilan pemerintah menegaskan bahwa Vanuatu bukan perwakilan warga Papua saat menyampaikan hak jawab atas tuduhan pelanggaran HAM yang dilontarkan Vanuatu terhadap Indonesia dalam sidang umum PBB yang digelar Sabtu (26/9/2020).
"Anda bukanlah representasi dari orang Papua, dan berhentilah berfantasi untuk menjadi salah satunya," kata Silvany dalam sidang tersebut. Silvany menegaskan bahwa tuduhan yang dilakukan Vanuatu sangat tidak menghormati kedaulatan dan keutuhan wilayah Indonesia.Â
Melalui aksinya tersebut, Silvany mendapat lontaran pujian dari masyarakat.Â
Dalam kesempatan itu, Silvany juga menyindir bahwa Pemerintah Vanuatu bahkan tidak menandatangani konvensi internasional tentang hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya. Padahal hal-hal tersebut merupakan instrumen inti dari hak asasi manusia, maka dari itu kritiknya terhadap HAM di Papua pun menjadi dipertanyakan.Â
"Indonesia akan membela diri dari segala advokasi separatisme yang disampaikan dengan kedok kepedulian terhadap hak asasi manusia yang artifisial," kata Silvany.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, Â mengaku bangga atas kontribusi diplomat muda Indonesia dalam Sidang Umum PBB tersebut.Â
Mahfud menyatakan bahwa hak jawab tersebur merupakan suatu kerja kolektif seluruh diplomat Indonesia bukan kerja sendiri ataupun individual.
Dikutip dari Kompas.com, Mahfud menegaskan bahwa kerja kolektif diplomatik Indonesia di Sidang Umum PBB, di New York bukanlah semata-mata kerja sendiri melainkan sebuah kerja sama yang kemudian diwakilkan oleh Silvany memakai hak jawabnya untuk membela kasus tuduhan Vanuatu terhadap pelanggaran HAM di Indonesia.
Dalam kasus tersebut, kita bisa melihat dari sisi perspektif mengenai diplomasi publik. Menurut Mcphail, diplomasi publik adalah proses global yang mengacu kepada upaya komunikasi untuk menginformasikan, memengaruhi, dan melibatkan publik global untuk kepentingan nasional.Â
Tindakan  yang dilakukan oleh diplomat muda, Silvany, memiliki prinsip transparasi dan merupakan upaya yang bersumber terbuka terhadap fungsinya.
Secara lebih ringkas, diplomasi publik adalah tentang menyampaikan pesan kepada publik asing yang tepat, cepat, dan mudah dipahami.
Melalui hal ini, setidaknya kita ambil sisi positifnya untuk menghindari rasisme dan memperbaiki hubungan sesama warga Negara Indonesia satu sama lain.Â
Selain itu, melalui peran, kontribusi, maupun prestasi kita bisa membantu mengangkat citra baik nama Indonesi, Â karena peran kaum Millenial saat ini sangat berpengaruh besar bagi Negara Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H